20 - Go Home

5.2K 484 31
                                    

KKN Maluku telah usai.

Putia tersenyum melihat foto mereka terpajang di rumah pak Kades tanpa mereka minta. Foto saat mereka baru baru melaksanakan rapat pertama di balai desa. Pak Kades berada di tengah-tengah ketujuh mahasiswa itu.

Setelah berpamitan di sertai tangis haru, Putia melambaikan tangan terlebih pada ibu-ibu yang tadi memeluknya. Kemudian menggeret kopernya masuk ke dalam mobil menuju Bandara.

Selamat tinggal Desa Ohoidertawun.

Tidak ada yang membuka suara selama perjalanan, Putia diam seribu bahasa menatap keluar, ia tersenyum kecil mengingat kilas balik ke belakang. 45 hari bersama orang-orang baru. Meski tak sempurna mereka harus berbangga diri karena bertahan sampai KKN selesai.

Putia menyetel musik dengan headphone yang terpasang di telinga. Headphone milik Jenggala memutarkan lagu yang sedari kemarin ia dengar dari mulut Ransi. Pria itu juga tidak cerewet seperti biasa, entah karena merasa atmosfer sedang berbeda atau memang sedari tadi memainkan ponsel mengedit video kemarin saat berada di Kepulauan Banda.

Berjam-jam perjalan menuju Bandara, akhirnya mereka sampai. Rasanya sesak dan tidak ingin ini berakhir,namun hukum alam akan terus berjalan. Manusia datang dan pergi. Putia kembali melambaikan tangan ketika banyak orang yang ikut mengantar mereka untuk perjalan kembali pulang ke Jakarta.

Bersama kelompok lain mereka terus melambaikan tangan sebelum masuk ke dalam pesawat. Putia bisa melihat ada Deby juga disana, tengah berlari kecil ke arah Jenggala namun langkahnya tiba-tiba terhenti ketika melihat tangan Putia lebih dulu menarik telapak tangan Jenggala untuk ia genggam.

Sampai jumpa kembali, Maluku.

Putia melepas headphone, menoleh ke belakang sebelum akhirnya melangkah masuk dan melepaskan tangan Jenggala, kemudian mengambil duduk. Membidik langit biru dari balik jendela pesawat.

"Mau put?" tawar Ladit menyodorkan satu buah permen.

Jenggala lebih dulu mengambilnya, "sono duduk!"

Ladit mengedikan bahu dan duduk di depan Jenggala dan Putia bersama Ransi. Pria itu kembali sibuk dengan gawainya. Sementara Putia menerima suapan permen yang sudah di buka bungkusnya oleh Jenggala.

Hampir empat jam penerbangan mereka dari Bandara Karel Sadsuitubun Langgur hingga akhirnya sampai di Bandara Soekarno Hatta. Hari sudah sore dan matahari sedang hangat-hangatnya, Putia menatap sekeliling sebelum melirik Jenggala yang sepuluh menit lalu baru tersadar dari tidurnya, "bantal banget muka laki lo,"

Ransi menyikut lengan Putia membuat gadis itu mendelik.

"Laki gue yang mana?"

Pria itu akting kaget, "wah, berarti ada lagi selain Jengga?"

"Lanjut ngedit ajalah, ran. Lo berisik kalo gak main hape,"

Ransi mencebikkan bibir, "jahat banget mput, kangen lo nanti sama gue." ujarnya sembari menaikan kedua alis.

Roman menginterupsi mereka, "ambil koper dulu."

Ladit melangkah di belakang Roman diikuti Rizki dan Ransi. Dan, Jenggala merangkul bahu gadis itu melangkah mengikuti mereka. Setelahnya, Roman menatap satu-satu anggotanya yang kurang satu.

Mereka melingkar saling menatap, malam ini semua kembali pada ke kehidupan masing-masing. Tidak tidur di satu atap yang sama, masak bersama, mandi hujan, melaut bareng, bahkan hal-hal kecil yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya berakhir sudah.

"Gue mau bilang makasih sama kalian dan maaf untuk segala kekurangan gue sebagai ketua kelompok. Kalian hebat, gue makasih banget dengan semua kerja sama kita selama 45 hari. Dan, sekarang kita kembali ke rumah masing-masing. Melanjutkan hidup kembali,"

Putia melirik Roman yang tersenyum padanya.

"Makasih juga ya, put. Pasti berat ya selama sama kita, lo pasti ngerasa sendirian meski ada Sisi. Gue harap, setelah ini kalian gak ada masalah sekalipun. Dan kalo ada perlu, kita bisa kontekan terus ko."

Putia menganggukkan kepala sembari tersenyum sebelum menerima pelukan Roman, setelah Jenggala menganggukkan kepala. Tergerak, mereka saling memeluk satu sama lain hingga menjadi pusat perhatian beberapa orang yang melewati mereka.

Terakhir, Putia memeluk Jenggala hingga wajahnya tenggelam di dada dan merasakan kakinya terangkat. Terakhir, Jenggala mengusap bahu Putia tersenyum hangat pada gadis ini.

Huh, kapan ya ia bisa menyebut Putia dengan gadisnya.

"Guys, gue duluan ya. Thanks for everything!"

Ransi melirik Rizki, "di jemput?"

Rizki mengangguk, "iya, cewek gue udah nunggu."

Semuanya bertatapan dan memusatkan kembali pandangannya pada punggung Rizki yang semakin menjauh, "itu anak punya cewek?"

Putia ikut menoleh pada Ladit yang bertanya.

Ransi menepuk bahunya, "diem-diem punya pacar dia. Dit, si mput belom ngasih kepastian juga ke Jengga. Lo masih minat bersaing?"

Ladit terkekeh dan menoyor dahi Ransi.

"Mata Jengga noh udah mau keluar!"

Ladit berjalan lebih dulu di ikuti Ransi di belakangnya.

"Hati-hati, dit, ran!"

Ladit menoleh pada Putia sementara Ransi tidak, karena ia tau jika Jenggala masih memperhatikan dari jauh. Roman terkekeh kemudian berlari mengejar dua anak itu setelah memastikan Jenggala dan Putia akan pulang bersama. "hati-hati, man."

"Oke, put."

Dan Jenggala kembali merangkul bahu Putia dan keduanya berjalan.

"Jemputannya telat dateng, kita makan es krim dulu yuk!"

"Gue bisa pulang sendiri padahal," ujar Putia.

Jenggala menggelengkan kepalanya, "nggak, harus sama gue."

Putia terkekeh masuk ke kedai ayam terkenal setelah Jenggala mempersilahkannya masuk. Keduanya memesan es krim dan tentu saja Jenggala yang membayar pesanan mereka. "mau beli makan juga?"

Putia menggelengkan kepala, "nggak ah,"

Setelahnya mereka duduk di salah satu kursi, menikmati es krim sembari menatap keluar Jendela. Putia memakan es krim dalam diam, membuat Jenggala menatapnya penuh, "kenapa, put?"

"Males ketemu si Becca," jawabnya jujur.

"Pulang ke Apartemen gue mau gak?"

Jenggala menaikkan kedua alis membuat gadis itu berdecak, "lo punya apartemen?"

Lo anak orkay ya, jeng?

Jenggala mengangguk sebelum mendengar dering ponselnya, dimana ada seseorang menelpon.

"Hallo! om Iki, Kael ada di McD."

Pria itu beranjak, kembali mengulurkan tangan pada Putia yang masih sibuk memakan es krimnya. Mereka keluar dari kedai itu dan melambaikan tangan ketika melihat Riki berdiri dengan ponsel masih menempel di telinganya. Jenggala menutup telepon dan menghampiri pria dewasa itu yang mengangguk hormat sembari tersenyum padanya. "gimana kabarnya, Kael?"

"Baik, om Iki gimana?"

"Baik juga, dan ini...siapa?"

Putia tersenyum kikuk ke arah pria di depannya itu. Jenggala terkekeh mengusap rambut Putia dan menggapai agar gadis itu lebih dekat dengannya dan tidak bersembunyi di balik punggung.

"Calon menantu Papi!"

•••

Chapter selanjutnya fokus hubungan mereka.

Tombol next pencet vote ya.

Sidernya gak ngotak sumpah wkwk.

Hai, Jengga!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang