ㅤ ㅤㅤ ㅤ𝘁𝗵𝗲𝗶𝗿 𝗽𝗹𝗮𝗰𝗲

149 124 89
                                    

Seseorang mencengkeram bahu Shaga dan menyentak kembali ke arahnya. Shaga mendongak ke samping kanan, menatap Noah. Alisnya mengerut saat Noah menatapnya.

"Apa itu, tadi?"

Dia menarik tangannya sebelum menjawab. "Lo ngebuat gue takut." Begitu dua lelaki itu melihat pintu yang tertutup, mereka mulai berjalan perlahan ke arahnya dengan perlahan—takut untuk menyinggung penghuni yang tinggal di sana. Satu-satunya yang bergerak adalah kaki mereka. Sisanya sekaku patung.

"Gue dulu?" tanya Shaga sembari menyiapkan langkahnya. Noah mengangguk. Mata Shaga terbelalak. "Gue ngerasa seperti gue dikendaliin oleh tubuh gue sepanjang waktu."

"Apa lo bilang? Lo yakin baik-baik aja, kan? Lo sakit Ga?" Noah memberi Shaga pertanyaan beruntun.

Shaga menggelengkan kepalanya. "Enggak kok. Gue baik-baik aja."

Noah mengangkat alisnya. "Kalau lo yakin, oke deh."

"Kita harus ke tempat yang lain, Ga. Kita datang ke sini untuk menjelajahi gedung ini sama-sama."

Shaga berbalik untuk melihat pintu yang tertutup. "Mungkin kita bakal kembali ke ruangan itu nanti."

"Lo benar. Ayo pergi," ajak Noah.

Shaga berjalan di depan Noah, mereka menuju pintu masuk utama gedung. Dari sana dia mendengar suara teman-teman mereka yang sedang bertukar pikiran tentang cara masuk. Mengapa mereka tidak melalui jendela saja seperti yang Shaga dan Noah lakukan?

Shaga berjalan menuju pintu, menarik-narik papan kayu yang menutupi bagian dalam pintu.

"Shaga! Noah! Apakah kalian ada di sana?" Suara Heiji terdengar ketika memanggil mereka.

"Ya. Kami di sini. Kenapa kalian nggak coba jendela yang kami masuki tadi?" balas Shaga.

Luke menjawab. "Kami nggak perhatikan jendela mana yang kalian lewati."

Noah menjawab. "Kalian bisa aja merangkak lewat jendela di samping pintu, tempat kami masuk tadi."

"Baju gue bisa robek ntar, kalo lewat situ. Baju gue baju baru, ya nggak bisa dong!" seru Davin tak terima.

Shaga menghela napas dan menyesuaikan tas di punggungnya. "Bertahanlah, gue dan Noah bakal mencoba merobohkan papan yang menutupi pintu ini."

Shaga dan Noah meraih sebuah papan yang cukup tebal dan menariknya. Butuh beberapa sentakan pada kayu itu sebelum patah dari dinding dan paku terbang ke lantai. Dua lelaki itu mengulangi proses ini sampai papan berada di tanah dan pintunya dapat terbuka. Sementara di luar, Heiji membuka pintu logam ganda itu. Karat di engselnya mengeluarkan bunyi nyaring dan pintu itu berderit ketika ia buka lebar. "Woah!" Heiji melihat sekeliling. "Tempat ini keren banget, kacau."

Axel bertanya. "Apa kita bakal pergi menjelajah sekarang? Atau hanya berdiri di sini dan berbicara?"

"Kalau gitu..." Hangga menggantung kalimatnya. Dia berjalan ke depan teman-temannya. "Kita harus mulai bergerak."

Mereka semua berjalan di seberang aula dari tempat Shaga dan Noah berasal. Tidak ada yang berbeda dalam penampilan aula ini dibandingkan dengan yang lain. Hanya ada beberapa pintu dengan kamar berukuran lebih besar. Mereka mungkin digunakan untuk menampung lebih banyak orang sekaligus, sementara kamar lain mungkin adalah kamar tidur.

"Kita harus memeriksa ruangan ini." Luke berdiri di depan mereka sambil menunjuk ke ruangan tertentu. Mereka mendekati ruangan yang dia tunjuk dan mengintip ke dalam.

Ruangan itu dalam kondisi yang lebih buruk daripada kamar lain yang pernah Shaga lihat. Hampir semua cat terkelupas dari dinding dengan campuran kotoran, dedaunan. Puing-puing dan debu menutupi lantai. Jendela tidak rusak, tidak seperti jendela-jendela lainnya dan tersembunyi di balik tanaman hijau yang tumbuh terlalu banyak.

⨾ ⠀𝐂𝐀𝐒𝐓𝐑𝐀 𝐍𝐎𝐂𝐓𝐄Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang