11. PEMARAH

213 13 0
                                    

"Dasar cucu durhaka! Masih ingat jalan ke rumah Kakek juga kamu ya?!" Jeremy menyambut kedatangan Kaivan dengan sarkasme.

"Kaivan sibuk sekolah."

"Sibuk sekolah apa?! Kamu pikir Kakek nggak tau kalau kamu sering bolos?!"

Kaivan memijit kepalanya yang mulai terasa pening, "Kakek jangan marah-marah terus. Nanti kalau Kakek jantungan Kaivan juga yang susah."

Jeremy menjitak kepala cucunya dengan sedikit keras. "Dasar cucu laknat!"

Kaivan terkekeh. Sekarang dia tau dari siapa bakat marah-marahnya menurun.

"Kakek itu sudah tua, gak ada yang ngurusin pula. Kamu sebagai cucu harusnya tinggal disini sama Kakek bukannya milih tinggal di apartemen kecil, kumuh, sempit itu."

Kaivan hanya memutar mata malas. Ia bosan mendengar Kakeknya bicara karena setiap datang kemari tidak ada petuah lain dari Kakeknya selain menyuruh Kaivan tinggal dirumahnya. Padahal, apartment Kaivan sendiri adalah apartment elit yang harganya mencapai 9 digit. Dan apartment Kaivan tidak seperti yang Kakeknya bicarakan. Apartment Kaivan jauh dari kata kecil, kumuh dan sempit.

"Kakek punya selusin pembantu. Gak usah lebay." Ucap Kaivan.

Jeremy mendelik. "Kamu itu cucu kakek! Harusnya kamu yang ngurusin Kakek!"

"Cucu Kakek bukan cuma Kaivan. Ada Rega dan Alana juga,"

"Bagus. Bantah terus ucapan Kakek kamu Kaivan." Jeremy memelototi cucunya.

Kaivan mendengus, "Kakek orang yang paling tau alasan utama Kaivan nggak mau tinggal dirumah ini,"

Jeremy terdiam sejenak. Pria yang menginjak usia kepala tujuh itu menepuk pundak cucunya dengan lembut,

"Apa kamu nggak bisa memaafkan kesalahan Papah kamu?"

Kaivan menatap Kakeknya, matanya berapi-api. "Dia udah nelantarin Kaivan dan Mama. Sampai kapanpun Kaivan gak sudi maafin dia!"

"Iya Kakek tau tapi—"

"Udahlah Kek, Kaivan males bahas dia. Dia juga belum tentu mikirin hidup Kaivan. Dia punya hidup sendiri, sama keluarga barunya."

Lidah Jeremy terasa kelu, tapi ia tetap harus mengatakan ini pada cucunya,

"Sebentar lagi Papah kamu pulang."

Kaivan tertegun. Wajah laki-laki itu mengeras mendengar fakta baru dari mulut Kakeknya.

"Ya terserah. Kaivan nggak perduli."

"Nak, Papah kamu merasa sangat menyesal. Dia ingin memperbaiki hubungannya dengan kamu."

"Cih Kaivan gak akan sudi!"

"Nak—"

"Cukup Kek! Kakek harus inget, Kaivan bisa ada disini sekarang karena Kakek yang cari Kaivan, bukan laki-laki itu! Dan satulagi, dia buka Papah Kaivan. Kaivan gak punya Papah. Sejak kecil Kaivan cuma punya Mama!"

Jeremy hanya diam. Dia tidak bisa membela putranya dari kemarahan cucunya. Karena kenyataannya memang putranya yang bersalah disini.

*****

Suasana sekolah sudah nampak sepi. Hanya ada beberapa murid yang tinggal karena harus mengikuti ekskul.

Seharusnya Keynara sudah pulang sejak satu jam yang lalu tapi perempuan itu belum kunjung pulang karena menunggu seseorang,

"Aduh harus bilang apa aku nanti ke Ibu, ini udah waktunya jaga toko. Apa aku pulang duluan aja ya?" Sejurus kemudian perempuan itu menggeleng, "nggak. Nanti dia marah-marah lagi. Serem,"

DEVIL OBSESSIONWhere stories live. Discover now