25. Keputusan.

110 6 0
                                    

"Kenapa takdir ini begitu sulit? Di satu sisi, saya sudah mencintai gadis pembangkang itu, di sini lain saya harus dihadapkan dengan perjodohan yang tidak saya inginkan." ~Azlan Athaya Rayhan~


Langit kini berubah yang tadinya indah menjadi semu, seakan menggambarkan bagaimana perasaan pemuda yang masih duduk bersila di atas sajadah. Setelah kepulangan gadis penikmat musik tersebut. Azlan kembali termenung di dalam kamarnya seorang diri. Apa yang harus dia katakan nanti jika dihadapkan dengan tamu yang membawa hajat ke rumahnya?

Ya, Allah, kenapa semuanya terasa berat?

Azlan meraup kasar wajahnya, embusan napas terdengar begitu berat. Sebentar lagi sahabat sang ibu datang, dia harus mempersiapkan diri sebaik mungkin.

"Baiklah Azlan ... hadapi semuanya dengan lapang dada," gumamnya sembari berdiri dan melipat sajadahnya.

Manik mata abunya melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 07:00, tetapi Romi belum juga pulang dari rumah sakit. "Apa Romi menginap lagi?" tanya Azlan pada diri sendiri.

Lagi-lagi, napas berat terdengar. Lalu kakinya mematri menuju ranjang. Namun, sebelum itu langkahnya terhenti tatkala mendengar suara pintu diketuk membuat kepala Azlan menoleh dan menghampiri pintu tersebut.

Tampaklah seorang wanita paru baya di balik pintu yang dibuka, wanita tersebut tersenyum lembut menatap sang anak. Berbanding terbalik dengan hatinya yang gelisah. "Ada apa, Bu?" tanya Azlan.

"Kamu siap-siap, gih. Tamu kita sudah sampai," titah Pipit seraya mengelus lembut lengan Azlan, sedangkan pemuda itu hanya mengangguk sebagai respon.

"Ya, sudah, Ibu ke depan mau temenin mereka. Kamu jangan lama, ya." Lepas melihat respon sang anak, kaki jenjang Pipit kembali melangkah menuju ruang tamu.

Azlan, pemuda itu tampak tak bersemangat dia berpikir. Mungkin ini sudah memang jalan takdirnya, suka tak suka dia harus menerimanya.

Sementara di sisi, Arsyila tengah dalam perjalanan pulang menuju apartemennya sebelum ke rumah sakit menemui sahabatnya.

"Gue cari makan dulu aja kali, ya?" gumamnya sembari menelisik setiap jalan yang dia lalui. Kurva bibirnya tertarik tatkala melihat pedagang nasi goreng, lantas gadis penikmat musik tersebut dengan cepat mencap gas menuju pedagang itu.

"Mang, nasi gorengnya satu dibungkus, ya," titah Arsyila setelah berada di depan mas-mas penjual nasi goreng.

"Siap, Neng," balasannya seraya memberikan dia jempol.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 21, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Luka Asya (TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang