Bab 7

1.7K 144 0
                                    

Segala rencana indah yang sudah disusun Air untuk merayakan wisuda batal seketika dan berganti dengan mengurung diri di kamar berhari-hari lantaran Akar menghilang tanpa kabar. Meninggalkannya dengan segala hal indah yang pernah mereka susun bersama. Waktu itu, Ibu benar-benar cemas dengan kondisi Air. Berhari-hari enggan keluar dari kamar dengan tangan selalu memegang ponsel, berharap Akar menghubungi lagi dan mengungkapkan penyesalan. Namun, nihil. Akar tidak pernah lagi menghubungi. Seperti hilang ditelan bumi, Akar tidak pernah ada kabar sama sekali. Bahkan teman-teman kampusnya pun tidak ada yang mengetahui, begitu pun dengan Faisal yang hanya mengatakan kalau Akar memilih pergi entah ke mana dan tidak mau diketahui siapa-siapa.

Konon katanya rasa cinta dan benci hanya dibatasi sekat tipis. Dan dengan segera pun, cinta yang ada di hati Air buat Akar beralih menjadi rasa kecewa dan benci yang jauh lebih besar.

Meskipun Air selalu mencoba untuk melupakan masa lalunya, ia tetap merasa begitu kesulitan ketika dihadapkan pada pria-pria lain. Air pernah memaksa diri membuka hati. Bahkan, ia pernah mencoba menjalin lagi hubungan dengan seorang pria. Namun, segalanya begitu berbeda dengan harapan. Sosok Akar masih menghantui. Bahkan, ketika ia bersama dengan kekasihnya saat itu, yang ia bayangkan adalah masa-masa kala ia masih bersama Akar, dan yang lebih besar, ia takut ditinggalkan.

Pada akhirnya Air sadar, segalanya akan sia-sia ketika dia belum berdamai dengan diri dan masa lalunya. Ia melepaskan segalanya. Ia tak lagi menjalin hubungan dengan siapa pun. Ia belum merasa yakin mampu menyiapkan diri untuk menerima seseorang yang baru.

Dan atas keputusan itu, sosok yang paling gemas melihat Air tak lain dan tak bukan adalah Puspa. Ketidaktahuannya soal masa lalu Air membuat Puspa rajin sekali mengenalkan Air kepada teman-teman prianya, meski bisa ditebak akhir dari perkenalan itu. Penolakan.

"Sudah siap?" tanya Puspa membuyarkan lamunannya. Air mengangguk, lalu mengambil jaket jeans yang digantung di dinding belakang.

"Yuk, berangkat." Puspa memutar-mutar kunci mobil di telunjuknya sembari berjalan mendahului Air.

"Mau ke mana, Pus?" Ardi memandang Puspa dan Air yang keluar dari pintu kantor.

"Nonton. Double date, sih, tepatnya," jawab Puspa yang kemudian meringis kesakitan karena Air mencubit lengannya.

"Wah, bagus tuh. Biar si Air enggak kelamaan jadi jomlo ngenes. Kenal Air sejak masa kuliah, aku sama sekali enggak pernah tahu Air pacaran."

"Loh-hmmmppp." Belum sempat Puspa menyelesaikan ucapannya, Air segera membungkam mulut Puspa kemudian membimbing langkah Puspa menuju tempat dia memarkirkan mobil, menyisakan keheranan di wajah Ardi memandang dua perempuan itu bertingkah aneh.

"Pus, aku ngerti kamu mau bilang apa ke Ardi, dan sebelum kamu keceplosan, please ... enggak usah singgung masalah itu lagi ke siapa pun," ucap Air, sembari mengaitkan sabuk pengaman.

"Oke, sorry. Tapi Ardi teman kampus kamu, kan? Kok dia enggak tahu kamu sama Pak Akar pacaran?"

"Memang enggak banyak yang tahu. Kami kan beda fakultas, Pus. Gedung kampus kami beda. Aku kuliah di Tembalang, sedangkan dia di Pleburan."

"Terus kenalnya di mana, dong?"

"Perwil."

Dering ponsel milik Puspa memanggil. Nama pemanggil yang terpampang di layar nyala benda pipih itu membuat Puspa menyunggingkan senyuman.

"Hai, Sayang, Aku sama Air on the way. Iya ... ini sama Air. Tunggu sebentar, ya. Bye," ujar Puspa, sembari melirik Air yang menatapnya heran.

"Kendra dan Mada sudah di sana." Puspa membuka tas miliknya, meraih pouch warna putih dengan garis biru tua, kemudian mengeluarkan lipstik dan bedak padat dari dalam kantong khusus make up itu.

Repeat, I Love You! (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang