15. Arsenik⚠️

3.8K 42 3
                                    

"Keracunan arsenik?!" Toni dan Luca terkejut secara bersamaan.

"Iya, saya tidak tahu bagaimana beliau bisa terkena arsenik. Arsenik sangat susah didapatkan sembarangan kecuali sudah dipesan khusus untuk tujuan tertentu," ungkap seorang dokter yang memeriksa keadaan Kiano.

Luca memegang dagunya dan berusaha untuk memastikan sesuatu. "Arsenik bisa terlarut melalui air, udara dan tanah. " Ia mulai berbicara tentang pengetahuan yang ia dapatkan semenjak menjadi mahasiswa kedokteran.

"Iya benar sekali, Tuan. Untung saja dia hanya mengonsumsi arsenik dalam jumlah sedikit, kalau tidak Tuan Kiano akan mengalami koma bahkan bisa mati," lanjut sang dokter memberikan penjelasan.

Toni berdecak keras. "Bangsat, mereka tidak men-sabotase mobil, tapi pembawa mobilnya!" wajahnya memerah saat mengetahui kebusukan dari lawan balap mereka.

"Are you sure, Toni?" Luca menepuk pundak Toni dengan wajah yang ikut meradang. "Tapi, gua harus periksa dulu di tempat kejadian," ujarnya lagi sambil berusaha berpikir dengan kepala yang dingin.

Toni mengalihkan pandangannya kepada dokter yang baru menyatat record pasien. "Jadi, Dokter. Apakah Kiano akan sadar dalam waktu terdekat?"

Dokter itu pun mengangguk. "Sistem imun Tuan Kiano sangat kuat, mungkin dia akan cepat sadar dalam beberapa waktu. Untungnya juga, dosisnya memang kurang dari 100 miligram. "

Luca mengangguk mengerti, lalu berkata kepada Luca sembari menatap Kiano yang tertidur dengan wajah tanpa ekspresi."Kita pulang dulu ke tempat lomba untuk memeriksa, gua gak bisa biarin mereka seenaknya, kalau gua bisa udah gua laporin ke pihak resmi balap nasional, biar mereka dipecat dari tim resmi!" Dia langsung melangkahkan kakinya keluar ruangan diikuti oleh Toni.

"Tunggu gua, Sialan!"

Keesokan harinya, Kiano tersadar sendiri di dalam ruangan rumah sakit. Kepalanya masih sakit, tetapi tidak terlalu parah dari kemarin. Sejenak pria itu menatap laci di samping kasur rumah sakit dan melihat segelas air putih. "Haus~" pemuda itu berusaha untuk mengapai gelas di sana namun, badannya masih terasa kaku dan pegal.

Tiba-tiba gelas yang ingin diambil Kiano terlepas dari jangkauannya dan terjatuh ke bawah, lalu terdengar pecahan kaca berderai di lantai. Sesaat sebelum pria itu memandang ruangan yang sepi dan hampa. "Gua kek sebatang kara," gumamnya sambil menatap sendu seorang perawat yang mulai masuk ke dalam ruangan dengan wajah panik.

"Tuan, biarkan saya saja yang mengambilkan air." Perawat itu langsung duduk mwnjongkok sembari membersihkan pecahan kaca yang dibuat Kiano, dengan cepat ia mengambil semuanya dan langsung keluar ruangan untuk mengambilkan Kiano segelas air putih yang baru. "Ini Tuan airnya...," ujar sang perawat wanita kepada pemuda itu.

Kiano berusaha duduk bersandar di bantal dan memgambil gelas itu untuk di minum. "Ah, terimakasih, perawat cantik," puji Kiano lagi dengan tersenyum cerah, dia mulai mengeluarkan kata-kata gombalnya lagi.

Perawat itu pun tersipu mendengar rayuan Kiano. "Terimakasih pujiannya, Tuan. Izinkan saya mengecek tekanan darah dan detak jantung Tuan terlebih dahulu," balasnya sambil memgambil alat kesehatan tersebut.

Kiano mengangguk perlahan sembari mendekatkan dadanya untuk diperiksa. "Baiklah."

Perawat cantik itu seketika terkejut sesaat setelah ia menempelkan stetoskop ke dada pemuda itu. "Eh, mengapa detak jantung Tuan sangat kencang?" ucapnya tiba-tiba saat mendengar detak jantung Kiano berdetak tak normal. "Sebentar saya panggil dokter," ungkapnya lagi dengan wajah gelisah lalu beranjak untuk meninggalkan ruangan.

"Hei?" Kiano menarik tangan perawat itu dengan lembut. "Jantung saya berdetak kencang karena menatap kecantikan Anda bukan karena sakit, percayalah ini normal." Dia terus mengeluarkan kata rayuan; padahal sekarang posisi Kiano baru saja sadar dari pingsannya. "Mungkin nomor telepon Perawat Cantik bisa membuat detak jantung saya kembali normal?"

Tampak wajah ragu mulai terukir di wajah sang perawat, entah apa yang sedang ia pikirkan. "Umm...."

Kiano mencari keberadaan ponselnya, tetapi ia terletak di atas laci kembali. "Ah~ tanganku tidak sampai, sepertinya lain kali saja." Dia berucap sarkasme agar perawat itu mau membantu mengambilkan ponselnya kembali.

Perawat itu langsung membantu Kiano untuk mengambil ponselnya. "Ini ponselnya, Tuan. Saya akan memberikan nomor telepon saya."

Kiano mulai tersenyum ringan sesaat membuka pola sandi ponselnya. "08 Berapa?" ucapnya dengan menyeringar lebar.

Sore harinya pemuda tampan itu berjalan sendirian di lorong rumah sakit, Kiano tidak suka berada di tempat tertutup dalam waktu yang lama; ia mudah merasa pengap. Pria itu terus berjalan melewati tiap ruangan dengan membawa infusnya. Hingga suatu waktu langkahnya terhenti saat melihat sesosok perempuan berlari ke arah ruangan ICU.

"Aurillea?"

Ia mempercepat langkah kaki dan mulai mengikuti Aurillea, seketika pria itu berdiri di balik tembok dan mengintip wanita itu. Tampak Aurillea yang sedang duduk di luar sembari menangis tersedu-sedu di sana. Kiano menatapnya dengan wajah kebingungan. "Apa yang terjadi, siapa yang sakit?"

Tiba-tiba sebuah tangan menempel di pundak Kiano. "Lu ngapain, Bro?"

"EH?!" Kiano yang sedari tadi bersembunyi di balik tembok sangat terkejut lalu berbalik arah. "Ethan, sialan lu, ngagetin aja!"

Pemuda itu tertawa terbahak-bahak saat Kiano menunjukan wajah kesal kepadanya. "Lu dari tadi gua panggil juga gak nyaut!"

"Enggak, ini gua lagi-Eh?" Kiano mengalihkan pandangannya lagi ke arah ruangan ICU, tetapi ia tidak melihat keberadaan Aurillea lagi di sana.

Ethan membantu membawakan tiang infus Kiano; mereka balik ke ruang inap pemuda itu sembari berkata. "Gua gak nyangka lu bisa kena racun."

"Nasib gua lagi sial," balas Kiano dengan wajah yang masih terlihat kebingungan. "Btw, makasih udah datang." Kiano tersenyum kecil ke arah Ethan lalu langsung masuk menuju kasurnya dan menatap temannya yang sedang merapikan tali infus miliknya.

Ethan langsung duduk di samping Kiano yang hendak berbaring. "Udah gua bilang, jangan ikut lomba ilegal lagi, kalau ada apa-apa lu gak bisa nuntut ke polisi!"

Kiano tersenyum di ujung bibirnya. "Tapi, gua menang lho, 150 juta udah ada di rekening gua sekarang," ucapnya dengan tertawa bangga. "Eh, btw gak usah kirim lagi uang Aurillea, gua aja yang ngasi duitnya sendiri pake duit gua. Lu gak perlu mikir rugi."

Ethan menunduk sekilas sebelum menatap Kiano lagi. "Gua jadi merasa serba salah, nanti gua balikin aja semua duitnya... gada rugi juga si sebenarnya gua, kan lu yang perbaikin mobil. Gua bercanda doang, jangan terlalu dipikirkan sampai ikut lomba ngorbanin nyawa lu sendiri, Bangsat!" Pria itu meradang sambl memukul bahu Kiano dengan keras.

"Sakit sialan! Awas lu pas gua dah sembuh nanti." Kiano meringgis sebelum melanjutkan kata-katanya kembali. "Siapa bilang gua mati-matian lomba karna lu?"


.

.

.

.

VOTE AND KOMEN, MESKIPUN GAK TAU KOMEN APA~

 LOVING ME, KIANO 21+ [END S1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang