00. Prolog: Effergrin

224 15 3
                                    

Jarum Jam.

Ada yang bergerak setiap detiknya,
Ada yang bergerak setiap menitnya,
Ada yang bergerak setiap jamnya.

Seungcheol, Jeonghan, dan Jisoo pernah sedekat pukul 00:00:00. Berada di tempat yang sama dengan tujuan yang sama. Waktu yang terus berjalan tentu akan memisahkan ketiganya.

12:40:20

Sudut terjauh untuk setiap jarum jam kini terjadi diantara ketiganya. Cerita serta semua janji yang mereka ucapkan bagai habis tanpa meninggalkan sisa, hilang tanpa meninggalkan jejak, hangus tanpa meninggalkan abu.

Jika ketiganya adalah jarum yang tak henti berjalan, maka Effergrin bagaikan wadah ketiganya untuk tetap berada pada rotasinya.

Effergrin menjadi saksi bisu bagaimana perjuangan ketiganya mengejar mimpi. Ketiganya memiliki mimpi yang sama, mimpi yang diawali dari hukuman yang diterima oleh ketiganya.

Choi Seungcheol si siswa kaya raya tengah menarik keras telinga milik Yoon Jeonghan si siswa peraih emas dalam olimpiade sains yang juga tengah menarik keras telinga milik Hong Jisoo si siswa pinggiran dengan pikiran cerdiknya.

Telinga yang memerah serta wajah kesakitan keduanya sama sekali tak memunculkan rasa iba dari sang kepala sekolah yang masih terduduk santai di kursi singgasananya.

"Satu..."

"Siswa kelas 12B dan 12C dilarang ada di wilayah barat. Semua yang ada di wilayah barat di khususkan untuk siswa-siswi kelas 12A"

"Dua..."

"Siswa kelas 12C dilarang ada di wilayah timur. Semua yang ada di wilayah timur dikhususkan untuk siswa-siswi kelas 12B dan 12A"

"Tiga..."

"Siswa kelas 12C hanya diberikan fasilitas berupa ruangan kelas"

Suara gemetar milik ketiganya kini berhasil membuat pria tua di hadapannya mendongak menatap wajah mereka satu persatu.

"Jadi kenapa semua peraturan itu dilanggar?" Tanya sang kepala sekolah dengan senyuman khas miliknya.

Senyuman yang terukir di wajah pria tua itu begitu membekas pada ingatan milik salah seseorang yang telah mengabdikan dirinya selama beberapa tahun sebagai seorang guru di salah satu sekolah menengah atas terbaik di Negeri Paman Sam.

Hong Jisoo, si siswa pinggiran yang selalu diremehkan atas kemampuan berpikirnya berhasil mencapai setengah dari mimpinya. Kini ia berjalan dengan rasa penuh percaya dirinya membawa beberapa barang bawaannya serta sebuah surat panggilan pekerjaan barunya. Senyumannya terus berkembang seakan tak akan ia biarkan untuk menghilang.

Ia kembali memijakan kakinya di sekolah yang menjadi tempatnya menimba ilmu. Ia melepaskan pekerjaan yang jauh lebih menjanjikan untuk hidupnya, seminggu yang lalu ia menerima sebuah surat yang menyatakan bahwa ia diterima sebagai seorang guru di Effergrin, seminggu yang lalu juga ia melayangkan surat pengunduran diri teruntuk sekolah ternama tempatnya bekerja.

Ini bukan tentang penghasilan ataupun pencapaian.

Ini hanya tentang sebuah mimpi yang dicetuskannya di tempat ia berdiri saat ini.

Ini tentang pertaruhannya bersama si Choi dan Si Yoon yang akan membuahkan hasil di satu tahun kedepan. Entah siapa yang akan memenangkan hal tersebut, tapi kemenangan itu tentu akan ia kejar untuk memenuhi mimpinya.

"Semua orang berhak dapet fasilitas pendidikan yang sama. Ini bukan tentang siapa yang punya uang lebih banyak, atau siapa yang berhasil dapet juara olimpiade. 12A 12B 12C seharusnya punyak hak dan kewajiban yang sama sebagai seorang siswa Effergrin" Jawab Jisoo di tengah rasa sakitnya.

"Semua sistem di sekolah ini sama persis kaya hukuman yang kita terima sekarang. Pihak yang paling dirugikan disini Shua, dan Seungcheol sama sekali gak tau rasa sakit di telinga kita sekarang" lanjut Jeonghan seraya meringis kesakitan.

"Lepas..."

Seungcheol serta Jeonghan melepaskan tarikan tangan keduanya bersamaan dengan Jeonghan serta Joshua yang langsung meraih telinga mereka yang memunculkan warna merah pekat akibat tarikan yang keduanya terima sedari tadi.

"Kenapa gak coba untuk ngerubah peraturan Effergrin?"

"Gak ada yang bisa" keluh Seungcheol yang hanya dibalas kekehan dari sang kepala sekolah.

"Pernah coba?"

Ketiganya menggelengkan kepalanya bersamaan, "kalau gitu coba, —" tunjuk sang kepala sekolah ke arah sebuah figura berisikan sebuah potret seorang guru dengan fitur wajah tegas miliknya. Ketiganya menoleh perlahan ke arah figura tersebut,

"—Guru yang ada di figura itu, punya andil besar dalam pembuatan peraturan Effergrin, jadi kenapa gak coba untuk beberapa tahun kedepan? Buktiin kalau semua siswa berhak dapet fasilitas pembelajaran yang sama"

"Jadi masih ideologis?"

Pertanyaan tersebut berhasil membuyarkan ingatan Jisoo tentang sang kepala sekolah. Ia menoleh lalu mendecih pelan saat dua figur hadir di hadapannya tak jauh berbeda dari saat terakhir kali ia menatap keduanya.

"Kelihatannya?"

"Masih, cukup terlihat ideologis untuk seorang guru sekolah elit di Amerika yang justru memilih untuk mengundurkan diri demi menjadi guru kelas C di Effergrin"

Ketiganya kembali bertegur sapa setelah jarak sudah cukup lama memisahkan ketiganya.

"Kita bertaruh, 8 sampai 10 tahun lagi, kita kembali lagi kesini. Siapa yang lebih sukses menjadi pemenangnya"

Tak ada arti sukses selain merubah peraturan yang merusak hak kesetaraan para siswa. Dan satu-satunya cara merubah hal tersebut adalah menjadi seorang guru terbaik, dengan syarat kelas didiknya harus mendapatkan nilai tertinggi.

Choi Seungcheol mungkin berdiri gagah tepat di garis start. Mendidik para siswa dengan latar belakang yang sama dengan dirinya sewaktu sekolah menengah atas mungkin bukan tantangan yang sulit baginya.

Yoon Jeonghan berdiri tepat 5 meter di depan garis start. Mendapatkan kelas yang diisi oleh para siswa berprestasi mungkin akan menguntungkan posisinya di perlombaan ini. Kelasnya dapat dengan mudah meraih title sebagai kelas dengan nilai ujian tertinggi.

Hong Jisoo berdiri 5 meter di belakang garis start. Kelasnya mungkin hanya diisi oleh 5 orang siswa yang berasal dari daerah pinggiran, namun ia tentu saja belum mengetahui tantangan apa yang akan menunggunya setelah ini.

Ketiganya kembali di tempat ini, ketiganya tentu masih berpegang teguh pada tujuan untuk memperbaiki sistem pendidikan yang terasa dicederai di sekolah bergengsi di kota ini.

Tak ada yang mengetahuinya,

Bagaikan jarum jam, tak ada yang mengetahui pasti siapa yang bergerak terlebih dahulu, siapa yang akan memiliki kecepatan berlari lebih cepat.

Effergrin lagi-lagi menjadi tempat perjuangan ketiganya.

Wild Flower [SVT]Where stories live. Discover now