I. Peralihan

974 130 14
                                    

"Udah lebih baik ternyata."

Nara menarik tangan yang barusan ia gunakan untuk menyentuh leher Naresh. Ketika seorang vampir memutuskan jadi anak murni, maka Nara bertanggungjawab penuh dalam masa peralihannya.

Hal itu tidak mungkin dilakukan di asrama. Naresh pulang, sebagai gantinya setiap sore Nara akan mengunjungi apartemen cowok itu.

"Lo ngelukain diri sendiri?" tanya Nara begitu menemukan luka sayatan di lengan Naresh. Sudah tidak ada darah yang keluar, tapi daging yang terbuka membuat itu terlihat mengerikan.

"Nyoba. Ternyata nggak bisa nyembuhin ya." Naresh mencoba menarik sudut bibirnya, tatapannya miris.

Masa peralihan adalah masa di mana vampir punya banyak sisi lemahnya. Akan merasa terbakar jika didekatkan dengan bawang putih dan melepuh saat terkena sinar matahari.

Yang ada di buku itu adalah fakta. Hanya saja Naresh belum pernah mengalami, berpikir adanya masa peralihan pun sepertinya tidak pernah.

"Lo nyesel, Resh?"

"Nggak."

"Tapi wajah lo murung."

"Cuma belum terbiasa sama semua ini. Tapi, it's okay."

Nara tersenyum kemudian menepuk-nepuk puncak kepala Naresh.
Naresh meraih tangan itu lalu menangkup pada pipi. "Tangan lo hangat."

"Iya, yang berubah manja."

Nara pun menarik tangannya. Naresh terlihat kecewa, tapi Nara harus segera melaksanakan tujuan utama dia datang ke sini.

Nara mengambil segelas air, ia menusuk jarinya lalu meneteskan ke dalam sana. Naresh tentu tidak bisa langsung berhenti meminum darah, yang ada dia akan langsung mati jika begitu. Setidaknya sehari sekali Nara memberikan beberapa tetes darahnya.

"Sampe kapan harus gini?"

"Sampe tubuh lo pulih? Lo tau, 50% tubuh lo rusak karena darah gue waktu itu," papar Nara. "Emang kenapa darah gue nggak enak?"

"Justru kebalikannya." Naresh tersenyum kecut. Darah Nara benar-benar enak, hingga Naresh takut kelepasan dan akhirnya teracuni lagi. Bahkan ketika sudah dicampur dengan air sekali pun, aromanya masih terlalu kuat.

Nara tertawa. Ia kembali duduk di samping Naresh. Kesabaran cowok itu patut diacungi jempol.

"Na, kenapa aroma lo manis?'

"Karena buat narik kalian--um, mereka."

"Jadi itu dibuat-buat?"

Nara tertawa mendengar pertanyaan ceplos Naresh. "Enggak dibuat-buat, maksudnya dari lahir gue juga gini, gue cuma memilih opsi sisi mana yang mau ditunjukkin."

"Maksudnya lo juga bisa beraroma kayak vampir?"

Gelak tawa Nara semakin kencang. Dirinya sampai harus menepis air mata di sudut kelopak matanya. "Gue vampir ya masa nggak bisa. Keysha aja bisa sembunyiin, apalagi gue."

"Keysha vampir?"

Nara menatap Naresh. Dia memberikan seluruh atensinya. "Sebenarnya yang di catatan sebelah kiri itu bukan sekedar koban sebelum gue masuk sana, tapi lebih tepatnya manusia yang mati, sementara yang kanan itu vampir yang mati."

"Jadi karena itu Raya nggak ditulis di sana?" Naresh setengah bergumam. Lebih pada mengkonfirmasi keheranannya selama ini.

Nara menhangguk. "Iya."

"Lo bunuh vampir-vampir itu?"

"Gue bahkan hampir nulis nama lo di sana." Mata Nara setengah memicing. Ia tahu pandangan Naresh sekarang padanya pasti buruk. Secara garis besarnya Nara sudah membunuh banyak vampir.

Bite Me [TAMAT]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora