Dering telfon terdengar nyaring memenuhi ruangan. Hanya ada dua orang yang sedang berada di ruangan itu. Satu orang sedang berdiri dan satunya sedang tertidur dengan nyaman.
Wanita yang berdiri itu menghela nafas panjang. Ditatapnya jam tangan kecil di tangan sebelah kirinya. Sebentar lagi. Ucapnya dalam hati. Tapi dilihatnya sudah satu jam dia menunggu sang putri tidur, tidak ada tanda tanda untuk bangun.
Dia menghela nafas, ditariknya sebuah kertas catatan dan menulis pesan di atasnya. Sebelum dia menghilang dibalik pintu ruangan, di tatapnya lagi si putri tidur. Namun sampai dia menutup rapat pintu, tidak terbangun juga.
Perlahan, si putri tidur itu membuka mata. Terasa sangat berat dan membuatnya pusing. Beberapa menit dia mulai menyesuaikan keadaan sekitarnya. Satu hal yang dia sadari, dia tidak berada di pesawat lagi.
Setelah kesadarannya mulai pulih, dia berusaha untuk bangun dari brankar. Rasa haus kemudian menyiksa tenggorokannya. Beruntung ada sebotol air mineral baru berada di samping nakas. Dan juga catatan.
Ima menghabiskan setengah botol air mineral itu. Kemudian baru dia ambil secarik kertas itu. Tulisan yang tiba tiba membenturkannya ke sebuah memori.
Aku tidak menyangka kita bertemu lagi, salmon girl. Jangan lupa kau harus bertemu dengan kami.
Ima hanya menatap tulisan itu sekilas, lalu meremasnya dan membuang ke sembarang arah. Dia menetralkan lagi degup jantungnya. Ternyata, rasanya masih sama. Masih membekas di ingatannya.
Handphone Ima kembali berdering. Kali ini lebih panjang. Wanita itu menarik ponselnya yang berada di nakas. Dilihatnya si penelpon adalah orang yang dia tuju sejauh ini.
Ken :Ima, besok anakku berulang tahun kedua. Aku harap kau bisa datang.
Ima kembali menekan tombol power. Tanpa membalas pesan laki laki itu, dia mematikan ponselnya. Dia menghirup udara dengan pelan pelan. Berharap bisa menenangkan pikirannya.
Kenapa? Kenapa rasanya begitu menegangkan?
Tanpa menunggu waktu lama. Dia mulai berberes dan keluar dari ruangan itu. Dihampirinya bagian informasi untuk menanyakan tagihan biaya perawatannya. Ternyata, semuanya sudah dibayar oleh wanita itu.
Ima tersenyum tipis. Dia keluar dari rumah sakit dengan santai, melirik suasana kota yang bising. Ternyata lebih bising dari Jakarta, pikirnya.
Dia melangkahkan kakinya menuju sebuah arena toko mainan. Bukankah untuk mengunjungi sebuah pesta ulang tahun anak anak harus membawa hadiah? Lalu apa yang akan dia beli?
Ima hanya berputar putar mengelilingi toko tanpa tahu apa yang akan dia beli. Sampai akhirnya ada seorang gadis asia menabraknya. Dan membuat belanjaan gadis itu berhamburan.
"Maaf" ucap gadis itu tanpa sadar.
"Apakah kau orang Indonesia?" Ima bertanya dengan raut muka sedikit terkejut. Tidak banyak orang Indonesia yang akan memakai bahasa mereka sendiri di kota dengan segala kemewahan ini.
Gadis dengan ikat kuda itu menganggukkan kepala. Dia sudah selesai mengambil barang belanjaan yang tadi dengan bantuan Ima tentunya. "Terimakasih Nona, jujur saja belanjaanku sedikit berat dan membuatku oleng kemudian menabrakmu secara tidak sengaja" jelasnya.
Ima menyangkal, "tidak, aku juga bersalah karena terlalu sibuk melihat lihat" wanita itu tersenyum tipis dan mulai mengajak gadis itu berjalan "bolehkah aku tahu namamu? Jarang sekali aku bertemu orang Indonesia yang masih menggunakan bahasa kita saat berada disini"
KAMU SEDANG MEMBACA
Risa Nirmala
ChickLitAku mencintaimu. Aku, Risa Nirmala. Risa Nirmala hanyalah seorang psikiater biasa. Tapi hidupnya berubah setelah mendapat pasien bernama Dean.