7. You shouldn't see that

147 117 69
                                    

Happy Reading 🥂

🎥 ~ ~

Plak!

Sebuah tamparan melayang pada pipi Delancy.

Siapa lagi yang berani melakukan hal ini kepadanya selain Tryon, suami tercintanya.

Tapi untuk kali ini Delancy merasa ia memang pantas mendapat tamparan dari Tryon.

Dia, hampir saja membunuh Baby A!

Karena ketiduran saat menyusui Baby A, hidung Baby A jadi kesulitan mengambil nafas karena ke tekan oleh gunung kembarnya.

Untungnya Tryon yang baru saja masuk ke dalam kamar langsung bergegas menolong Baby A.

"SEKALI LAGI KAU HAMPIR MEMBUNUH PUTRAKU DELANCY!" bentak Tryon yang suaranya mampu terdengar sampai ke seluruh penjuru rumah ini.

Yang dikatakan Tryon memang benar. Ini bukanlah kali pertamanya ia hampir membunuh putranya sendiri. Ini adalah kedua kalinya!

Waktu pertama kali ia mendapat maaf dari Tryon. Tapi entahlah yang kedua ini.

Delancy pikir setelah ia hamil dan melahirkan seorang pewaris untuk Tryon, hidupnya akan bahagia. Lagipula ia pikir Kiara, saingannya sudah diceraikan oleh Tryon, jadi Tryon akan fokus kepadanya dan Baby A saja.

Tapi faktanya Tryon justru terlalu fokus pada pekerjaannya, dan selalu pulang larut malam. Delancy yang pernah dikhianati oleh Tryon tidak bisa berpikir jernih. Ia selalu saja ketakutan di saat-saat tertentu, ia takut jika tiba-tiba Tryon kembali menikah dengan wanita lain.

Bukankah penyakit berselingkuh itu tidak bisa dihilangkan?!

Delancy trauma!

Dia stress memikirkan ketakutannya sendirian!

Ada satu hal yang tidak pernah Tryon ketahui.

Sejujurnya Delancy memang sudah mengalami baby blues.

Bahkan sejak lahirnya Lenora ke dunia ini.

Tapi Tryon tidak pernah benar-benar memikirkan kondisinya sejak dulu.

Meski faktanya Tryon memang mencintainya tapi bukan berarti Delancy tidak pernah mendapatkan kekerasan fisik dari Tryon. Jadi bukan hanya Lenora yang mendapat kekerasan fisik dari Tryon, tapi Delancy juga.

Beberapa kali dan bahkan lebih sering lagi setelah kelahiran Lenora ia mendapat kekerasan fisik dari Tryon.

Yang Tryon pikirkan hanyalah tentang kekuasaan, uang, dan pewaris.

Tryon memang sangat bersikap posesif pada Baby A. Tapi tidak pernah mengkhawatirkan atau sedikit memikirkan kondisi istrinya

Delancy memang sudah tidak sehat.

Ia sakit secara fisik dan mentalnya sudah lelah.

Makanya sekalipun ia kasihan melihat Lenora mendapat kekerasan dari Tryon, Delancy tidak berani ikut campur.

Dia sendiri saja tidak bisa melindungi dirinya sendiri, bagaimana bisa ia melindungi Lenora!

Melihat Lenora tumbuh dengan baik dalam pengawasan Elana saja, Delancy sudah sangat bersyukur.

"DELANCY?! KAU DENGAR AKU TIDAK?!"

Nada tinggi yang Tryon gunakan, membuat Delancy yang tadinya sedikit melamun jadi kembali sadar.

"Iya, Tryon." Lirih Delancy.

"AWAS SAJA JIKA SEKALI LAGI KAU MEMBAHAYAKAN NYAWA PEWARIS KU, AKU TAK SEGAN-SEGAN UNTUK MEMBAWA BABY A PERGI DARI SINI!" ancam Tryon yang tidak main-main.

Delancy langsung terduduk lemas.

Ia tidak sanggup jika harus berpisah dari Baby A sekaligus Tryon, suaminya!

"Kalau begitu bawa aku ke psikiater, Tryon!" sahut Delancy tiba-tiba.

Jika Delancy tidak ingin kehilangan kedua orang berharganya dalam hidup ini, ia harus berusaha untuk sembuh.

"Apa maksudmu?!" Nada suara Tryon terdengar lebih lembut kali ini.

Tak kunjung mendapat jawaban Tryon memegang kedua bahu Delancy dengan kasar.

"Jelaskan!" Titah Tryon dengan nada menuntut.

"Aku butuh seorang psikiater untuk menyembuhkan mentalku yang terluka Tryon!"

"Kau tidak gila Delancy!"

"Aku memang tidak gila Tryon?! Tapi bisa saja suatu saat nanti kalau kondisi mentalku memburuk aku bisa gila!"

Tryon meraup wajahnya sendiri dengan kasar.

"Jangan bilang kau terkena baby blues?!"

Delancy tersenyum miring. "Memangnya kau pernah memikirkan keadaanku secara fisik dan mental Tryon?!"

"Sepertinya kau memang sedari dulu memang tidak pernah mencintaiku. Kau hanya mengatakan kata 'cinta' padaku agar aku bahagia dan mau memberimu seorang pewaris, karena sebenarnya wanita yang kau cintai sudah bahagia bersama pria lain," lanjut Delancy.

Mata Tryon berkilat marah.

"Kau meragukan cinta ku padamu Delancy?!"

"Tentu saja," jawab Delancy dengan berani. "Karena kalau kau benar-benar sudah melupakan wanita dimasa lalu mu, dan kau sudah benar-benar mencintaiku. Kau tidak akan meniduri Kiara atau mencari wanita mainan diluar sana!"

Plak!

Pyar!

Sebuah tamparan melayang kembali di pipi Delancy tentunya bersamaan dengan melayangnya sebuah guci ke tubuh Delancy.

Air mata Delancy menetes saat merasakan sakit di beberapa bagian tubuhnya karena terkena pecahan guci tadi dan di pipi nya terasa kebas karena tamparan Tryon yang memiliki tenaga besar.

Belum puas rupanya, Tryon melangkah mendekati Delancy lalu tanpa aba-aba langsung mencengkram dagu Delancy.

"Dengar baik-baik. Kau ku nikahi memang untuk melahirkan seorang pewaris. Tapi aku tidak sebrengsek itu untuk mendapatkan pewaris tanpa mencintai ibunya sebelum dia lahir Delancy! Dan soal Kiara, aku sudah pernah menjelaskan bukan, kalau aku dijebak oleh wanita menjijikkan itu. Bahkan aku ragu jika Kean adalah putraku, karena dia bukan hanya melakukan itu padaku! Jadi setelah ini stop untuk membahas tentang Kiara dalam rumah tangga kita." Tryon membisikkan tepat di telinga Delancy.

"Sepertinya kau benar-benar stress Delancy. Aku akan mengantarkan Baby A ke Mom terlebih dahulu, setelah itu kita akan pergi ke psikiater!"

Tryon akan membuktikan bahwa cintanya hanya untuk Delancy seorang. Bahkan cintanya di masa lalu tidak sebesar cintanya kepada Delancy. Hanya saja ia memang tidak bisa mengatur emosinya kepada siapapun itu termasuk pada orang tuanya maupun pada orang yang paling ia cintai.

Tryon berencana akan menemani Delancy sampai sembuh dan ia akan menitipkan Baby A kepada Hera, Mom-nya.

"Lati, bersihkan semua ini dan bantu Delancy untuk bersiap-siap. Jangan lupa obati lukanya. Saya tidak mau tau pokoknya saya kembali ke sini semuanya harus sudah selesai!" Titah Tryon pada pembantu yang paling sering ada disisi istrinya.

"Baik tuan."

Setelah itu Tryon langsung pergi dengan menggendong Baby A.

Tanpa mereka sadari ada bayi cantik yang berusia 2 tahun lebih beberapa bulan menyaksikan kejadian tadi sedari awal.

Ya, Lenora menyaksikan semuanya!

Menyaksikan adegan kekerasan fisik yang seharusnya tidak ditonton oleh anak seusianya.

Seharusnya Lenora menyaksikan kartun lucu di televisi, bukannya malah menyaksikan ini semua!

Tapi hebatnya bukannya merasa trauma, bayi cantik dengan otak pintarnya itu malah penasaran dengan kata 'psikiater'.

Apa itu psikiater?

🍭

*Noted : adegan bukan untuk ditiru
Dan bagaimana pun seorang bayi harusnya tidak boleh melihat hal-hal seperti itu (kekerasan fisik)

LENORAWhere stories live. Discover now