FAKTA

263 18 1
                                    

•••

Asap tipis dari cangkir coffe itu melambung ke udara. Sore ini hujan turun di kota Jogja. Hening adalah kata yang mendeskripsikan suasana saat ini, di tambah kedua insan manusia yang duduk berhadapan tanpa saling bicara.

Sang wanita menatap keluar jendela sambil meremas ujung dress nya. Sedangkan sang lelaki menatap wanita di depannya dengan gurat wajah marah namun terdapat juga rindu.

"Kenapa kamu pergi waktu itu?" Abyasa membuka pembicaraan.

Adzana menghela nafas. "Saya kesini buat bahas pekerjaan."

"Ada banyak yang harus kita luruskan."

"Gak ada." Adzana menjawab cepat. Matanya menatap marah dengan nafas memburu. "Semuanya udah selesai sejak enam tahun lalu. Saya ninggalin kamu. Harusnya kita gak lagi ketemu." Ucapnya.

"Kamu cinta saya. Itu yang kamu bilang di surat terakhir kamu untuk saya. Gimana bisa saya lepasin kamu gitu aja?" Tanya Abyasa.

"Kita gak bisa sama-sama,"

"Kita bisa sama-sama." Tekan Abyasa. "Kita bisa sama-sama andai kamu gak pergi gitu aja. Kita masih bisa berjuang."

Adzana menunduk, Abyasa menyalahkan nya atas perpisahan mereka. "Kamu tahu, ada hal lebih penting yang harus aku lindungi di banding cinta."

Abyasa terdiam menatapnya.

"Awal aku setuju buat berhubungan sama kamu, seharusnya kamu tahu bahwa yang aku lakukan semata-mata untuk uang. Dan aku ninggalin kamu juga karna alasan itu." Gadis itu melanjutkan.

"Gak masuk akal." Saut Abyasa.

"Hidupku lebih berat di banding kamu. Semuanya masuk akal kalau kamu ada di posisi aku, Abyasa." Ucap Adzana.

"Kakek yang membuat kamu pergi." Ucap Abyasa.

Adzana mematung. Abyasa ternyata tahu soal itu.

"Jangan membuat kesan seolah kamu menjual harga dirimu hanya karna uang. Aku tahu kamu di paksa pergi." Ucap Abyasa.

Adzana menunduk dengan Isak tangis yang tidak lagi tertahan. Kedatangan Abyasa setelah enam tahun berlalu membuat usaha nya membunuh perasaan cintanya sia-sia. Laki-laki itu datang dengan mengorek lagi kenangan lama. Mengingatkan Adzana betapa sakitnya ketika Adzana harus melepaskan nya.

"Kita gak boleh sama-sama." Adzana menggeleng dengan isakan tangis.

"Kenapa?"

"Aku takut, Abyasa. Keluarga mu, kakekmu, dan orang-orang yang berada di sekelilingmu, aku takut." Ucap Adzana.

"Kamu pengecut. Kamu menyembunyikan banyak hal dari aku. Kamu ketakutan sendiri padahal ada aku samping kamu. Kamu egois karna selalu bertindak sendiri dan meninggalkan aku begitu saja." Ucap Abyasa dengan nafas memburu. "Adzana. Jika memang kamu ingin mengakhiri hubungan kita, gak seharusnya kamu merancang hari terakhir kita bersama dengan begitu manisnya. Kamu sengaja ingin meninggalkan luka di hidup aku." 

Adzana menggeleng.

"Kamu sama dengan perempuan lain. Tidak tahu diri. Tidak tahu terimakasih. Tidak tahu rasanya di cintai dan menghargai orang yang mencintai kamu. Kamu perempuan jahat, Adzana." Hina Abyasa. 

Adzana semakin sesak di tempat duduknya. Abyasa menumpahkan seluruh amarahnya pada Adzana. Adzana tidak melawan, dia juga berfikir dia pantas mendapatkan semua ini. 

Air mata itu menetes di wajah cantiknya. Gadis itu mengangguk. "Aku tahu. Itu sebabnya enam tahun ini aku gak pernah bahagia. Aku ngerasa bersalah." Ucapannya membuat wajah marah Abyasa berubah. 

"Di hari kepergianku, aku menangis di sepanjang langkah aku pergi ninggalin kamu. Aku ingin kembali ke kamu, aku gak mau pergi. Tapi aku gak bisa, Abyasa. Kita gak bisa sama-sama. Aku cuma minta semoga kamu bahagia meskipun aku tahu kalau setelah itu aku yang gak akan pernah bahagia." Gadis itu terisak. 

Amarah Abyasa hilang, namun sesak juga ikut merayap ke dadanya. Kenapa mereka harus mengalami perpisahan semenyakitkan ini jika keduanya masih saling mencintai. 

"Apa yang kakek lakuin ke kamu sampai kamu pergi ninggalin aku? semurahan itu harga dirimu sampai kamu rela menukarnya dengan hubungan kita?" Tanya Abyasa.

Meski sakit Adzana mengangguk. "Kakek kamu bilang dia akan mengembalikan setengah harta keluargaku. Dan saat itu, akan aku lakukan apapun demi keluargaku. Dia bilang aku gak seharusnya dengan kamu. Dia bilang kamu bisa bahagia tanpa aku. Dan jika aku tidak pergi, maka dia akan melakukan apapun yang akan menyulitkan hidup keluargaku." 

"Kamu fikir aku punya apa saat itu? Aku gak punya pilihan apa-apa selain pergi. Aku takut dengan keluargamu Abyasa. Dan hubungan yang kamu bicarakan, apa yang bisa aku andalkan dari hubungan semu kita saat itu?" 

"Aku patah hati jika aku meninggalkan kamu. Tapi juga terlalu mengerikan kalau aku bertahan. Karna kamu itu semu, kamu gak pasti." Ucap gadis itu. 

"Kenapa kamu gak percaya dengan aku?" 

"Karna aku gak tahu apa isi hatimu. Aku gak tahu seberapa besar niatmu untuk mempertahankan aku. Aku gak tahu, dan gak pernah ku temukan itu. Karna hubungan kita di mulai dari kepalsuan." Adzana menunduk. Setiap kata yang dia ucapkan membuat dadanya sesak. "Apa yang bisa aku harapkan saat itu? satu-satunya hal yang bisa aku lakukan adalah pergi, Abyasa." 

Abyasa menatapnya dengan sorot dingin. "Jadi begitu. Alasan itu yang membuat kita jadi semenyedihkan sekarang? Karna ketidak percayaan kamu terhadap hubungan kita. karna ketidak becusan aku meyakinkan kamu tentang perasaanku. Dan tentang kakek." 

Abyasa berdiri, merapikan jas yang ia kenakan. "Seperti yang kamu bilang, bahwa aku harus bahagia walaupun kamu gak lagi ada bersamaku. Satu-satunya hal yang menghambat aku bahagia adalah karna kepergian kamu. Sekarang aku sudah tahu apa alasan dibalik kepergianmu." Abyasa mengangguk. Adzana menatapnya dengan pandangan terluka. 

"Aku akan bahagia. Dengan atau tanpamu, aku akan bahagia sekarang." Ucap Abyasa sebelum meninggalkan Adzana sendirian di cafe itu. 

Luka. Luka lamanya terbuka lagi. Kali ini lebih besar, dan Adzana tidak tahu lagi bagaimana dia harus menyembuhkannya. 

Bersambung.

Falling First [TAMAT]Where stories live. Discover now