Eugene

157 19 0
                                    


"Eugene... Eugene, apa kau ada di dalam? Eugene jawab aku. Eugene—"

"Hentikan teriakan menyebalkan mu itu Noble, ada perlu apa kamu datang kemari?"

Sosok wanita muda datang dengan satu keranjang jamur dari balik rumahnya. Noble yang merasa jika orang itu adalah Eugene langsung saja berlutut.

"Eugene tolong aku"

Pinta Noble sedih. Dirinya berlutut dengan kedua tangan saling menangkup memohon.

Wanita muda itu menatap Noble jengah, sudah biasa dirinya selalu di buat repot oleh seorang anak dari lelaki tua yang sangat menyebalkan baginya.

"Sekarang apa lagi Noble?"

Tanya wanita itu, atau lebih sering akrab di sebut Eugene oleh Noble.

Noble mengadah, mengandalkan raut kasihannya pada Eugene.

"Cepat katakan apa maumu sekarang? Aku harus pergi mencari kayu bakar"

Bentak Eugene kesal.

"Eugene, apakah jarak dari rumahku menuju pusat kota kerajaan sangat jauh? Jika iya, seberapa jauh perjalanan yang harus aku tempuh?"

"Apa? Kau bertanya seberapa jauh itu? Apa kau bercana untuk pergi kesana?"

Tanya Eugene.

Noble mengangguk antusias.

"Ya aku bercana untuk pergi ke pusat kota sendirian malam ini. Jadi aku bertanya terlebih dahulu padamu, karena kamu sudah sering pergi kesana"

Eugene mengangkat sebelah alisnya ketika mendengar penuturan Noble barusan.

"Apa kau yakin? Bagaimana dengan ayah mu?"

"Emm... jika soal ayah, kau pasti sudah tau apa maksudku kan Eugene?" Tanya Noble balik.

Eugene menatap tak percaya pada Noble.

"Apa kau sudah gila? Asal kau tau ya, perjalanan menuju pusat kota tak semudah dengan apa yang telah kau pikirkan. Banyak sekali bandit-bandit jahat yang akan mencoba merampok dan melukaimu nanti. Jika ayahmu tau soal ini. Aku yakin pasti dia akan mengurungmu hingga dia pulang kembali dari pusat kota."

Noble menunduk mendengar perkatan Eugene padanya. Jika dipikir memang iya banyak sekali resiko yang harus dirinya hadapi agar bisa sampai ke pusat kota. Tapi, jika dirinya tidak memiliki tekad untuk pergi kesana, maka dirinya akan menyesal seumur hidup.

Eugene menghela nafas, menetralkan kembali detak jantung nya yang sempat membara untuk sesaat.

"Aku harap kau bisa memikirkannya kembali Noble. Pulanglah, ayahmu pasti ingin segera berpamitan sebelum mengantarkan tumpukan kayu bakar dan juga pisau menuju pusat kota"

"Tapi Eugene..."

"Kubilang pulang Noble"

"Baiklah"

Noble berdiri dari acara berlututnya. Dirinya pergi begitu saja dengan ekspresi wajah sedih tanpa mau menatap wajah Eugene.

"Aku harap kau bisa mengerti Noble"

SERVANTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang