Rion menyenderkan kepala pada bahu sang ayah. Pandangan lesunya tertuju ke lantai, jari tangannya yang saling bertaut tidak bisa diam; memainkan satu sama lain.
"Yah, kalo fungsi paru yang menurun itu bisa naik lagi, gak?"
"Hm? Bisa meningkat lagi maksudnya?"
"Iya."
"Bisa, asal rajin terapi."
"Terapi rutin yang pagi sama malem itu?"
"Iya."
Rion kembali diam, masih memandang lesu lantai. Dia sedang berada di rumah sakit untuk check-up dan hari ini juga jadwalnya melakukan tes fungsi paru. Hasilnya menunjukkan bahwa fungsi paru-parunya semakin menurun. Ya, walaupun penurunnya tidak banyak, tapi tetap saja menurun. Pantas saja napasnya jadi lebih sering sesak, bahkan hanya karena aktifitas yang tidak seberapa.
"CLARION ALFARIZQI."
Rion mengangkat kepala yang tengah bersender nyaman. Ayahnya beranjak untuk mengambil obat. Rion juga ikut beranjak karena setelah pengambilan obat, urusan di rumah sakit hari ini selesai, waktunya pulang.
Sembari mengikuti langkah sang ayah, Rion berpikir... kenapa baru terpikir, dalam namanya mengandung kata 'Alfa' dan nama penyakit genetiknya juga mengandung kata 'Alfa', kalau disangkutpautkan dengan ilmu cocokologi, apa karena hal itu?
"Yong."
Panggilan sang ayah menyadarkan Rion yang sedang menyelam dalam pikiran.
"Jangan bengong kalo lagi jalan, ntar nabrak orang."
Hardian menunggu langkah putranya itu kemudian melanjutkan berjalan di samping Rion--menyamai langkah pelannya.
"Yah, aku yang nyetir, ya?"
Hardian menoleh. "Kamu udah punya SIM A gak sih, Yong?" tanyanya.
"Punya," sahut Rion.
"Ayah gak percaya."
Rion mendengkus. Mengambil dompetnya dan memperlihatkan jajaran kartu yang ada di sana ke hadapan sang ayah.
"Walopun SIM-nya dapet nembak, tapi aman, Yah, aku lumayan jago, sering jadi joki supir temen cewekku."
Hardian menggelengkan kepala.
"Nggak, kamu bawanya pasti kebut-kebutan."
"Nggak, Yah. Yah, sekali ini aja," Rion akhirnya mengeluarkan jurus rengekan.
Hardian memandangi wajah putranya itu. Kenapa juga sampai sebegitunya mau nyetir, biasanya juga tidak tertarik.
"Sekali," kata Rion sembari mengacungkan jari telunjuk.
Hardian kemudian menghela napas seraya merogoh kantong celana.
"Jangan ngebut," katanya sembari memberikan kunci mobil.
Rion mengangguk, tersenyum lebar di balik masker yang hanya menutupi bagian mulut.
-
Yang katanya mau nyetir, malah tepar di jok belakang. Berjalan sampai ke parkiran membuat Rion mengeluh lelah, padahal biasanya tidak sampai mengeluh. Untung saja selalu tersedia tabung oksigen dan nasal kanul di dalam mobil. Sekarang anak itu sudah terlelap dengan alat bantu napas di hidung yang membantunya mengatasi sesak.
Terdengar suara menguap dari belakang.
Hardian melihat dari spion tengah.
Rion terbangun.
"Belum sampe rumah nih, mau kamu yang nyetir?" tanya Hardian.
Rion menggeleng.
"Katanya tadi mau."
KAMU SEDANG MEMBACA
Just🌹Stories
General Fiction**Jangan plagiat nyerempet copy paste** Tentang si bengek apes 'Clarion--Iyong'.