Bab 43. terbiasa dengan rasa sakit

27 2 0
                                    

Hari ini, adalah hari ujian dimulai...

Semua mahasiswa universitas akan mengikuti beberapa ujian, sebelum pada akhirnya mereka akan di nyatakan lulus.

Elkanah tidak bisa fokus pada ujian nya, karena memikirkan tentang kondisi kekasihnya yang saat ini jauh di seberang hutan.

Dalam kondisinya yang seperti ini, dia tidak memiliki alat-alat medis untuk merawat sang kekasih.

'Bagaimana ini? Keadaan Avi masih sangat kritis. Tuhan bantu aku' lirih Elkanah dalam hatinya

"ELKANAH! TOLONG FOKUS DENGAN KERTAS UJIAN MU" terdengar suara dosen menegur nya dari depan kelas.

"I-iyah Bu" sahut Elkanah.

(っ˘̩╭╮˘̩)っ

Sementara itu, kini di Padang bunga canola Bu Lastri sedang panik. Pasalnya, keadaan Davina sudah semakin buruk.

Davina mengalami demam tinggi, namun Bu Lastri tidak bisa menghubungi Elkanah karena nomor pemuda itu sedang tidak aktif.

"Duh... Bagaimana ini? Mana nak Avi demamnya semakin parah lagi" gumam Bu Lastri.

Tidak ada yang tau, bahwa selama ini Davina memang sudah terbiasa dengan semua ini. Dia demam pun tidak akan ada yang merawat bahkan dia selalu di pukuli dan di siksa sejadi-jadinya.

Ibu Lastri kemudian mengganti kompres yang saat ini sedang berada di dahi Davina. Terlihat, tubuh Davina menggigil.

"Astaga nak... Kasian sekali dirimu" gumam Bu Lastri dengan tidak tega.

Jika ada yang bertanya, kenapa Bu Lastri tetap menjaga Davina dan tidak pulang untuk mengurus suami dan anaknya, maka jawabannya adalah suami Bu Lastri sudah meninggal dunia, sedangkan putri semata wayangnya sudah menikah.

"Selamat siang, Bu Lastri?" Terdengar suara seorang ibu-ibu dari luar rumah itu.

Setelah menyelimuti Davina, Bu Lastri pun keluar dan membuka pintu.

"Bu Sutri? Pak Bagas?" Ujar Bu Lastri

"Ini Bu, kami mau mengantarkan uang pembagian hasil penjualan panen kemarin" ucap Bu Sutri, sambil memberikan beberapa lembar uang berwarna merah kepada Bu Lastri.

"Oh iya, makasih yah Bu, Pak" ucap Bu Lastri, sembadi menerima uang itu.

"Em... Bagaimana dengan keadaan nak Avi Bu?" Tanya Bu Sutri.

"Dia demam Bu, keadaan nya makin parah, tapi nak El tidak bisa di hubungi" balas Bu Lastri.

"Oh Iyah... Masuk dulu, nggak enak ngobrol di luar" ucap Bu Lastri, mempersilahkan mereka masuk.

Setelah duduk, Bu Sutri dan pak Bagas terlihat saling bertukar pandang satu sama lain, seperti ada yang hendak mereka katakan.

"Ada apa Bu? Pak?" Tanya Bu Lastri yang mengerti

"Jadi begini Bu Lastri, kami menyarankan... Bahwa sebaiknya Bu Lastri mengatakan pada nak El, untuk segera memberitahukan tentang Avi kepada ibunya dan nak Danny" ucap pak Bagas

"Tadi kita berdua habis ke rumahnya Bu sagita (nama ibu Davina)  dia bercerita, bahwa dia sangat merindukan putrinya. Bahkan dia sampai-sampai mengeluarkan air matanya saat menceritakan bagaimana hari-hari nya tanpa Avi. Aku sangat merasa kasihan kepada ibu sagita" ucap Bu Sutri.

"Saya juga merasa, bahwa nak El memang harus memberitahu hal ini kepada Bu sagita. Karena walaupun ada saya disini yang menjaga nak Avi, tapi kasih sayang seorang ibu kandung tidak bisa di tandingi oleh siapa pun. " Balas Bu Lastri.

ヘ(。□°)ヘ

Sore harinya, setelah menjalani hari pertama ujian, Elkanah kini datang untuk melihat keadaan Davina.

Dia terlihat panik, sekaligus khawatir dengan keadaan Davina yang sudah semakin parah.

'ya Tuhan... Bantu aku, bagaimana ini?' batin Elkanah, khawatir.

"Bu, El titip Avi sebentar yah"

Elkanah kemudian pergi dari sana setelah berpamitan pada bu Lastri. Dia harus segera mendapatkan peralatan medis untuk menopang keadaan Davina.

(٥↼_↼) Ke esokkan harinya (٥↼_↼)

Zee saat ini berjalan menuju kamar Elkanah yang sekarang, Elkanah sedang menyisir rambutnya.

Tok tok tok...

"Masuk!" Ujar Elkanah dari dalam

Ceklek!

"Kenapa pa?" Tanya Elkanah, dia sedang menahan gejolak di dalam hatinya untuk papa nya itu.

"Papa liat, kamu narik uang sebanyak 250 juta dari kartu ATM kamu. Kamu apakan uang itu?" Tanya Zee, setelah dia duduk di atas sofa yang ada di sana.

Elkanah seketika merasa gugup mendengar pertanyaan sang ayah. Tentu saja uang itu dia gunakan untuk membeli semua peralatan medis dan obat-obatan untuk merawat Davina.

"Emm... Itu... Ke-kenapa? Memang nya tidak boleh?" Elkanah berusaha untuk tidak menunjukkan kegugupan nya.

"Bukan nya tidak boleh nak, kamu bisa menghabiskan berapa pun yang kamu mau. Tapi baru kali ini kamu mengambil uang dengan jumlah begitu? Biasanya kamu hanya mengambil uang dengan jumlah paling tinggi seratus juta" balas Zee.

"Oh, itu... Uang itu El pakai buat beli jam" balas Elkanah, tentu saja berbohong

"Mana jam nya?" Tanya Zee dengan tatapan menginterogasi

"Em... Jam nya ada di..."

"Kanah! Ayo sarapan, kamu ada ujian hari ini kan?"  Elkanah bernafas lega, ketika Oma nya datang.

"Ah, iya Oma. Pa, ayo!" Elkanah langsung saja pergi meninggalkan Zee di kamarnya.

Sedangkan Zee, dia menatap Elkanah dengan penuh curiga " dia berbohong... Apa yang anak itu sembunyikan?!" Gumam Zee, lalu perlahan bangkit dan keluar dari kamar putranya.

Hari-hari terus saja berlalu, sifat Elkanah semakin lama semakin aneh, dan Zee semakin mencurigai putra nya itu.

Sekarang sudah lebih dari satu bulan Davina berada bersama Elkanah di rumah yang dibangunnya di Padang bunga Canola.

Bu Lastri juga masih setia menjaga nya, meskipun luka-luka yang ada di tubuhnya semakin lama semakin menghilang, bahkan di wajahnya pun sudah tak ada tanda luka sama sekali karena krim yang Elkanah usapkan untuk menyamarkan bekas luka pada wajah cantik nya.

Namun walaupun begitu, Avi masih saja belum sadarkan diri. Kondisi nya malahan semakin parah, dan itu membuat Elkanah panik.

Dia tidak memiliki alat-alat lengkap untuk meneliti penyakit apa yang sedang di derita oleh Davina sekarang.

Davina butuh rumah sakit... Dia butuh perawatan lanjut.

Namun Elkanah juga tidak bisa membawa nya keluar dari tempat ini. Ini adalah tempat persembunyian paling aman.

Papa, dan Mama nya pasti akan mengetahui dimana keberadaan Davina jika dia membawanya keluar dari daerah ini dan membawanya ke rumah sakit.

"Vi... Bertahanlah sayang... Maafkan aku" bisik Elkanah pada telinga Davina sambil meneteskan air mata nya.

'Jika bukan karena aku, kau pasti tidak akan menderita seperti ini. Akulah yang memulai semuanya' lirih Elkanah dalam hatinya.

Dia mengingat, di saat dia pertama kali menghina Davina... Hingga pada akhirnya Davina luluh dan mereka pun pacaran.

Jika seandainya pada waktu itu dia tidak mengajak Davina ke bukit Eden, pasti mereka tidak akan bertemu dengan kakaknya, dan kakak nya pasti tidak akan mengadukan nya pada kedua orang tua mereka.

Perasaan nyaman, dan cinta nya yang kian membesar membuat dia tidak mau meninggalkan Davina, walaupun hubungan mereka ditentang Keluarga.

Dan beginilah jadinya...

Akibat keras kepala nya sendiri, kekasih nya malah disekap dan di siksa oleh kedua orangtuanya.

Bahkan, dia saja tidak bisa menyembuhkan kekasihnya ini. Dia tidak bisa menolong lebih, karena takut akan ketahuan oleh orang tuanya.

ʕ´• ᴥ•̥'ʔ BERSAMBUNG ʕ´• ᴥ•̥'ʔ

ELKANAH NICHOLAS (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang