28

5 2 0
                                    

Kicauan burung dan teriknya matahari membuat Shaquilla akhirnya terbangun. Ia membuka matanya dengan malas dan bangun dengan pelan. Baru saja ia akan melangkahkan kakinya masuk ke kamar mandi, bel pintu rumahnya berbunyi. Shaquilla berjalan sembari menguap, lalu perlahan membuka pintu di depannya. Menunjukkan wajah kak Sunny yang sumringah dan membawa kresek putih di tangnnya.

"Kok belum siap, Sha?" Sunny melepas sepatunya dan masuk, menuju dapur untuk membuka kresek berisi makanan untuk 'artis' nya ini.

"Emang ada apa kok kakak jam segini udah ke rumah aku?" ujar Shaquilla yang sebenarnya masih belum sadar dari kantuknya. Ia menggaruk rambutnya dan sesekali menguap dengan mata yang masih berat untuk dibuka.

Sunny yang berada di dapur mendecak. Ia lalu menuju meja depan TV sembari menyajikan makan yang dibelinya untuk Shaquilla. Dua bungkus soto ayam di pagi hari dengan asap yang masih mengepul membuat siapapun tergiur.

"Kan ada reading naskah novel romance mu yang itu loh," ujar Sunny sebelum menyuapkan sesendok nasi yang ada pada kuah soto

Shaquilla yang sedang meniup sotonya berhenti, "emang aku harus kesana juga?"

"Kan kamu penulisnya. Kamu yang tau gimana gerakan gerakan dan feel yang ada didalam novel kamu,"

Shaquilla hanya mengangguk mengerti sebelum kembali menikmati sotonya. Setelah ia selesai dengan sarapannya, Shaquilla segera menuju kamar mandi untuk mandi dan bersiap-siap menuju gedung pembacaan naskah. Ia kira ia tak usah pergi, jadi ia bisa melanjutkan tulisannya yang lain. Tentu saja dengan genre tercinta, horror. Ia tak mau lagi menulis tentang romansa.

Entah ia merasa geli dengan tulisannya sendiri atau ia merasa hanya dia yang berhasil menembus zona nyamannya.

Ia sudah sampai gedung, ditemani oleh Sunny tentunya. Sunny sekarang sudah seperti manajernya Shaquilla yang setiap saat selalu ada di sampingnya saja. Padahal Shaquilla itu artis saja bukan.

Saat akan sampai ruangan tempat pembacaan naskah terjadi, Shaquilla mengintip dari luar.

"Kak, kita telat gak sih?"

Sunny merangkul Shaquilla, "engga, Sha. Itu mereka nunggu lo,"

Lalu Shaquilla menarik nafasnya terlebih dahulu sebelum memasuki ruangan yang sudah terisi penuh tersebut. Saat Shaquilla masuk, semua orang disana langsung berdiri. Shaquilla hanya melempar senyum canggungnya dan berjalan menuju kursinya.

"Halo mba Shaquilla, perkenalkan saya sutrada dari projek film anda, Fatyo. Ini pak produser, pak Winarto dan ini penulis naskahnya kak Farida. Yang disana itu pemeran utama wanitanya, aktris baru Kezia. Untuk pemeran laki-lakinya ada keterlambatan sedikit ya mba," ujar lelaki yang berada di sampingnya. Ia adalah sutradara yang terkenal dengan pengambilan gambar yang indah untuk genre romance, kak Sunny yang bilang saat di perjalanan tadi.

Pintu terbuka dengan tiba-tiba, menampilkan sosok laki-laki yang sedang terengah engah dengan peluh yang bercucuran. Ia membungkuk depan pintu karena nafasnya yang hampir habis.

"Maaf saya terlambat," ujarnya sembari menegakkan badan.

Baik laki-laki tersebut atau Shaquilla saling memandang dan terdiam sesaat. Nafas yang barusan laki-laki tersebut hirup banyak, seolah tercekat di kerongkongan kala menatap mata cantik itu setelah sekian lama.

"Nah, perkenalkan mba, dia Sakala Alvino. Aktor senior yang baru kembali lagi ke dunia per-film an, pemeran utama dari film yang akan kita garap kali ini,"

Keduanya sama-sama tak menyangka dengan takdir Tuhan yang memang penuh dengan kejutan.

"Halo, Shaquilla. Long time no see, author,"

My Dear Actormate [SEGERA TERBIT]Where stories live. Discover now