Bab 15

1.3K 111 0
                                    

Panggilannya tidak terjawab, meski sudah berkali-kali dihubungi. Air menggerutu, sebab Banyu tidak bisa dihubungi. "Katanya mau jemput, sampai jam segini enggak bisa ditelepon."

"Nunggu ojek, Ir?" tanya Devan yang sudah menggendong ransel di punggung, bersiap pulang ke rumah orangtuanya.

"Nunggu masku, tapi dari tadi ditelepon enggak nyahut," jawab Air sembari mencoba menghubungi Banyu kembali.

"Ya sudah, ditunggu dulu. Siapa tahu Masmu lagi di jalan." Devan mengenakan sarung tangan, kemudian berjalan mendekat ke Air.

"Oh iya, Ir. Dua hari yang lalu kok Pak Faisal tanya nomor teleponmu, ya?"

"Pak Faisal siapa?" mengerutkan dahinya, Air menatap Devan penasaran.

"Manajer Marketing-nya Goldy."

Air terpaku mendengar jawaban dari Devan. Untuk apa seorang manajer perusahaan lain menanyakan nomor telepon seorang pegawai administrasi biasa seperti dirinya. Tapi, tunggu ... Faisal? Goldy?

"Pak Faisal? Terus?"

"Katanya untuk urusan pengiriman DOC dan pakan."

Tidak masuk akal. Air mendengus begitu Devan menjawab pertanyaannya. Semua orang di kantor juga tahu itu bukan bagiannya. Itu bagian Yuna, admin logistik.

"Sudah kujelaskan kalau kamu bukan bagian logistik, jadi aku berikan nomornya Yuna." Melihat Air yang keheranan, Devan langsung menimpali ucapannya tadi. Tidak tahu harus menjawab apa, Air hanya mengangguk pelan.

"Aku pulang duluan, anak-anak masih banyak yang di atas, kok." Devan menepuk bahu Air, lalu berjalan menuju pintu.

Jadi Faisal juga kerja di Goldy? Air menggeleng pelan, lalu buru-buru menggeleng. Enggan kembali larut ke segala sesuatu yang berhubungan dengan masa lalu. Dia pun akhirnya mengalihkan perhatian ke ponsel yang akhirnya menampilkan sebuah pesan dari Banyu. Pria itu mengirim foto motor yang sedang ditangani montir di bengkel, lengkap dengan penjelasan kalau motor milik Air mogok tiba-tiba saat ia sedang dalam perjalanan ke kantor Air.

Setelah membalas pesan Banyu, akhirnya Air memutuskan untuk memesan ojek online untuk mengantarnya pulang segera. Tak lama, dia menyampirkan selempang tas ke bahu, kemudian bergegas keluar kantor ketika melihat titik driver ojek online yang ia pesan dekat dengan kantornya. Pandangannya tak lepas dari ponsel, memantau pergerakan gambar motor di layar menyala.

Begitu sampai di depan gerbang, Air berdiri tanpa mengawasi sekitarnya. Hingga suara pria membuatnya menoleh tiba-tiba.

"Di jemput?" Pria itu melepas kacamata hitamnya, lalu berjalan mendekat kepada Air.

Air mengangguk. Dialihkannya pandangan ke sembarang arah. Enggan berserobok mata dengan sosok yang ingin sekali ia enyahkan dari hidupnya.

"Aku boleh minta waktu buat ngobrol berdua sebentar?"

"Buat apa?" Suara Air terdengar datar dan dingin.

"Kalau aku bilang, aku mau menjelaskan banyak hal ke kamu, mungkin itu sudah tidak penting buatmu, tapi setidaknya beri aku kesempatan untuk meminta maaf secara langsung ke kamu dan keluargamu. Aku ... berutang penjelasan, soal apa yang terjadi beberapa tahun yang lalu."

Belum sempat Air menjawab ucapan Akar, ojek online pesanan Air tiba. Air menatap Akar sebentar, karisma yang ada pada dia masih sama kuatnya seperti dulu. Akar mengunci pandangan Air hingga sapaan driver ojek online yang dipesannya memaksanya berpisah.

Namun, belum sempat Air menerima helm dari driver ojek, Akar tiba-tiba mengulurkan sejumlah uang kepada pria berjaket hijau di dekat Air.

"Maaf sekali, Pak. Saya terpaksa membatalkan orderan. Mohon ini diterima sebagai permintaan maaf kami," ujarnya.

Repeat, I Love You! (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang