Delima dan Takdirnya (1)

39.7K 1.4K 17
                                    

Kayuhan sepedaku terhenti ketika melihat segerombolan laki-laki, yang duduk sambil bercanda di pinggir sungai dekat gang perkampungan tempat tinggalku yang cukup padat.

Aku menghela nafas kasar, tanganku menggenggam erat stang sepedaku, mataku menatap lurus gerombolan laki-laki didepanku. Menimang sebentar, apa yang sebaiknya kulakukan saat ini.

Haruskah aku putar balik dan memilih jalan yang lebih jauh untuk pulang kerumahku?

Atau ku lewati saja gerombolan laki-laki itu dengan konsekuensi aku akan dihadang disana?

Karena aku ini pengecut dan tak mau ambil pusing berurusan dengan gerombolan laki-laki dikampungku. Aku memutuskan untuk memilih pilihan pertama saja.

Pulang dengan jalan yang berbeda, walaupun sedikit jauh.

Namun ketika aku berbalik, ban sepedaku malah menabrak sesuatu yang keras. Kulihat kebawah, ternyata sebuah sepatu kulit hitam mengkilap kini kukotori, aku langsung memundurkan sepedaku. Lalu kudongakkan kepalaku mencoba melihat si pemilik sepatu, aku menemukan seorang laki-laki yang menatap diriku dengan tatapan datar tanpa ekspresi.

"Kenapa puter balik?"

Suara laki-laki itu serak dan dalam, yang membuatku menjadi sedikit gugup. Aku mengenal laki-laki didepanku ini.

Nama lengkapnya Idhang Kusna. Aku dan beberapa orang yang mengenalnya memanggilnya Mas A'ang. Mas A'ang ini anak dari guru TPAku dulu sewaktu kecil. Sepengetahuanku Mas A'ang ini adalah seorang guru SMP negeri didaerah dekat perkampungan kamu.

"Emm ...."

Aku ragu untuk menjawabnya. Kulihat Mas A'ang melihat kearah belakangku, dan kurasa dia tau alasanku putar balik tanpa harus kujawab pertanyaannya.

"Bareng saya aja !"

Mas A'ang mengambil alih sepeda yang kupegang, dan melangkah mendahuluiku yang kini malah terdiam seperti habis terkena ilmu sirep.

Tersadar akan keterdiamanku sendiri, aku lalu menyusul langkah panjang mas A'ang yang kini menarik sepedaku menggunakan kedua tanggannya.

Kuperhatikan dari belakang, mas A'ang masih menggunakan seragam guru berwarna coklat yang digunakan pada hari selasa. Sedangkan untuk diriku, menggunakan baju seragam berlogo toko skincare berwarna hijau yang menjadi tempat kerjaku saat ini.

Aku baru lulus SMA tahun ini, tak melanjutkan ke jenjang perkuliahan karena kendala biaya tentunya. Akhirnya kuputuskan untuk langsung mencari pekerjaan saja. Untungnya kala itu, mb Asih tetanggaku, yang juga bekerja sebagai perawat kecantikan di klinik skincare yang sama dengan tempatku bekerja saat ini, menawarkan diriku untuk bekerja disana. Dan sampai saat ini aku masih bertahan di klinik itu.

Kembali pada keadaan saat ini. Aku mulai mendengar suara canda tawa gerombolan laki-laki tadi semakin dekat dan akupun mulai menundukkan kepalaku dalam.

"Wah ... wah!! sekarang udah ada pawangnya nih, anak pelacur satu ini."

Aku mendengar jelas suara salah satu laki-laki yang paling kuhindari dari seluruh gerombolan laki-laki disini.

Namanya bang Emran, seumuran dengan Mas A'ang. Emran ini anak seorang lintah darat terkenal didaerahku. Sehari-hari kegiatannya hanya menongkrong, ngopi atau berputar-putar tidak jelas dikampungku.

"Sombong banget lagi! gak mau nengok!"

Bang Emran kembali berujar, dari sekian banyak laki-laki dikampung ini, memang hanya dia yang paling gencar mengangguku.

Kulihat mas A'ang nampak tidak terganggu dengan ucapan bang Emran dan terus melangkah kedepan, sampai akhirnya gerombolan bang Emran sudah tertinggal jauh dibelakang. Aku berniat untuk mengambil alih sepedaku dari tangannya.

Delima dan TakdirnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang