36. Aku Menyakitinya

6 1 0
                                    

Obat melupakan seseorang itu bukan orang baru dengan kisah baru yang dibawanya.

Jika kamu melakukannya, kamu bukannya mewarnai hidupmu dan hidup orang baru itu dengan cinta tapi kamu hanya menambah rasa sakitnya. Seumur hidup belum pernah ada orang yang bahagia karena hanya jadi pelampiasan. Pasti sakit. So .... don't do it. Jika kamu enggak bisa membuat orang bahagia, setidaknya jangan menyakitinya.

By the way ... ada juga yang melupakan seseorang dengan menjauh, menghapus jarak dan hilang dalam jangkauannya. Memang berhasil, tapi ketika bertemu lagi semua rasanya akan muncul kembali ke permukaan. Ibaratnya gini, rasa itu enggak hilang, hanya bersembunyi. Ekhem untuk bagian ini aku lagi nyindir diri sendiri.

Jika begitu, lalu obat melupakan seseorang yang benar itu apa?

Sebaiknya kamu enggak perlu melupakannya. Because it's not that easy. Kamu hanya perlu menerima semua yang terjadi.

Aku salah karena menjadikan Kesta obat untuk melupakan Seska. Aku salah karena menerima kisah baru yang dia tawarkan. Berpikir lama-lama pasti aku bakal secinta itu sama Kesta. Enggak sulit jatuh cinta pada Kesta, sungguh.

Aku menyayangi Kesta, walau bukan jenis sayang yang itu.

Aku mencintainya, walau bukan jenis cinta yang itu.

Tapi hatiku tegas memilih dia.

Aku yakin hidup bersamanya. Dengan sayang yang aku punya dan dengan cinta yang aku punya. Sangat yakin. Lagian dipikir-pikir hubungan pernikahan itu dibangunnya dan bertahannya enggak hanya soal cinta kan? Ada tanggung jawab, rasa nyaman, saling melengkapi, saling mengerti, berbagi dan hidup bersama.

Okay, i will try.

Aku nyengir sambil menggulir layar ponsel. Biar saja dikira stress oleh pengunjung kafe yang lain, toh mereka enggak kenal aku juga.

Aku meneliti sekitarku sejenak. Kafe ini kafe Honey namanya. Seperti namanya, madu, manis. Interiornya berwarna caramel lembut seperti madu. Dengan aksen bunga-bunga abstrak yang manis dilihat. Pilihan yang tepat untuk kujadikan tempat bertemu dengan seseorang yang ekhem special.

"Ta, lupa minum obat atau salah minum obat? Kenapa nyengir-nyengir sendiri?"

Interupsi itu datang dari depan, sang empunya suara menarik kursi di hadapanku untuk kemudian dia duduki.

Aku makin nyengir lebar, kuda aja kalah. "Memang lupa. Mau beliin? Yang rasa coklat ya."

"Nanti aku cari sianida rasa coklat."

"Woilah bukannya sembuh malah sekarat aku!" protesku.

Kesta terkekeh. Menatapku dalam, lalu tersenyum lega. "Badainya udah selesai, Ta?"

Aku lemot sebentar sebelum akhirnya mengerti badai yang dia maksud. Aku menghilang dari pandangannya adalah salah satu tanda aku sedang diterjang badai. "As you see now."

"I miss you."

"Me too."

So sweet? Biasa aja. Di kami kata itu hanya seperti "Aku lapar", lalu kujawab, "Aku juga". Ya gimana ya udah terlalu biasa di hubunganku dan Kesta.

"Jadi kita mau ngapain?" tanya Kesta.

Aku balas dengan menyodorkan ponselku ke arahnya.

Kesta menerimanya dengan alis mengerut. Manggut-manggut begitu melihat isinya. Di sana sudah kurangkum persiapan nikahan. Mulai dari dekorasi, pakaian, katering, tempat acara dan lain-lain.

RUMIT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang