FA | | 12. Haruskah Diterima?

17 2 0
                                    

Masih berlanjut dengan pasutri minggu kemarin.

Ajeng yang mendapatkan perlakuan seperti ini hanya mampu diam membisu. Sampailah Angga membuka topik, "Besok-besok, kalau materinya susah, bilang, biar aku ajarin." Ajeng hanya menganggukinya.

"Jadi ini penyebab kamu berantem sama Nita, lagi sensitif ternyata."

"Ih, gak, aku baru dapet tadi sore, berantem itu murni karena aku sebel."

"Kalau dia gak nyari masalah sama kamu, kamunya gak usah ikut-ikutan, takutnya nanti malah panjang urusannya."

"Ya, tapi masalahnya dia yang ngajak ribut dulu. Masa temenku diajak berantem di depan umum aku diem aja. Lagian yang jambak duluan kan sana. Ya, kali aku mau kalah, ogah."

"Iya, sebel boleh, tapi harus ada batasannya juga. Harga diri kamu bisa jatuh seketika cuma gara-gara hal sepele. Terus kamu mau kalau dipindah ke rumah sakit lain?"

"Berharap dipecat sih, Mas. Rasanya pengen nyerah aja, gak mau jadi dokter. Pengen ikut mamah aja ke Amerika."

"Ya, dulu siapa suruh masuk kedokteran," seketika Ajeng menatap sinis suaminya yang cengengesan.

"Berchandyaa. Gak, gak, bercanda doang, Sayang. Kedokteran kan emang udah pilihanmu dari awal. Jadi, sebisa mungkin jalani pilihanmu itu sebaik-baiknya. Inget, ada banyak orang yang pengen di posisimu sekarang tapi gak kesampean. Jadi, syukuri semua yang emang udah jadi pilihanmu." Ajeng hanya menganggukinya sambil mengerucutkan bibir.

"Sabar sebentar lagi, kamu pasti bakal dapet gelar spesialismu," Ajeng kembali mengangguki ucapan suaminya.

"Tadi Mas hampir keceplosan ngomong apa hayo, pas aku berantem?" tanya Ajeng berganti topik.

"Hampir keceplosan ngomong 'sayang', emang kenapa?" tanya Angga bingung.

"Besok-besok kalau mau manggil aku di depan umum dipikir dulu, jangan main manggil. Inget, status kita di depan umum masih rekan kerja, bukan suami istri! Kan kita udah janji gak nge-publish dulu. Besok-besok kalau mau ngomong hati-hati, ya."

"Iya, Sayang. Emang kenapa sih gak mau di-publish?"

"Ya, belum pas aja waktunya. Takut geger nanti, tunggu perintah dari Mamah dulu," Angga pun menghela napasnya sejenak.

"Kenapa, Mas? Kok kayak orang frustasi gitu."

"Gak papa," ucapnya dengan tenaga yang melemas sambil memeluk Ajeng dari samping.

Sedangkan Ajeng yang gemas pun mengusap-usap rambut hitam suaminya itu.
"Tatap aku, Mas," Angga mendongak dan tanpa aba-aba Ajeng mengecup bibirnya.

Mereka sempat beradu tatap sampai Angga menarik dagu istrinya dan melakukannya lagi.

😊😊😊😊😊

"Ni anak kenapa, ya? Ngelamun mulu," batin ibunya dari jauh.

Yap, sang ibu sedang memerhatikan aktivitas anak dan keponakaannya yang asik menonton televisi. Namun anehnya, tatapan Ayu terlihat sangat kosong seperti orang melamun.

Apa yang sedang dia pikirkan?

"Ante!" sama sekali tidak ada jawaban.

"Ante!!" panggilnya lebih keras sambil menggoyangkan lengannya.

"Eh eh iya, kenapa, Ya?" barulah sang tante tersadar dan merespon panggilan bocah yang ada di pangkuannya sejak tadi.

"Ante kenapa diem aja?"

"Gak papa kok." Namun, dibalik kata-kata itu ada hal tersembunyi yang sedang dipikirkan Ayu.

Tidak berselang lama, ibunya duduk disamping sang anak yang kembali melamun.

Faralga AyriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang