07

3 2 0
                                    

"Mas, kalau aku nyerah aja boleh gak?" Rigel tiba-tiba bertanya kepada Bisma.

"No! Kamu gak boleh nyerah, bocilkuu" Bisma selalu menjawab seperti ini jika Rigel bertanya seputar persoalan menyerah.

"Terus kenapa kamu selalu jawab gini kalau aku nanya atau bilang soal nyerah?" Tanya Rigel lagi, menatap mata Bisma dalam.

"Bocilku, kamu kenapa? Kok tiba-tiba gini..." Bisma membuang muka untuk menghindari tatapan mata Rigel.

"Jawab dan liat ke aku" Rigel menekankan perkataannya.

Bisma tak bisa mengelak lagi, kini ia menatap mata Rigel dan menjawab pertanyaan Rigel "Karena sampai kapan pun aku gak mau kamu nyerah".

"Tapi aku capek, pengen nyerah aja" Rigel kini menundukkan kepala, menatap tanah.

"Jangan..." Bisma langsung menghamburkan diri untuk memeluk Rigel erat-erat seakan tak mau melepaskannya. Bahkan tetesan air mata mulai jatuh membasahi pipi mulus miliknya.

"Mas, kenapa nangis? Jangan nangis... Maaf..." Rigel balik memeluk Bisma erat-erat sambil mengusap-usap punggung Bisma.

"Karena kamu, aku gak mau kalau kamu nyerah. Kamu yang buat aku nangis tapi ngelarang aku buat nangis? Dan jangan minta maaf" -Bisma.

Rigel hanya diam mendengar tutur kata Bisma. Jujur saja Rigel sangat bersyukur karena kehadiran Bisma dalam hidupnya tapi di sisi lain ia bingung akan semuanya. Sebenarnya Rigel ingin sekali menyerah, namun itu tertahan karena adanya Bisma di sisinya. Mungkin jika tidak ada Bisma, ia sudah menyerah dan tiada dari dulu.

Banyak yang tak tau jika Rigel sempat mencoba untuk bunuh diri dengan berbagai cara. Mulai dari mengonsumsi obat-obatan berlebihan dan tidak mematuhi aturan, bercode hingga banyak sekali darah yang keluar, tidak makan berhari-hari bahkan minggu, pernah mencoba loncat dari kamarnya karena kamarnya ada di lantai atas, pernah juga mencoba gantung diri, minum racun, dan masih banyak lagi.

...

"Lo ngerjain apaan? Emang ada PR?" Tanya Dian—Teman sekelas Nisa yang baru saja datang masuk ke dalam kelas.

"Hah?! Enggak! Gak ada PR kok, ini gue cuma gabut aja" Jawab Nisa sambil refleks memasukkan buku tulis yang ia gunakan tadi ke dalam laci mejanya.

"Ohh" Dian meletakkan tas di mejanya.

"Ini kenapa kalau gue nulis-nulis di buku pasti ada yang nanya gue lagi ngerjain apa dan di kira gue lagi ngerjain PR dan padahal enggak" Batin Nisa karena ini bukan yang pertama, ia selalu di tanyai begitu jika sedang menulis di buku tulis miliknya. Padahal Nisa sedang menulis cerita di dalam buku tersebut.

"Sa!" Panggil Yuna sambil tersenyum ke arah Nisa.

"Apa?" -Nisa.

"Gapapa" Yuna meletakkan tas di mejanya dan duduk.

"Na, ini sebenernya gue udah uncrush atau belum ya? Terus ini gue udah move on atau belum ya?" Tanya Nisa sambil berbalik ke arah Yuna.

"Mana gue tau. Kalau gue sih udah" Jawab Yuna singkat.

"Dihhh! Halah, bullshit! Mang eak!? Lo aja masih kelihatan belum uncrush" -Nisa.

"Ihh jahat! Biarin, gue gak peduli" -Yuna.

"Halah! Lo itu kalau belum yakin, yakinin hati lo dulu. Jangan asal ngomong udah uncrush" -Nisa.

Aku, Kamu dan Jogja (END)Where stories live. Discover now