DANGEROUS BOY\2

10 0 0
                                    


Belva melangkah keluar kelas begitu saja padahal bu mirna dosen mata kuliah psikologi belum juga meninggalkan kelas, Belva tak hentinya menggerutu ditengah koridor yang masih sepi itu, masalah kemarin mungkin sudah papanya  ketahui, ia ingin memastikannya langsung pada asisten pribadi papahnya.

"MAU JADI JALANG, KAMU?!"baru saja Belva membuka pintu ruangan mamanya, Angel langsung saja menarik lengan Belva.

"Damn it,"Belva berdecak pelan melihat kehadiran seorang perempuan dengan setelan jas putih deipadukan rok sepan selutut berwarna senada, menonjolkan pribadinya sebagai sosok perempuan sosialita di ruangan itu, padahal niatnya tadi hanya ingin menemui Suryo asisten papanya untuk menyelesaikan masalah semalam yang ternyata sudah tersebar luas di media sosial karna sebuah foto yang memperlihatkan dirinya tengah melakukan hal tidak senonoh dengan seorang lelaki.

PLAKK

"Kerjatannya cuma malu-maluin keluarga aja"Belva mengepalkan kedua tangannya menahan amarah.

"Setelah ini saya tidak ingin mendengar kekacauan apapun yang dapat mencemarkan nama baik keluarga, kejadian di masa lalu apakah belum cukup untuk membuatmu puas "peringatan penuh penekanan keluar begitu saja dari mulut mamanya sendiri yang entah masih layak ia panggil mama. 

setelah kepergian Angel air mata yang coba ia tahan perlahan mengalir dipipinya yang terasa perih akibat tamparan Angel tadi.

"BRENGSEK"

Belva menendang kursi yang ada di depannya membanting apapun yang ada di sekitarnya, kakinya tak mampu lagi menopang berat tubuhnya sendiri, ia terduduk menjambak rambutnya kasar hingga terlihat beberapa helai rambut dijari jemarinya. mungkin, sampai Belva matipun keadaan akan tetap sama, Angel yang hanya menganggap dirinya bencana dan tetap meng-Anak emaskan Anggi saudara kembarnya yang sudah meninggal 2 tahun lalu.

"Sampek kapan sih, gua capek gini terus,hiks...hiks" Belva mengusap air matanya kasar.

"Belva anak mama juga, kapan mama bisa nerima posisi Belva"air mata yang tak ingin ia perlihatkan pada dunia sekalipun kini tak mampu ia tahan tangisnya pecah diruang rektorat itu. sepasang mata hazel memperhatikan Belva lekat, ada kobaran amarah yang amat sulit dijelaskan di kedua bola matanya, tangannya mengeras menahan amarah yang begitu besarnya.

"Darah harus dibalas darah" bisik si pemilik mata hazel penuh penekanan. 

Belva meraih kursi disebelahnya untuk membantunya berdiri, ia bukan wanita lemah dan bukan hanya kali ini ia diperlakukan berbeda oleh mama kandungnya sendiri, sudahlah, masalah semalam untuk apa ia perpanjang, baik Angel maupun Paulo saja belum tentu peduli padanya, untuk apa ia memperdulikan dirinya sendiri jika hidupya saja terasa tak ada arti lagi. Mobil bugatti divo metalik milik Belva membelah jalanan padat siang itu, dengan gesitnya Belva menyalip beberapa kendaraan yang dilaluinya, Belva pergi begitu saja setelah kejadian tadi, Belva yakin Fania pasti akan mengomelinya habis habisan seelah tau ia bolos mata kuliah yang masih tersisa. Belva membelokkan mobil dengan harga selangit itu menuju Vin-club, tempat yang biasa menjadi pelarian Belva ketika masalah yang sama terulang.

"Ko, white velvet kayak biasa" Belva mendudukkan dirinya dihadapan Riko, bertender man yang sudah lama ia kenal dan sangat paham tabiat Belva yang selalu menjadikan wine dan dunia malam sebagai pelarian.

"Beng, lo gak papa?"seorang cowok berjaket denim dengan gaya rambut mulled itu terlihat kaget melihat penampilan Belva yang cukup kacau, bagaimana tidak jika sejak dari kampus make up juga pakaiannya sudah tak karuan, tak heran orang yang melihtanya akan beranggapan dia tidak waras.

"Vino, bukannya kemaren lo masih ada di jepang ya?"Belva terlihat kaget melihat kedatangan teman dekatnya selain Fania,ia segera mengusap sisa air matanya tak ingin Vino sadar ia sedang kacau, namun Vino tidak sebodoh itu untuk percaya Belva baik baik saja.

"Nyet orang nanya malah nanyak balik" Vino duduk tepat dihadapan Belva, menyodorkan segelas wine yang diantarkan oleh Riko.

"nothing"

Vino tersenyum simpul mendengar respon Belva yang mencoba berbohong padahal dari matanya saja orang tau jika ia tengah menahan sesuatu.

"Oke, kalok lo mau cerita gua siap dengerin kok"

"Thanks"Belva meminum white velvetnya dengan sekali tegukan.

"Kayaknya lo frustasi berat, kalok mau nambah mending diruangan gua aja, capek gua teriak mulu dari tadi" kembali Vino berbicara dengan nada tinggi agar suaranya tak teredam oleh dentuman musik.

selama Belva main di club milik Vino ini,seringkali Belva menginjakkan kakinya diruangan pribadi cowok itu, meski begitu Vino tidak pernah mengambil kesempatan disaat dirinya mabuk berat.ia begitu bersyukur memiliki Vino teman masa kecilnya itu.

Belva mengedarkann pandangannya keruangan yang terletak di lantai teratas itu yang ternyata disulap menjadi sebuah kamar yang begitu luas tanpa sekat yang menjadikan kamar bernuansa estetik terasa lebih leluasa, dengan tempat tidur king size yang berada ditengah tengah ruangan tepat di depan sebuah dinva menghadap dinding kaca transparan yang memperlihatkan pemandangan kota dan pantai di sisi kanananya. 

"Damai banget hidup lo Vin, gua mah boro-boro damai, setiap hari aja rasanya pengen loncat dari sini" Vino tertawa mendengar celetukan Belva, masalah gadis itu terlalu rumit memang Vino pun tak tau harus berbuat apa.

Belva meraih botol yang ada di tangan Vino, meneguknya seolah itu hanya air putih, ia tersenyum melihat pemandangan kota di hadapannya.

"Beng, jangan kemana mana gua angkat telvon dulu"

"Oke" jawab belva sembari mendudukkan diri di sofa empuk dekat jendela.

Vino terlihat serius berbicara dengan seseorang dibalik telvon, sesekali kornea matanya melirik Belva yang tengah memainkan remot AC di atas meja bundar.

"PIN, MENURUT LO GIMANA SI RASANYA TERBANG," Belva beralih dari duduk menjadi berdiri di atas sova yang ia duduki tadi, Vino yang masih fokus pada handphone nya hanya mengangguk tanpa paham apa yang Belva maksud.

PRANKKK

 "Anjirr LO GILA YA" Vino reflek melempar hpnya dan berlari manarik lengan Belva, ia terjatuh tepat kepelukan Vino, cowok itu mengelus bahu Belva pelan. untung ia melihat tadi, jika tidak, mungkin bukan hanya cewek itu yang terbang nyawanya juga akan melayang.

"Apaan sih orang pengen nyari angin doang" Belva nyengir seakan tak pernah melakukan kesalahan, tak salah lagi cewek itu sudah terpengaruh alkohol.

Vino melepas pelukannya dan kembali menddukkan Belva di sova tadi, semua jendela bahkan korden Vino tutup.

"Ok lo mabuk, jangan kemana mana sampek gua bersihin pecahan botolnya" Vino memungut hp nya kembali, terlihat panggilan yang masih berlangsung tertera di layar depan.

"Cepet kesini gua perlu bantuan lo"



I'M NOT MEWhere stories live. Discover now