ㅤ ㅤㅤ ㅤ𝗳𝗼𝗼𝗹𝗶𝘀𝗵 𝗯𝗲𝗴𝗶𝗻𝗻𝗶𝗻𝗴𝘀

141 124 112
                                    

Jeritan anak-anak kecil menggema di seluruh taman bermain sekolah, sesekali terdengar tiupan dan suara tawa anak-anak yang renyah. Shaga berada di bawah sebuah seluncuran mini berwarna kuning. Seluncuran itu di kelilingi oleh beberapa anak yang sedang memojokkan seorang anak lelaki berbaju monyet.

Anak lelaki itu tidak punya teman, jadi setiap hari—dia bermain sendiri membuat gunung kecil dengan bebatuan di taman bermain.

Shaga tidak punya banyak teman karena tidak ada anak lain yang tinggal cukup lama untuk berteman dengannya. Shaga juga kurang didekati karena dia menggunakan aksen asing yang berbeda dengan anak lainnya. Biasanya, anak-anak akan mengecualikannya karena dia terlihat berbeda dari mereka. Namun, ketika seseorang mencoba mendekatinya, mereka biasanya pergi setelah beberapa saat karena mereka tidak dapat memahami Shaga.

Jadi, yang hanya bisa dia lakukan adalah bersenandung sendiri sambil mengesampingkan bebatuan yang sedikit lebih besar dengan warna berbeda, dan menghancurkan pegunungan kerikil untuk membangunnya kembali.

"Halo!" Shaga mendongak dari formasi bebatuannya pada anak lelaki berkulit putih yang menatapnya.

Dia memiliki mata yang tajam dengan rambut coklat gelap yang disisir rapi ke belakang.

"Hai," jawab Shaga. Dia tersenyum padanya dan duduk di depan anak lelaki itu.

Anak lelaki itu menunjuk dirinya, kemudian menunjuk Shaga sembari tersenyum. Shaga harus mengambil beberapa detik untuk memahami apa yang dia minta. "Aku... Nggak, eh, aku nggak paham." Shaga berdiri tegak.

Dia tersenyum, lalu mencoba untuk berucap setelah sekian lama menimang-nimang. "Aku boleh main sama kamu?"

Shaga memindahkan beberapa batu di sekitar kakinya. Dia tersenyum dan melipat kakinya. "Namaku Shaga." Shaga memberitahunya.

Dia menyeringai. "Aku Noah."

Dia menatap gunung batu milik Shaga. "Kamu lagi buat apa?"

"Aku lagi buat gunung batu. Kamu juga bisa membuatnya."

Senyumannya semakin lebar, dan mengangguk cepat. "Ayo kita buat gunung sama-sama!"




 "Ayo kita buat gunung sama-sama!"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Baik. Apakah ini adalah pilihan yang benar?" Shaga menatap kosong keluar jendela kamar tidurnya, dengan tas ransel berwarna biru tua tergantung di bahu kirinya. Shaga dan Noah akan dijemput oleh yang lain kapan saja, bisa jadi saat ini.

"Shaga, lo baik-baik aja?" Shaga melirik Noah dari balik bahunya. Dia memegang tali tas punggungnya saat dia menatap lelaki itu dengan ekspresi lembut.

"Ya. Gue sedikit gugup tentang perjalanan ini," jawab Shaga mengalihkan pandangannya kembali ke jendela. Lantai sedikit berderit dan tangannya mendarat di pundak Shaga berpikir untuk bisa mengurangi rasa gugup sahabatnya.

⨾ ⠀𝐂𝐀𝐒𝐓𝐑𝐀 𝐍𝐎𝐂𝐓𝐄Where stories live. Discover now