The Sacrifice

235 28 3
                                    

Seminggu berlalu, sang malaikat kecil sedih makhluk bersayap hitam masih tak mau berbicara kepadanya. Ia hanya diam tak bergerak, tak juga makan.

Luka-luka di tubuh dan sayapnya juga tak kunjung sembuh.
Padahal, malaikat kecil selalu mengoleskannya dengan obat luka yang dibawanya dari rumah.

Tetapi hal itu tak membuatnya meninggalkan sang makhluk.
Ia tetap duduk dan bernyanyi menemaninya ditengah hutan.

Sampai suatu ketika, tak sengaja sayap putih malaikat kecil mengenai salah satu luka di tubuh sang makhluk.

Bagaikan sihir, luka yang terkena sayapnya bersinar dan perlahan pulih.

Mereka berdua terkejut melihat pemandangan itu.

Malaikat kecil tersenyum lebar dan mencabut satu bulu di sayapnya lalu ia letakkan diatas salah satu luka pada tubuh makhluk bersayap hitam itu.

Ajaib! Luka pada tubuhnya bersinar dan menhilang yang diiringi dengan hilangnya bulu putih yang ditempelkan pada luka tersebut.

Malaikat kecil sangat gembira. Ia telah mengetahui cara menyembuhkan sang makhluk.

Ia kembali menarik satu bulu di sayapnya untuk menyembuhkan luka makhluk yang rapuh itu.

Bulan berganti tahun, malaikat kecil cantik dengan sabar masih terus mencabuti bulu sayapnya untuk dapat menyembuhkan sang makhluk.

Salah satu sayap kecilnya hampir botak karena terus dicabuti.
Sang makhluk khawatir pada malaikat kecil. Jika ia terus mencabuti bulu pada sayapnya, ia tak akan bisa lagi terbang.

Hingga suatu hari makhluk bersayap hitam itu berbicara pada malaikat kecil untuk pertama kalinya.

"Hentikan! Jika kau terus mencabuti sayapmu, kau tak akan bisa terbang!"

Malaikat kecil terkejut mendengar suara sang makhluk.
Ia menatap mata indah milik makhluk bersayap hitam dan tiba-tiba ia menangis.

"Ah...maaf... apa aku membuatmu takut? Aku tidak bermaksud membentakmu."

Sang makhluk merasa bersalah telah membuat malaikat cantik itu menangis.

Malaikat kecil menggeleng,

"Tidak. Aku menangis bukan karena takut. Tapi aku senang karena akhirnya kau mau berbicara kepadaku."

Sang makhluk terpana mendengar jawaban malaikat kecil yang masih menangis.

Perawakannya yang mungil dan wajah yang imut membuat sang makhluk ingin sekali memeluknya agar tangisannya berhenti.

Tapi ia tak berani. Ia khawatir sayap hitamnya akan melukai malaikat kecil.

"Kau... tidak takut kepadaku? Aku memiliki sayap hitam. Kau tau kan hanya iblis yang memiliki sayap hitam?"

Makhluk itu bertanya pada malaikat manis yang masih terus mengobati lukanya dengan mencabuti bulu sayapnya sendiri.

"Tidak, aku tidak takut. Karena aku tau kau bukan iblis. Kau seorang malaikat, sama sepertiku. Walaupun aku tak tau bagaimana sayapmu bisa berwarna hitam, tapi aku yakin kau adalah malaikat. Seorang iblis tak akan mengkhawatirkan sayap malaikat lain. Lagipula, jika kau jahat, kau pasti sudah melukaiku sejak pertama kita bertemu."

Malaikat kecil menjelaskan dengan tersenyum. Lalu ia menambahkan,

"Aku mengenalmu. Aku pernah beberapa kali melihatmu terbang tinggi dengan sayap putihmu yang gagah. Aku langsung mengagumimu sejak itu. Lalu tiba-tiba kau menghilang."

Sang makhluk hampir tak percaya dengan yang didengarnya. Tapi ia senang masih ada seseorang yang mengenalanya.

Ia menceritakan penyebab sayapnya menjadi hitam. Untuk pertama kalinya sejak sayapnya berubah warna ia mempercayai seseorang.

"Terima kasih. Terima kasih telah menemaniku selama ini. Kau tak pernah sekalipun meninggalkanku. Kau selalu kembali. Terima kasih telah mempercayaiku."

Sang makhluk berkata dengan mata yang berkaca-kaca.
Ia bersyukur, sangat bersyukur dengan kehadiran malaikat berwajah cantik itu.

Tapi ia sedih. Ia sedih melihat keadaan sayap kiri malaikat kecil itu hampir tak berbulu.
Bulu sayapnya hampir habis untuk mengobati luka di seluruh tubuhnya.

"Untuk itu aku mohon, berhentilah mencabuti bulu sayapmu. Aku tidak ingin kau mengorbankan dirimu untuk menyembuhkanku. Sayapmu masih dapat tumbuh, tapi bulumu tak akan kembali."

Fly TogetherWhere stories live. Discover now