27

4.7K 448 20
                                    

Siapkan hati.

•••

”Di gendong ya?”

Gadis yang di tawari mendengus membuat Jenggala  terkekeh namun tak ayal tetap mengambilkan kursi roda untuk Putia meski sempat menolak Putia menurut dan melingkarkan tangan kanannya di leher Jenggala membawanya duduk di kursi roda.

”Yang sakit tangan bukan kaki, Jengga.”

”Gapapa sayang,”

Putia tersenyum lalu mengecup pipi Jenggala.

Cup.

Gerakannya yang tiba-tiba membuat Jenggala tak fokus menciptakan tawa di bibir Putia sebelum Jenggala menurunkannya dan duduk di kursi roda. Ia tersenyum geli ketika beberapa detik Jenggala sempat mematung dan membalas kecupan singkat di pipinya.

Cup.

Sore yang cerah ini membawa pasangan itu keluar dari rumah sakit, Jenggala benar-benar tidak ingin mengembalikan Putia ke rumah dimana gadisnya akan celaka kembali dan ia meminta Tyas untuk datang ke Apartemennya hari ini untuk menemani Putia selama ia pergi ke kantor sang Papi untuk menjelaskan sesuatu.

Jarak dari rumah sakit ke Apartemen membutuhkan lima belas menit untuk menempuhnya dan bisa keduanya lihat jika Tyas, adik perempuan Jenggala sudah ada di depan gedung apartemen sembari memakan es krim di cone masih memakai seragam.

”Kakak bahunya gapapa?” tanya Tyas saat masuk ke dalam mobil dan duduk di belakang, Putia tersenyum menjawab pertanyaan syarat akan rasa khawatir itu dan menggelengkan kepalanya, ”masih kaku aja dikit,”

”Nitip mput ya, Yas. Gue ke kantor dulu,”

Tyas bergaya hormat pada kakaknya, ”siap.”

Jenggala mengusap rambut Putia mendaratkan kecupan di dahinya membuat Tyas memalingkan wajah, tidak kuat melihat adegan romantis antara kakak dan pacarnya itu, ”kamu sama Tyas dulu ya,”

Putia mengangguk, ”iya Jengga,”

Setelah memastikan Putia dan Tyas masuk ke lobi Apartemen dan memberikan kartu akses pada adiknya, Jenggala beranjak dan mengendarai mobilnya berbaur kembali dengan kendaraan lain di jalan raya.

Tanpa kesulitan berarti, Jenggala melangkahkan kaki setelah sampai di kantor. Para staff tau siapa yang datang tak mencoba menghentikan seorang pemuda masuk tanpa permisi hingga menaiki lift khusus para petinggi di kantor.

Tanpa mengetuk pintu, Jenggala masuk dan menemukan Guntur tengah duduk dibalik meja sembari memperhatikan dokumen yang tengah ia pegang.

”Hari ini kamu gak ada jadwal ke kantor, ada apa?”

”Aku mau nikah sama Putia, papi.”

Dokumen yang ada ditangan Guntur terlepas dari tangannya, tatapan pria itu sepenuhnya mengarah pada Jenggala, si anak sulung yang tiba-tiba datang ingin menikahi seorang gadis yang baru dibawa sekali ke rumah, ”kamu sadar udah ngomong kayak gitu?”

”Aku sangat sadar Papi, please.”

Guntur beranjak dari kursi memijit keningnya, bukan karena pusing masalah tidak mempunyai finansial untuk menikahkan Jenggala dan pacarnya, tapi ucapan tiba-tiba dari anaknya jelas membuatnya kaget.

”Kamu udah ketemu pak Dimas?”

Jenggala menggelengkan kepalanya kemudian duduk di sofa warna abu-abu. Padahal ia sempat menghubungi Dimas namun Papa tiri Putia itu hanya berbasa-basi lewat telepon dan menitipkan Putia padanya mengingat ia tidak bisa meninggalkan pekerjaannya.

Hai, Jengga!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang