⊹ ventidue ⊹ ²²

19.6K 1.4K 15
                                    

Pagi mereka yang harusnya di isi dengan suara tawa dan suasana bahagia kini yang terjadi adalah sebaliknya.

Untungnya setalah tadi Ezra yang tiba tiba melompat begitu saja masuk kedalam kolam ia tak mendapatkan luka apapun pada tubuhnya, hanya saja bagian hidung yang terasa perih karena anak itu tak sengaja menghirup air kolam saat tercebur.

Melihat tangis anaknya yang tak kunjung mereda karena rasa perih yang di rasakan membuat Anita ikut merasa panik, ia usap pelan hidung Ezra yang sedikit memerah. Di sampingnya sang suami sedang berusaha menenangkan keduanya.

Elio yang tak tahu harus berbuat apa akhirnya memilih mengambil kamera yang ia bawa. Ia mulai menyalakan kamera dan memvideokan apa yang keluarganya kini lakukan, dengan tingkah konyolnya Elio malah tertawa dan merekam adiknya yang sedang menangis.

"Guys liat ada yang nangis, cengeng banget ngga sih." Remaja yang akan beranjak dewasa itu mendekatkan kameranya pada Ezra hingga hanya terlihat bagian hidung saja.

"Ahahaha, hidungnya merah guys, kayak badut."

"Huaaaa, mamaa." Ezra semakin mengeraskan tangisnya, ia tenggelamkan wajahnya pada ceruk leher Anita agar Elio tak bisa melihat hidungnya yang memerah seperti badut.

"Abang udah dong, jangan bikin adeknya tambah nangis." Elio masih cekikikan, ucapan Anita bagaikan angin lalu di telinganya. Masuk kuping kanan keluar kuping kiri.

"Adek lihat sini, biar mukanya keliatan di kamera."

"Papaa, abang nakal hiks." Ezra menatap Arjuna seolah meminta pertolongan dari jahilnya Elio.

Arjuna yang tak tega memilih mengambil alih Ezra dari istrinya, ia gendong pelan dan bawa berjalan ke sekitar halaman villa ini, jangan lupakan di belakangnya ada Elio yang masih setia memegang kamera yang sedang merekam, "Aduh bungsu papa, ada aja tingkahnya."

"Kita liat burung mau?" Merasakan anggukan pelan pada bahunya, Arjuna melangkahkan kaki pada sebuah kandang burung besar. Jika di lihat sepertinya ini burung kakatua, bulunya putih bersih dan terlihat sangat terawat.

"Adek coba bicara sesuatu, nanti burungnya ngikutin."

Ezra sepertinya mulai tertarik, ia angkat pelan wajahnya, "benelan, hiks, Pa?"

"Iya sayang, coba dong."

Meski tampak ragu, Ezra akhirnya menuruti ucapan Arjuna. "Halo."

'halo, halo'

Badannya tersentak kaget saat burung kakatua besar yang ada di depannya menuruti apa yang ia ucapan, meski takut namun perlahan senyum mulai tersungging di wajahnya.

"Kelen ya pa." Arjuna terkekeh melihat tingkah polos anaknya.

"Adek tau itu namanya burung apa?" Ezra menggeleng, ia belum pernah melihat burung yang seperti ini sebelumnya.

"Ini namanya burung kakatua." Ezra menatap penuh minat pada burung putih itu yang kini sedang asik memakan makanannya.

Ia sodorkan pelan salah satu jari kecilnya untuk masuk kedalam kandang sang burung, namun hal yang tak di inginkan justru terjadi. Entah karena terganggu atau bagaimana, burung itu malah mematuk salah satu jari Ezra yang masuk kedalam kandang membuat tangisnya yang sempat hilang kembali muncul.

Dengan cepat ia tarik jarinya keluar, "huaa papa, akitt." Ia tunjukan jari telunjuk yang memerah pada Arjuna.

"Astaga dek, ada ada aja sih."

"Kitt paa, hiks." Ucapannya jadi tak jelas karena suara tangisnya.

Berbeda dengan Arjuna yang kini sedang mengkhawatirkan kondisi anaknya yang kembali menangis, Elio kini dengan susah payah menahan tawanya agar tak terdengar. Sejujurnya ia memang agak khawatir, namun melihat ekspresi adiknya yang sangat menggemaskan membuat ia tak bisa menahan tawanya.

Ezra, anak bungsu. [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang