27. Tentang Arifin

14 1 0
                                    

"Woy awas woy, ada pak ustadz nih lewat, nanti diceramahin lagi," sindir murid kelas seangkatannya.

Arifin yang jadi bahan ledekan mereka hanya diam, tetap melanjutkan jalannya lagi sampai tujuannya.

Namun sepertinya, respon Arifin membuat mereka kesal. Kakinya dengan cepat mencegat langkah Arifin dan membuatnya terjatuh dengan beberapa buku yang dibawanya.

"Anjir, inget lo dosa. Nanti Tuhan marah, gak boleh kayak gitu, bro ...," ujar temannya yang lain, menepuk-nepuk orang yang membuat Arifin terjatuh.

"Iya, gue lupa. Bisa-bisa dia ngundang setan lagi ke badan gue," balasnya. Mereka menertawakan percakapan yang meledek Arifin.

"Ngomong apa lo! BILANG SEKALI LAGI DI DEPAN MUKA GUE!" bentak Ling Ling, menarik kerah baju murid laki-laki yang meledek Arifin sampai terkejut.

"Ini kan cewek yang gak punya mata itu, sekelas sama si Alex." Satu lainnya bicara tanpa mikir kedepannya, alhasil Ling Ling menendang tulang dengkulnya dari belakang, dan punggungnya sampai dia berlutut.

"Berani-beraninya lo rasis sama gue!" Tak hanya memukul, Ling Ling juga menampar mereka tanpa takut.

"Udah, Ling, udah ...," lerai Arifin.

"Orang-orang kayak mereka gak bisa didiemin!" Arifin menahan tangan Ling Ling yang mau maju memukul kembali mereka. "Mati orang tua lo sampai gak bisa ngajarin sopan santun. Ke mana orang tua lo, hah?"

Tanpa melihat siapa di depannya, murid laki-laki itu menampar Ling Ling sangat keras. Keributan itu semakin sengit, Ling Ling tak menangis, dia tidak gentar dan malahan melawan balik.

"Jangan bawa-bawa orang tua gue!" tekannya.

"Kenapa? malu ngakuin orang tua lo sendiri? atau malu punya anak kayak lo yang gak punya adab!" sembur Ling Ling dengan emosi yang menguasainya.

"Ling, udah banyak liatin," bisik Arifin.

"Gue gak akan bawa orang tua lo kalau sikap lo gak buruk kayak tadi. Semua orang di dunia juga pasti nanya kayak gue, kalau ngeliat anak sekolah yang sikapnya buruk." Ling Ling melanjutkan ucapannya.

"Kalau lo apa, hah! emang sikap lo gak buruk sampai semena-mena menilai gue atas ajaran orang tua gue!"

Emosi lain menyerang Ling Ling dalam satu waktu. Kesedihan, kemarahan, dan kekecewaan. Tak dapat menghindari begitu saja, Ling Ling menegakan tubuhnya.

"Ke mana orang tua lo, hah! gak punya orang tua apa!" Mereka kian membalas sama seperti ucapan Ling Ling tadi.

Ling Ling yang akan mengeluarkan suaranya tertahan oleh aksi pukulan yang dilakukan Siska, Genta dan Gema. Mereka bertiga bahkan membuat mereka kalah telak dan mengucapkan ampun untuk tidak dipukuli lagi.

"Tau gak kenapa sikap kita kayak gini?" Siska mengangkat dagu murid laki-laki itu yang sudah lebam. "Ya gak ada orang tua, bener sih kata lo. Jadi, lo ubah sikap aja ya jadi baik, karena malu juga, kan lo masih punya orang tua," bisik Siska.

Kama membawa Arifin dan Ling Ling untuk menjauh dari sana. Kama lebih mengkhawatirkan Ling Ling, ucapan mereka telah menggoreng luka di hati Ling Ling, dirinya dan juga Siska.

Meskipun tidak ada orang tua, kenapa Siskamling harus dipandang buruk.

[•••••]

"Gila Gema. Gue baru liat lo berantem, kenapa gak dari dulu aja," ujar Mahesa, masih terkagum-kagum. Sisi Gema yang ini baru dia ketahui.

"Ya buat apa? nyari masalah hidup aja," ujar Gema.

"Makasih ya, secara gak langsung kalian tadi udah nolongin gue," ucap Arifin, dia duduk diantara mereka di kantin yang di ajak oleh Kama tadi.

SISKAMLINGWhere stories live. Discover now