1.O

791 135 7
                                    


Tak!

"Beneran jadi tukang kayu gue anjir"

Tak!

Jeongwoo mengoceh terus menerus sembari tangannya membelah kayu-kayu dihadapannya dengan kapak digenggamannya. Sesekali dia berhenti hanya untuk mengelap keringat yang mengalir di pelipisnya, lalu kembali membelah kayu sambil mengoceh lagi.

"Mulut lo emang gak cape ngoceh terus?" Sahut Asahi tanpa menoleh kearahnya, dia kini sedang menata kantung tidur dibawah tanah sehingga posisi tidur mereka enak nanti, walaupun di alam terbuka seperti ini.

Jeongwoo menghentikan kegiatannya sebentar, matanya menatap kearah langit yang memperlihatkan warna jingga disana, tanda hari sudah hampir malam.

"Kenapa kita harus ketemu si penyihir itu sih? Lagian itu pangeran kenapa pake kabur segala coba, terus kenapa mukanya kudu mirip kak Jaehyuk, nyusahin aja anjir." Ujar Jeongwoo menggebu-gebu. Asahi menaikkan satu alisnya lalu berkacak pinggang, "Heh! Siapa suruh lo main lempar-lempar bantal pas itu sampe mecahin mangkok kesayangan kak Jihoon, terus juga ide siapa yang nyuruh kabur dari kak Jihoon? Mana pake narik gue segala lagi."

"EHHHH ITU MAH BUKAN IDE GUE, lagian juga nih ya kak, yang ada kalau ketauan malah gue yang mati ditangan kak Jihoon"

"Biarin, kan kakak lo sendiri"

"Kasian nanti emak gue cuma punya anak kak Jihoon doang, anaknya yang ganteng ini gak ada"

"Gausah drama deh, udah potongin lagi itu kayunya biar bisa cepet-cepet bikin api unggun"

Jeongwoo cemberut kesal mendengar ucapan Asahi, dia kembali memotong kayu-kayu dihadapannya dalam diam. Asahi sendiri mulai mengumpulkan kayu-kayu yang sudah dibelah oleh Jeongwoo lalu menyusunnya tak terlalu tinggi. Dia mengambil satu botol minyak tanah dan satu kotak korek api yang berada dikantung penyimpanan milik Richard. Kedua kuda itu sedang tertidur untuk mengistirahatkan badan mereka untuk besok pagi.

Asahi menuangkan minyak tanah itu pada kayu-kayu yang sudah ia susun, kemudian mulai menyalakan api menggunakan korek kayu dan melemparkannya kearah tumpukan kayu tersebut, seketika api mulai menjalar dan semakin membesar.

Jeongwoo bersorak senang melihat api unggun yang mereka buat berhasil, dia mendudukkan dirinya dibawah pohon kemudian menyenderkan punggungnya pada batang pohon tersebut. Tangan kanan nya menaruh kapak yang sedaritadi berada digenggamannya disebelah kanan nya dengan posisi terbalik.

"Busett, capek banget dah gue." Ujarnya sembari mengipasi wajahnya menggunakan tangan kirinya.

"Nih." Asahi memberikan Jeongwoo satu botol air minum yang langsung diambil oleh Jeongwoo dan meminumnya dengan rakus, "Jangan diabisin!" Sahut Asahi menyentil jidat Jeongwoo.

"Aduh!"

Jeongwoo mengusap-usap jidatnya yang terasa sakit, wajahnya merengut kemudian memberikan botol minum itu kembali pada Asahi, "Kak, gue laperr."

"Ada roti di tas, kalau mau ambil aja dua." Jawab Asahi, dia berjalan mendekati api unggun lalu mendudukkan dirinya disana untuk menghangatkan badannya, mengingat langit sudah gelap dan bintang-bintang yang sudah bermunculan, sehingga hawa yang berada disekitar mereka mulai dingin, apalagi mereka berada di tengah hutan seperti ini.

Jeongwoo duduk disebelah Asahi sambil membawa dua roti digenggamannya, "Mau gak kak?"

"Engga. Udah lo abisin aja." Jawab Asahi.

Hening. Tidak ada yang berbicara kembali, keduanya sibuk dengan pemikiran masing-masing.

"Kak," Panggil Jeongwoo setelah menghabiskan satu roti tawarnya, Asahi menoleh kearahnya lalu menaikkan satu alisnya.

"Menurut lo, kita bisa balik lagi gak nanti?"

⊱⋅ n a r n i a ⋅⊰

"Angkat pedangmu lebih tinggi"

"Tegakkan punggungmu"

"Jangan tundukkan kepalamu, musuh akan menganggapmu lemah"

Segala macam peringatan diberikan oleh Jake pada Jaehyuk yang sedang belajar bertarung didalam kamarnya. Jaehyuk yang sudah lelah karena sedaritadi berlatih, kini mulai menjatuhkan dirinya diatas lantai lalu mendudukkan dirinya disana, "Udah... Hah... Hah... Capek banget anjrit."

"Kau baru saja berlatih selama 15 menit." Ujar Jake. Jaehyuk melototkan matanya tak percaya, "15 menit? Busett, gue kira udah tiga jam."

"Ayo, bangkit kembali"

"Bentar ah, lagian kenapa gue kudu belajar pedang begini sih, kan gue gak bakal ngelawan musuh." Sahut Jaehyuk, masih menetralkan nafasnya.

Jake terdiam sebentar mendengar ucapan Jaehyuk, dia berjalan kearah meja yang berada dekat dengan pintu, lalu mengambil satu pedang yang berbeda dengan milik Jaehyuk, "Pernikahan pangeran akan diadakan saat bulan purnama. Akan dilakukan ritual sakral beserta penobatan pangeran sebagai raja selanjutnya, jikalau ada kemungkinan terburuk yang terjadi, pasti akan ada perang disini,"

Jaehyuk hanya terdiam mendengar ucapan Jake. Tiba-tiba saja, Jake menodongkan nya pedang yang dia pegang, "Dan tidak menutup kemungkinan, bahwa teman-temanmu pasti akan menyelamatkanmu. Lalu menghentikan semua kegiatan itu yang dapat memicu perang." Lanjutnya.

"Terus kalau beneran perang, lo di pihak siapa?"

"Saya tidak dapat memberikan jawaban pasti. Silahkan berdiri, lalu kita berlatih kembali"

Jaehyuk mendengus kesal lalu bangkit dari tempatnya, tangannya mengambil kembali pedang yang dia pegang, lalu mengangkatnya dengan tinggi. Setelah beberapa kali menangkis ayunan pedang yang Jake berikan yang tentu saja ayunan pedang tersebut tidak kencang dan terkesan lemah serta pelan. Tiba-tiba sebuah suara ketukan pintu mengalihkan atensi keduanya.

Jake dengan perlahan menaruh kembali pedang digenggamannya keatas meja tadi, lalu membuka pintu tersebut, menampilkan adanya beberapa prajurit yang berdiri disana.

"Kami sudah menyiapkan kuda yang diminta oleh yang mulia pangeran Kevin." Ujar salah satu prajurit tersebut. Jake menganggukkan kepalanya lalu menoleh kearah Jaehyuk yang masih melongo ditempatnya.

"Mari pangeran, kita latihan berkuda." Ujarnya.

"HAHHHH?????????"

⊱⋅ n a r n i a ⋅⊰

narnia | treasure ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang