17. Pap

7.1K 362 20
                                    


Bel istirahat berbunyi.

Para murid bersorak senang akhirnya bisa bebas keluar kelas untuk mengisi perut yang lapar ataupun melakukan aktivitas lainnya.

Sebagian dari mereka sengaja melirik kesal sebelum memutar bola mata dan membuang muka dengan sombong saat melewati meja Amara. Kesal karena cewek itu terus mengancam akan mencatat nama-nama yang keluar kelas seenaknya—sebelum bel istirahat berbunyi. Apa yang Amara lakukan tidak salah, tapi mereka kesal karena cewek itu sok berkuasa melebihi Auriga yang merupakan ketua kelas.

“Kantin atau warung belakang, Yo?”

“Kantin,” sahut Ellzio sembari merogoh ponsel dari saku. Cowok itu menduduki meja guru dengan kaki menyentuh lantai. Gitar yang dimainkannya sudah berpindah tangan sedari tadi ke Bhanu. “Duluan aja sana.”

“Lo?”

“Nanti nyusul.”

Fatir mengernyit sembari memanjangkan leher untuk mengintip layar ponsel Ellzio. Namun, Arghi lebih dulu merangkul Fatir—menyeretnya. “Yok ah, cacing-cacing diperut gue udah mendesah manja. Tinggal aja si Zio mah. Cowok masih bau minyak telon kayak dia nggak bakal ada yang nyulik juga.”

Fatir dan Arghi, diikuti Bhanu dan Auriga keluar kelas lebih dulu. Meninggalkan Ellzio yang sok sibuk dengan ponselnya.

Ellzio Sagara
Keluar akhiran aja.

“Apa lo liat-liat?!” Amara melotot galak. Melihat Ellzio yang yang duduk di meja guru sembari melipat tangan di dada dengan tatapan yang tertuju kearahnya, Amara merasa cowok itu tengah memperhatikannya.

“Gue punya mata,” sahut Ellzio.

“Ya kan, bisa, nggak usah ngeliat ke arah gue!”

“Kepedean, orang gue nggak ngeliat lo.” ucap Ellzio dengan senyum kecil dan tengil khasnya. Mereka kembali ribut kecil seperti biasa. Di depan ... Laura.

“Halah, iya juga. Pasti lo lagi mikirin rencana buat ngerjain gue, kan? Ngaku aja lo!” tuduh Amara dengan jari telunjuk mengacung.

“Kagak, anj—” Ellzio mengangkat tangan, membuat pertahanan saat Amara mendekat dan menyerangnya dengan pukulan.

“Sehari nggak mengumpat sama jahilin gue nggak bisa, ya, lo?” ucap Amara. Padahal Ellzio tidak melakukan apa-apa. “Lo tuh, nyebeliiin banget, tau, nggak?” sambung Amara sembari menjewer telinga Ellzio yang membuat cowok itu memekik keras.

“Rasain!” tambahnya menginjak kaki Ellzio sebelum akhirnya berbalik badan dan mengajak teman-temannya ke kantin. “Ayo, guys!”

“Ayo, Ra!” ajak Aretta yang sudah beranjak dari bangkunya sembari menatap Laura.

“Emm ... ” Laura mengobrak-abrik tasnya, pura-pura mencari sesuatu. “Duluan aja, Ta.”

Laura baru mendongak sembari menggigit bibir setelah merasa hanya hanya tinggal dia dan cowok yang mengirim pesan memintanya keluar kelas akhiran yang tersisa.

Dia kemudian beranjak dari bangkunya, begitupun dengan Ellzio yang juga mendekat. Langkah lebarnya membuat Ellzio memangkas jarak dengan cepat. Cowok itu lebih dulu menendang pintu sampai tertutup rapat.

Baby ...” ucapnya terdengar seperti merengek sembari sedikit membungkuk, menjatuhkan kepalanya di atas bahu Laura dengan kedua tangan menyentuh pinggangnya mesra sekaligus manja.

“Zio!” Laura melirik kearah jendela dengan panik serta berusaha mendorong Ellzio. “Nanti ada yang liat,” tegurnya.

Namun, kepala Ellzio malah mendusel di ceruk leher Laura. “Nggak apa-apa. Bagus malah. Biar mereka tau kamu pacar aku.”

PERFECTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang