Bagian 29

15.7K 1.5K 533
                                    

🦋 بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ 🦋

10 Minggu kemudian

Akhir-akhir ini, Zaman dan Mahika sudah jarang bertemu. Zaman sibuk kuliah, bahkan yang katanya bisa pulang sekali seminggu. Sekali dua Minggu saja susah.

Dan Mahika tidak cukup keberatan tentang hal itu. Dia juga fokus pada sekolahnya. Berusaha belajar dan membuktikan jika ia juga bisa meraih nilai bagus.

Tapi, satu yang masih sering membuat Mahika merenung seraya berpikir, 'di mana papanya? 'apa yang terjadi setelah ia pergi dari rumah Papanya?' banyak pertanyaan yang bermuara di isi kepalanya.

"Kantin yok. Laper banget ini." Zihan menarik tangannya tanpa menunggu persetujuan darinya.

"Gus Zaman apa kabar? Jarang banget sekarang ke ndalem. Nggak kangen sama suamimu ha?"

Mahika menggeleng kepala.

"Nggak kangen? Nggak percaya!" Balas Zihan lagi.

Mahika menghela napas kecil. Mereka berdua duduk di kantin khusus putri. Zihan sibuk memakan gorengan yang tersedia di meja. Sedangkan Mahika masih melamun seperti tidak ada selera hidup.

"Mikirin apa sih?" tanya Zihan.

"Banyak."

"Salah satunya? Bagi-bagi supaya nggak pusing sendiri."

Mahika menoleh ke arah Zihan. Kemudian dia mendengus.

"Aku ke ndalem dulu. Nanti kalau guru nanya kenapa aku nggak masuk di jam terakhir. Bilang aja sakit. Lagi istirahat di asrama. Bilang gitu ya."

"Lah. Nggak bisa dong, Mahika. Nanti kalau aku ketahuan bohong?"

Mahika berdiri dan menggeleng kepala.

"Aku nggak mau dihukum lagi, Mahika. Ish, jangan nyuruh....."

Mahika menoleh ke belakang.

"Kan aku yang nyuruh. Tahu kan siapa Mahika? Nggak akan dihukum."

Zihan memutar bola mata malas.

"Sombong," ledeknya. Dan Mahika sudah pergi dari kantin.

***

Begitu sampai di ndalem. Mahika tersenyum pada Umi yang tengah duduk merajut di ruang tengah.

"Belum masuk kelas, Mahika?"

"Belum, Umi." Dia mendekat dan duduk di sebelah perempuan itu.

"Kemarin, Zaman menelpon. Dia nanyain kamu. Kenapa nggak pernah datang ke ndalem? Karena Zaman tidak di sini, hum?"

Mahika tersenyum kecil.

"Kenapa Gus Zaman jarang pulang? Udah dua Minggu."

Umi menoleh kepadanya.

"Kuliah itu sibuk, nduk. Lebih sibuk dari sekolah kayak kamu. Tapi katanya Minggu ini mau pulang. Khawatir sama kamu karena Umi bilang kalau Mahika sudah jarang datang ke ndalem."

Mahika diam memainkan jarinya. Tidak ada obrolan lagi setelah itu. Dan Umi menyadari satu hal aneh dari menantunya. Dia meletakkan rajutannya dan menatap ke sebelah di mana Mahika berada.

"Ada masalah apa?" tanya Umi.

Mahika diam menatap mertuanya.

"Cerita sama Umi. Kalau dipendam sendiri, nanti jadi penyakit."

Zaman Omair (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now