Bagian 14

16K 1.1K 219
                                    

🦋 بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ 🦋

Tepat hari ini Zaman akan berangkat ke kota untuk mengurus segala hal yang menyangkut tentang perkuliahannya. Mulai dari tempat tinggal, dan juga yang lainnya.

Mahika sengaja datang ke ndalem pagi-pagi sekali. Tidak peduli dia akan terlambat masuk kelas. Mahika terus memperhatikan Zaman yang tengah bersiap di kamarnya.

Gadis itu tidak mengatakan apapun. Dia hanya fokus memperhatikan Zaman. Sampai akhirnya Zaman sadar dengan sikap Mahika yang tiba-tiba jadi pendiam.

"Kenapa diam aja? Sedih, hum?" tanya Zaman.

Mahika mengangguk.

"Cuma 4 hari. Habis itu aku langsung pulang lagi ke sini."

"Tapi pergi lagi," ucap Mahika.

Zaman tersenyum kecil. Dia merangkul Mahika lalu memeluk tubuh gadis itu. Zaman menjatuhkan dagunya di atas kepala Mahika. Tangannya mengusap-usap punggung Gadis itu.

"Sekali seminggu aku usahakan pulang. Mahika nggak boleh malas-malasan. Walaupun nggak ada aku. Kamu harus tetap semangat belajarnya. Jangan bolos lagi, jangan tidur di kelas, jangan terlambat shalat subuh. Sebentar lagi sudah kelas 12, harus banyak belajar. Main-mainnya cukup sampai kelas 11 saja. Paham, sayang?"

Mahika mengangguk kecil.

"Mukanya jangan melas seperti ini dong. Aku cuma 4 hari di kota. Nanti pulang dari sana aku bawakan oleh-oleh buat kamu, ya."

Mahika mendengus kecil.

"Nggak mau oleh-oleh. Maunya ikut," rengeknya.

"Nggak bisa, sayang. Mahika harus sekolah. Sebentar lagi ujian, kan? Janji deh nanti kalau Mahika libur, Mahika boleh ikut."

"Maunya sekarang," rengeknya.

Zaman terkekeh melihat wajah Mahika. Dia mengacak puncak kepala gadis itu.

"Sebentar lagi Abi sudah datang. Ayo keluar, nanti kita dimarahi karena berduaan di kamar."

"Mahika mau ikut, Gus Zaman." Dia menarik-narik ujung baju Zaman.

"Iya, Mahika ikut. Tapi jangan sekarang, ya."

"Kan cuma 4 hari. Mahika libur 4 hari. Nggak apa-apa dihukum asal boleh ikut."

Zaman memegang kedua bahu Mahika. Dia menatap mata gadis itu cukup lama. Sampai akhirnya Zaman menggesekkan hidungnya dengan hidung Mahika. lalu, zaman tersenyum dan mencium pipi Mahika.

"Kalau mau cerita, dan butuh sesuatu. Datang ke ndalem, pinjam ponsel Umi buat telfon aku ya. Apapun ceritanya, kamu boleh telfon aku. Mau cerita cicak beranak, ember kamu pecah, sabun mandi kamu dicuri, baju kamu robek, nilai kamu jelek, kamu dihukum, kaki kamu kebentur meja, kucing beranak, semuanya boleh kamu ceritain. Apapun. Waktu aku semuanya untuk kamu. walaupun aku sibuk, akan aku usahain supaya bisa ngobrol sama kamu."

Zaman merapikan hijab Mahika.

"Jadi, Mahika nggak perlu khawatir dan merasa kesepian. Nggeh, sayang?"

Mahika mengangguk kecil. Wajahnya masih nampak melas.

Suara Abi terdengar memanggil. Buru-buru Zaman membuka pintu kamar. Dia mengangkat kopernya dan juga menarik lembut tangan Mahika untuk keluar dari kamar.

"Eh, Mahika di sini? Kenapa tidak masuk kelas? Ini sudah bel toh?" tanya Abi.

Mahika menunduk tidak menjawab.

Zaman Omair (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang