30. Gue Pacarnya!

5.5K 305 101
                                    

“Kasih tahu Amara.”

“Dia harus denger dari kamu sendiri, jangan sampai tahu dari orang lain nanti.”

“Dia harus denger dari kamu sendiri, jangan sampai tahu dari orang lain nanti.”

“Dia harus denger dari kamu sendiri, jangan sampai tahu dari orang lain nanti.”

Laura menghela napas panjang, setelah beberapa saat menggigit bibir sembari diam-diam memperhatikan Amara yang membagi fokus antara makanan di meja dan ponsel di tangan kirinya.

Nasehat Mama kemarin memenuhi isi kepala Laura dan membuatnya mengulang-ngulang kalimat itu dalam hati.

Dia terlihat santai, menikmati jus mangga dan beberapa camilan yang tersaji, serta sesekali menyahuti obrolan teman-temannya, menanggapi. Tidak ada yang menduga kalau sebenarnya Laura sedang berperang dengan dirinya sendiri.

Iya, Laura harus segera mengakui sebelum bisa saja Amara tahu dari orang lain dan membuatnya semakin kecewa nanti.

Namun, segala yang disiapkan baik kata-kata ataupun tekad, sekejap langsung lenyap begitu saja saat dia sudah berhadapan langsung dengan Amara.

Laura membuang pandangan sembari menggigit sedotannya saat Amara yang sedang diperhatikannya mendongak dan meletakkan ponselnya ke atas meja sedikit kasar.

Cewek itu kemudian mendengkus kesal.

“Ck, Zio bener-bener nyebelin, deh. Dari kemarin gue spam chat nggak dibales. Gue chat lagi malah ceklis satu. Masa iya dia nge-blok gue?!” dumelnya.

“Mungkin aja ceweknya yang nge-blok.” sahut Aretta santai sembari memasukkan kentang goreng ke mulutnya.

“Ih, apa, sih, Ta. Nggak boleh gitu, ah,” ucap Katya. “Nggak mungkin Zio ngizinin ceweknya selancang itu nge-blokir kontak Amara. Iya, kan, Mar?” sambungnya menatap Amara yang berada disampingnya.

Bukannya berterima kasih karena Katya di pihaknya, Amara justru membalas tatapan Katya dengan mata menyipit penuh selidik.

“Gue kepikiran. Mungkin aja kalo ... pacarnya Zio, justru ternyata orang terdekat gue,” Amara menatap Katya serius. “ Bukan ... lo, kan, Ya?” tuduhnya.

Orang yang paling mendukung bisa saja justru ternyata adalah orang yang menikung.

“Gue?” Katya menunjuk dirinya sendiri sebelum tertawa dan mengibaskan tangan di depan wajah. “Ngaco banget lo. Gue cukup sadar diri, please. Sekelas Si Elvira aja di tolak mentah-mentah sama Zio.”

“Oh ... ya, kapan?” tanya Amara, yang sebelumnya dia pernah memasukkan nama Elvira—ketua teater yang memiliki paras cukup cantik dan kepribadian kelem dan baik kedalam kemungkinan pacar Ellzio.

“Kemarin-kemarin, hari apa tuh, lupa. Pokoknya gue liat mereka berdua. Elvira nembak yang langsung Zio tolak. Dan lo tahu, Zio nolaknya pake mode dingin, cuek tapi tegas yang baru pertama kali gue liat. Dia bilang, ‘Gue udah punya pacar’ dengan nada yang kayak ... dia tuh, sayang, bangga dan ... pokoknya arghh ... bucin banget sama cewek yang dipacarinya.”

Tidak perlu menatap wajah excited dan gerakan greget tangan Katya saat bercerita untuk membayangkan bagaimana gentle dan gantengnya Ellzio ataupun perasaan terluka Elvira saat itu. Amara pernah melihatnya, dia sudah lebih dulu mengalaminya.

Berbeda dengan Amara yang terbawa suasana mengingat pengalamannya yang sama dengan Elvira, ditempatnya, diam-diam Laura mengulum senyum mendengar cerita Katya.

Ellzio, cowok itu meninggalkan mobilnya di depan rumah Laura semalam. Lalu, pagi hari saat akan berangkat sekolah cowok itu datang mengambilnya dengan membuat alibi lupa dan ketinggalan. Kemudian berakhir dengan menyampaikan tujuan yang sebenernya, meminta izin berangkat dengan Laura. Sayang, usahanya gagal karena Papa tidak mengizinkan. Mobil Ellzio hanya berakhir mengekori mobil yang ditumpangi Laura dan dikemudikan Papa dari belakang.

PERFECTWhere stories live. Discover now