9. Lonely eyes

815 104 20
                                    

Pria bersurai merah bata dengan tato di dilengan hingga telapak tangannya itu tertuju lurus menembus kaca, menatap langit malam yang gelap tanpa sinar bulan.

Tidak ada yang tau bagaimana perasaannya, tidak ada yang mengenal dirinya secara menyeluruh. Bahkan keluarganya, tidak seorangpun kecuali wanita itu.

Wanita yang terlihat rapuh namun kuat, terlihat indah namun berbahaya, terlihat sempurna namun penuh dengan kekurangan. Wanita yang mengerti bagaimana rasanya kesepian, rasanya bagimana dipandang dengan cara yang berbeda.

Gaara tau ia memiliki hal yang sama dengannya, perasaan yang sama yang ia rasakan selama ini. Kesepian yang mencekiknya, kesepian yang mengerikan yang menjadi mimpi buruknya.

Hinata memilikinya, mememiliki hal yang sama dengannya.

"Apa yang kau lakukan?"

Anak laki-laki berusia enam tahun tersebut melontarkan pertanyaan pada seorang anak perempuan yang ia rasa berumur jauh lebih muda darinya.

Jas hujan kuning dengan sepatu boots yang berwarna sama melekat ditubuh kecilnya. Hari ini cuaca sedang terik mengingat sudah memasuki pertengahan musim panas namun kenapa gadis kecil itu memakai jas hujan, bukankah akan terasa sangat menyiksa karena rasa panas semakin terasa jika memakainya.

Gadis imut itu membalikan tubuhnya yang semula memunggungi anak laki-laki tersebut, lalu memamerkan gigi susunya yang tersusun rapi.

"Lihat aku membantunya untuk bertemu, Tuhan."

Dengan senyum lebarnya gadis tersebut memperlihatkan apa yang telah ia perbuat.

Anak laki-laki tersebut terlonjak kaget ketika iris jade tersebut menangkap pemandangan yang mengusik rasa takutnya, bagaimana tidak, gadis imut itu sudah membunuh seekor kelinci dengan gigi susunya.

Darah yang menetes dari hewan malang tersebut turun ke bawah, membasahi rumput yang mereka pijak, jangan lupakan penampakan gadis tersebut dengan sisa darah yang mengalir disudut bibirnya sebagian menciprat di jas hujan yang ia pakai.

Pemandangan yang mengerikan untuk dilihat disiang hari dimusim panas untuk seorang anak berusia enam tahun.

"Huh, lihat?" Gadis kecil itu menjatuhkan hewan malang itu kebawah, fokusnya teralihkan pada leher anak laki-laki yang ada dihadapannya tersebut.

Jemari kecil yang berlumur darah itu meraih leher anak laki-laki tersebut. Melingkarkan kedua tangannya di leher anak tersebut.

"Bagaimana bisa terasa sangat hangat?"

Anak laki-laki itu terlonjak ketika jermari mungil itu mengenai kulit lehernya yang hangat. Lidahnya keluh ketika tak sengaja iris jadenya bersibobrok dengan iris amethyst milik gadis mungil itu.

Ia dapat melihatnya.

Melihat tatapan kesepian yang tersembunyi didalamnya. Ia jelas melihatnya. Melihat mata itu, sorot mata yang sama dengan yang ia miliki.

"Akh."

Anak laki-laki tersebut memekik ketika jemari mungil itu menekannya semakin dalam, memblokir udara yang masuk kedalam paru-parunya. Semakin menguat hingga membuat anak laki-laki tersebut kesulitan untuk bernapas. Tangan kecilnya meraih kedua tangan gadis kecil itu mencoba untuk melepaskan cekikan itu dari lehernya.

"Hangat, aku suka."

Anak laki-laki itu masih berusaha melepas kedua tangan mungil itu dari lehernya, namun hal tersebut terasa sia-sia saat gadis mungil itu semakin mencekiknya dengan kuat.

Psycho [[Slow Up]]Where stories live. Discover now