19.DO NOT GO!

35 8 0
                                    


Di Ruangan bernuansa cream, serta lampu gantung yang terlihat sangat mewah tergantung di plafon rumah. Kakak beradik sedang bercakap-cakap tentang cita-cita mereka nanti.

"Abang...Abang, cita-cita Hafsa pengen jadi astronot. Biar bisa menginjak bulan" Tuturnya dengan mata berbinar melihat kearah televisi yang memperlihatkan seorang astronot sedang menginjak bulan dengan baju khususnya.

Kesya terdiam dan melihat Hafsa dengan lekat. berharap, ia selalu melihat wajah yang ceria seperti ini. Tangannya terangkat, beralih mengelus pucuk kepala adiknya. lalu menciumnya, Rasanya sangat berat untuk merubah posisinya.

"Abang...kalau abang cita-citanya pengen jadi apa?" Ucapnya mengalihkan tatapannya dari arah televisi yang cukup lebar dihadapannya.

Kesya terdiam sejenak. ia, tak tahu akan berbuat apa. Namun, saat melihat wajah adiknya. ia, jadi tak rela kalau tak menjawab pertanyaan itu. Lalu, bibirnya mulai terbuka untuk menjawab pertanyaan yang sedang membutuhkan sebuah jawaban.

"Sebenarnya, Abang itu pengen jadi Dokter sekaligus Pelukis terkenal. Biar bisa menyembuhkan pasien di rumah sakit, dan menyembuhkan mental seseorang melalui seni dan seni yang Abang maksud itu adalah lukisan" Ucapnya menatap lekat manik coklat milik adiknya. lalu, tersenyum hangat sampai matanya terlihat seperti bulan sabit.

"Waahh, Abang memang hebat! Hafsa sayang sama Abang"Ucapnya langsung memeluk tubuh yang hampir kurus berada dihadapannya.

Tangan Kesya terulur membalas pelukan Adiknya sembari tersenyum.

'Apa mungkin? Dikemudian hari ucapan itu berubah Sa? Jika tidak, Abang sangat ber-terimakasih. Abang tidak mau hal itu terjadi' batinnya dengan menitikkan air mata.

setelah dirasa Hafsa ingin melepaskan pelukannya. ia, buru-buru menghapus jejak air matanya.

                               
                           -----ooOoo-----

"Sa, kalau Abang sudah nggak ada. Kamu jangan usil sama teman kamu, ya. nanti Abang sedih loh, diatas sana" Bisiknya ditelinga Hafsa yang sedang duduk di sofa ruang tamu. lalu, tersenyum.

Hafsa bingung sama ucapan abangnya. 'Apa maksudnya? Sudah gak ada? Terus apa maksudnya di atas sana?' batinnya dengan bertanya-tanya sambil melirik kearah Kesya dengan raut wajah yang kebingungan.

"Ma-maksud abang?"Ucapnya dengan mengangkat satu alisnya.

Hening, tak ada jawaban. Mulutnya bungkam bagai dilem, seakan tak mengizinkannya untuk berbicara.

Tiba-tiba, ruangan yang mereka tempati terlihat sangat gelap. Seperti sedang tinggal di goa tanpa ditemani cahaya temaram barang sedikitpun. Hafsa kaget, dirinya meraba-raba tempat itu. dimana sebenarnya tempat ini? Dimana dirinya berada? Kenapa terlihat gelap gulita? Otaknya terus berputar dengan pertanyaan-pertanyaan seperti itu. hingga, terdengar suara lelaki "Sa, Abang takut sekali, disini gelap" Lalu, hening kembali.

"Abang...Abang dimana?"Teriaknya sambil berjalan. Walau, ia tidak tahu tempat apa ini.

"Abang Disini, Sa"terdengar suara serak.

"Abang dimana?" Teriaknya lagi. Namun, nihil tak ada jawaban yang terdengar.

Hafsa masih bingung, ada apa sebenarnya ini? Ada apa pada dirinya? tadi, dirinya duduk bersama Abangnya.

"Abang masih belum ingin mati" Lirihnya terdengar begitu dekat dari arah Hafsa.

Hafsa terus mencari dari arah mana sumber suara itu berasal. tubuhnya terasa merinding, bibirnya sedikit bergetar dan matanya mulai berair. "Aa-abang dimana? Abang jangan bercanda! Abang masih hidup! Jangan ngomong yang aneh-aneh bang"Teriaknya dengan tubuh yang bergetar.

BROTHER'S || KESHA [REVISI]Where stories live. Discover now