20. Hanagasumi

78 10 0
                                    

"Thank you," tukas Fara seraya menerima sekaleng minuman ringan bersoda tanpa gula yang disodorkan Christoff. Tadi baru saja dibelinya dari vending machine dekat toko kelontong di arah persimpangan jalan.

Yukata kini telah membalut tubuh mereka. Menjelang petang selepas menikmati jalan-jalan di Naka-senbon[1], keduanya memutuskan untuk check in di sebuah ryokan[2] yang sebelumnya sudah direservasi.

Selepas santai di pemandian air panas onsen dan menikmati makan malam yang disajikan oleh pihak pengelola ryokan, mereka akhirnya memutuskan untuk jalan-jalan di sekitar pemukiman warga lokal. Sekadar jalan santai untuk menurunkan gilingan di perut.

"Jadi, lusa kamu langsung ke Kyoto dari sini?" tanya Christoff

"Iya."

Kemudian terdengar suara desis halus soda dan bunyi 'kluk' dari segel kaleng yang terbuka.

"Ada pemotretan?"

"Iya, buat spring lookbook," jawab Fara lagi.

Christoff manggut-manggut tipis. Keduanya kemudian duduk-duduk di bangku kayu depan kios penjual yokan[3] yang sudah tutup.

"Kalau foto buat katalog atau buat lookbook, kamu bisa foto berapa banyak, Ra?" tanya Christoff penasaran. Lagi dan lagi, ada banyak sisi lain yang ingin ia intip dari dunia baru gadis itu.

"Wah, bisa ratusan," tukas Fara. Wajahnya kemudian menunjukkan ekspresi riang yang seketika membuat Christoff gemas.

"Hee? Maji de? Itu sesi foto apa layer wafer?" tanya Christoff setengah bercanda. Tagline iklan merk wafer terkenal yang dilontarkannya itu lantas membuat tawa riang Fara meluncur.

"Dulu malah saya pernah foto katalog seminggu full sampai beratus-ratus outfit. Udah nggak tau lagi, deh, berapa banyak total foto sama pose-nya. Badan sampai pegal-pegal," tanggap Fara.

"Kalau saya yang disuruh kayak gitu, baru lima outfit kayaknya sudah mati gaya duluan."

"Bukan mati gaya lagi, baru juga dua kali pose, sudah disuruh keluar set sama fotografernya."

Selorohan Fara spontan membuat Christoff tergelak. Bukan rahasia lagi, kawan lamanya itu memang sudah persis seperti robot kaku kalau disuruh berpose di depan kamera.

Keduanya kemudian sama-sama meneguk lagi cola di dalam kaleng. Angin malam yang sejuk kembali bertiup pelan, melambungkan suara-suara kerikan serangga nokturnal di kejauhan.

"Fara," tegur Christoff.

"Ya?"

"Apa Jepang sudah jadi runway impianmu?"

"Hmm, belum, sih," jawab Fara, kemudian terlihat meneguk cola-nya lagi.

"Di mana runway impianmu?"

Padangan Fara kemudian bergulir pada langit gelap di kejauhan, seperti menerawang ke sebuah tempat yang jauh. Segaris senyum kemudian terbit.

"Milan, Chris," jawab Fara tatkala tatapan matanya kembali pada sepasang bola mata teduh Christoff.

Pemuda itu perlahan menyematkan senyum. Mendengar sang pemilik paras jelita menceritakan salah satu impiannya adalah hal yang membuat batin Christoff ikut bahagia dan dipenuhi harapan yang sama juga.

Christoff sekilas mengusap puncak kepala Fara seraya berkata, "Suatu saat kamu akan ada di sana, Ra. Saya akan lihat kamu jadi top model dunia."

Perasaan hangat lagi-lagi melambungkan Fara begitu tinggi. Rona-rona merah muda serasa memenuhi relung-relung hati. Sorot mata Christoff di detik itu seketika mengingatkan Fara akan hari silam. Segaris binar yang sama akan selalu ada di sana. Binar yang dahulu dan kini selalu tak pernah berhenti mengingatkan Fara kalau dunia tidak melulu gelap dan dingin.

Soufflé (FIN)Where stories live. Discover now