8.1 Kesepakatan

171 66 5
                                    

Lagi-lagi Nathaniel ingin tertawa saat melihat ekspresi wajah Miss Winter yang begitu kaget ketika mendengar ucapannya.

Yah, itu aneh mengingat selama ini Nathaniel tidak pernah tertawa. Ia memang sudah ratusan tahun menjadi manusia, tetapi tampaknya tertawa tidak menjadi satu paket dalam keadaannya sekarang. Mungkin ayahnya lupa memasukkan unsur tawa dalam kehidupan barunya ini.

Namun, saat melihat Miss Winter, seluruh syaraf di tubuh Nathaniel seakan bereaksi dengan sendirinya. Tidak hanya tentang makan malam dan sentuhan tangannya, tetapi juga bahwa dalam diri Nathaniel sekarang, timbul keinginan konyol karena ia ingin menjadi alasan Miss Winter untuk tertawa, seperti gadis itu menjadi alasan Nathaniel ingin tertawa setelah ratusan tahun.

Sial! Ini jelas tidak baik. Ia harus bicara pada Thomas nanti mengenai emosi-emosi yang sebelumnya tidak pernah Nathaniel ketahui itu. Thomas sudah menjadi manusia jauh lebih lama darinya, pria itu pasti tahu alasan apa yang membuat Nathaniel memiliki emosi semacam ini pada gadis biasa-biasa saja seperti Miss Winter.

"Dari...dari mana Anda bisa menduga hal seperti itu?" tanya Miss Winter akhirnya setelah bangkit dari keterkejutannya.

Matanya masih menatap Nathaniel dengan gugup, tetapi ekspresi wajahnya sudah tidak sekaget tadi.

"Katakanlah...bahkan orang bodoh saja bisa melihat itu dengan sangat jelas? Dan karena aku bukan orang bodoh, aku jelas tahu kau menyukainya."

Nathaniel mengakhiri ucapan itu dengan sebuah senyum manis yang membuat bibir Miss Winter cemberut.

Izzy, batin Nathaniel mengingatkan. Gadis itu biasa dipanggil Izzy oleh orang-orang yang mengenalnya, dan Nathaniel memiliki keinginan gila, lagi!, untuk bisa memanggil gadis itu dengan nama itu juga. Ia ingin menjadi seseorang yang dekat dan mengenal Izzy seperti teman-temannya.

"Memangnya apa bedanya saya di sini dan di UGD? Prince tidak akan pernah memperhatikan saya," sahut gadis itu sambil bersungut-sungut.

Nathaniel sedikit tersenyum, tetapi anehnya, hatinya sedikit tercubit saat mendengar pengakuan tidak langsung itu. Jadi, Izzy memang jatuh cinta pada Jenkins.

Prince! Nathaniel mendengkus. Orang tua macam apa yang menamai anaknya seperti itu? Pantas saja ia menjadi pria yang angkuh dan arogan. Dan ia benar-benar tidak suka saat mendengar Izzy memanggil Jenkins dengan nama itu.

"Dia berkantor di lantai ini, dan aku adalah pasien super naratama. Apa kau tidak punya bayangan bahwa mungkin saja Jenkins akan sering kemari untuk mengunjungiku?"

Izzy menatapnya dengan gugup. Nathaniel tebak, gadis itu sedang membayangkan Jenkins benar-benar datang ke sini. Ah, gadis itu pasti akan bersikap bodoh seperti tadi. Bahkan mungkin akan meneteskan air liur saat melihat Jenkins sering kemari.

"Begini saja, kita buat kesepakatan," ucap Nathaniel lagi ketika Izzy tidak mengucapkan apa-apa.

"Kesepakatan?" tanya Izzy dengan kening berkerut.

Nathaniel mengepalkan tangannya. Ia merasa gatal ingin menyentuh kerutan itu dan menghilangkannya. Izzy tampak semakin muram dengan kening yang berkerut dan bibir yang bersungut-sungut seperti itu.

"Kau merawatku di sini, dan juga setelah aku pulang nanti, dan aku akan..."

"Tunggu dulu!" seru Izzy memotong perkataannya. "Setelah Anda pulang nanti? Apa maksudnya itu?"

Jelas gadis itu akan mendebatnya. Bekerja di rumah sakit mungkin sesuatu yang bisa Izzy terima, tetapi untuk pulang bersama Nathaniel nanti, jelas itu sesuatu yang lain.

"Aku tidak berencana tinggal di sini untuk waktu yang lama," sahut Nathaniel. "Aku orang yang cukup sibuk dan banyak urusan. Dan aku benci rumah sakit."

The Cursed Angel (TAMAT)Where stories live. Discover now