33

4.4K 449 64
                                    

Tarik nafas, tidak usah di buang. Tahan aja!

•••

Mengapa bukan Jenggala yang memeluknya?

"Nangis aja, put. Gak usah ditahan, ada gue."

Mendengar itu, Putia kembali terisak membuat Ladit mengusap rambut Putia yang mencengkram kemejanya. Hingga isakannya mereda, Ladit menepuk bahu kanan Putia pelan, merapikan rambut gadis di depannya yang ikut basah, "jangan ngerasa sendiri, ada kita. Ada gue,"

Putia menganggukkan kepala, hingga Ladit menarik tangannya pelan. Entah akan membawa Putia kemana, ia juga tidak berani bertanya hingga ia tau kemana Ladit melangkah ke arah gedung Fakultas dimana ada Jenggala masih berdiri mengobrol dengan seorang gadis yang Putia lihat beberapa menit lalu.

Ladit melepas genggaman tangannya dari Putia, kemudian menarik tangan Jenggala dan-

Bug!

"LADIT!" Putia berteriak menutup mulutnya. Ia melotot tak percaya ketika Ladit menyerang Jenggala. Gadis yang berada di samping Jenggala tadi membantu Jenggala terbangun membuat Putia memalingkan wajah, "maksud lo apa?!"

"PUNYA OTAK DIPAKE MAKANYA!"

Jenggala membalas Ladit membuat pria itu tersungkur, Jenggala sempat melirik Putia, matanya sembab dan merah, bahkan sisa-sisa air matanya masih terlihat. Putia membantu Ladit bangun, ia menggeleng pelan agar menyudahi perkelahian di antara mereka.

"Lo ada masalah sama gue hah?!"

Jenggala menarik kerah Ladit dengan tangan sebelah kirinya, refleks mendorong Putia agar menjauh dari Ladit hingga tak sadar membuat Putia terjatuh ke belakang. Melihat itu, Ladit kembali tersulut emosi dan menonjok wajah Jenggala lagi hingga baku hantam di koridor tidak lagi terelakkan.

Putia meneteskan air mata kembali melihat Jenggala habis di tangan Ladit. Sudah sering Putia bilang, dari tampang saja Ladit semenyeramkan itu, hingga keduanya baru bisa di pisahkan saat orang-orang mendekat setelah mendengar kegaduhan antara dua pria yang sekarang sudah babak belur.

Jenggala cemburu!

Ia cemburu karena Putia berdiri tepat di samping Ladit seolah gadisnya memihak pria itu, di saat yang bersamaan Ladit mengajaknya untuk pergi dan membiarkan Jenggala menatap kepergian mereka sembari menahan sakit, "Jengga, dahi lo berdarah!"

"Apa sih? Gak usah,"

Jenggala menepis tangan gadis itu kemudian pergi.

Putia menatap lengannya yang terus di tarik Ladit pergi, ia menoleh ke belakang berharap Jenggala mengejar dan menahannya pergi. Namun, ia tak menemukan pria itu, Jenggala sudah tidak ada disana menyisakan sesak di dadanya semakin nyeri.

"Naik, put!"

Putia melirik Ladit, "tapi, dit."

"Naik!"

Putia naik ke boncengan Ladit, ia jadi takut ketika melihat ekspresi wajah pria yang tengah menyetir ini mengeras dan menahan amarah. Putia tidak banyak bicara hingga pria itu menghentikan motornya di sebuah cafetaria, mengajak Putia masuk dan dengan percaya dirinya meminta kotak P3K pada pelayan.

Keduanya duduk di pojok ruangan dekat jendela, Ladit menyerahkan kotak P3K itu pada Putia membuat gadis itu ragu menerimanya dan mengambil kotak transparan warna putih itu dari tangan Ladit, keduanya lama terdiam hingga pria yang sudah menghajar Jenggala duluan membuka suara, "maaf gue hajar Jengga,"

Putia mengangguk, mengeluarkan kapas, antiseptik dan obat merah, mulai mengobati sudut bibir Ladit dan luka di bawah mata, "lo liat Jengga sama cewek lain kenapa diem aja?"

Hai, Jengga!Onde histórias criam vida. Descubra agora