Siapa Skynala Purilakma?

19 2 0
                                    

Tidur meringkuk di bawah pohon tua besar, puri menyelimuti dirinya dengan jerami kering yang ia temukan di sekitar hutan. Dalam kegelapan remang-remang serta bunyi beberapa nyanyian binatang malam mereka saling jaga satu sama lain. Meringkuk bagai bayi kecil dalam rahim, mereka tampak rapuh dan lemah. Terlihat suci dan tidak berdosa dengan tubuh penuh luka dan setelan kotor berlumpur. Memilih untuk tidak menyalakan api dan tidur dalam hembusan angin malam yang dingin membuat tubuh puri menggigil kecil. Matanya tertutup rapat dengan nafas teratur yang lemah, lava memandang ujung sepatu puri. Ia menarik senyum kecil saat melihat ikatan tali sepatu puri yang tampak asal-asalan. Dia merangkak tanpa suara, menarik ikatan tali sepatu puri dan mengikatnya kembali dengan benar, hal yang sama ia lakukan pada sepatu yang lainnya.

"Kau pembunuh handal tapi payah dalam urusan mengikat tali sepatumu sendiri," lava menutup matanya dan mengingat kenangan lama, dimana ia selalu menemukan puri menggunakan sepatu tanpa tali setiap kali gadis itu datang berkunjung ke rumahnya untuk bertemu jiwa, "jadi ini alasanmu tidak pernah punya alas kaki dengan tali." Merah gelap, biru, pink, dan orange. Ialah warna-warna manis yang selalu menghiasi kaki puri dulu, dengan berbagai gaun berbunga, gadis itu selalu muncul di depan pintu rumahnya. Dengan tangan menenteng kantong berisi kue atau buah kesukaan ibunya. Parfum menyengat yang selalu lava benci saat ia menyambut puri ketika gadis itu bertamu, senyum lebar mengambang yang langsung pudar saat gadis itu sadar jika dialah orang yang membuka pintu. "Kau selalu takut padaku dulu dan menghindari semua pembicaraan denganku tapi saat ini pada situasi yang tidak kita pahami kau datang sebagai pelindung dan tim yang luar biasa hebatnya." Lava bergumam pelan, tangannya menghalau beberapa kunang-kunang yang berterbangan di atas tubuh puri.

"Jangan tatap mantan kekasih adikmu seperti itu," benua bangkit dari tidurnya, duduk dengan tangan memeluk erat lututnya, "dia menarik tapi aku yakin dia bukan wanita idamanmu." Ia mengusap kedua tangannya dan merapatkan tubuhnya lebih dekat ke akar pohon yang mencuat ke luar.

"Jangan konyol. Pikiranmu tolol sekali, aku tidak mungkin punya perasaan macam itu padanya," lava mengambil sedikit jarak dari puri dan kembali memandang hutan dengan tenang.

"Dia seperti obat terlarang." Lava memandang benua, keningnya mengerut saat mendengar ucapan pria itu.

"Benarkan. Semua orang yang gadis itu temui cepat atau lambat akan dekat dengannya entah untuk sebuah pertemanan atau sesuatu yang lainnya," benua kembali berbaring, matanya memandang daun pepohonan yang bergoyang tertiup angin. Bulan penuh tengah bersinar di atas sana, dengan warna putih perak yang aneh, cahaya itu menerangi hampir semua sisi hutan yang tidak tertutup dahan pohon.
"Bahkan randu pria yang kita kenal gila sekalipun akhirnya kecanduan pada pribadi gadis itu. " Jangkrik bernyanyi dari ujung lembah tak jauh dari tempat mereka, berderit seperti sekumpulan orkestra musik tahun sembilan puluhan di dalam ruangan megah dengan ribuan kursi merah empuk dan lampu sorot besar.

Randu menumpuk beberapa berkas di atas meja kerjanya, bulir-bulir keringat seukuran biji jagung meleleh dengan lambat dari kepala plontosnya. Matanya bergerak cepat membaca setiap deret kalimat yang tercetak di atas kertas putih, dalam kesunyian malam di bawah cahaya kuning lampu baca, randu tampak fokus mencari informasi yang ia butuhkan. Televisi tanpa suara menyala tepat di depan meja kerjanya, menayangkan situasi terkini di arena permainan seperti biasa. Hanya saja jarang ada hal yang menarik terjadi pada malam hari, terkadang tidak ada satu pembunuhan pun yang terjadi karena beberapa anak begitu pandai dan menyimpan energi mereka untuk berburu pada siang hari. Randu lupa kapan terakhir kali ia mematikan benda itu dan kapan terakhir kali ia beranjak dari rumahnya. Seingat randu, ia sudah tidak keluar dari rumah sejak penayangan perdana dilakukan, fokusnya selalu berada di arena tempat anak-anak didiknya tengah berjuang. Randu meremas berkas terakhir yang dapat ia baca, setelah berkutat cukup lama, ia tidak dapat menemukan satu pun informasi tentang orang tua puri. Meski ia tahu saat ini saudari perempuan gadis itu tengah terkurung di pusat akademi kota, tempat dimana setiap anak yang lahir atau hidup di kota ini untuk mendapatkan pendidikan dan pelatihan khusus dari staf yang telah thanatos sediakan, namun ia merasa itu tidak cukup. Dia berhasil mengocek informasi semua agen miliknya bahkan informasi dari agen yang lain, namun tidak dengan puri. Ia tidak pernah tahu; nama, pekerjaan, rupa, atau di penjara mana orang tua gadis itu di sembunyikan. Randu bahkan rela merogoh uang cukup banyak hanya demi sesuap informasi tentang orang tua puri tapi semua berakhir sia-sia. Seakan gadis itu terlahir tanpa orang tua, meski harus randu akui pasti ada sesuatu di balik semua kebuntuan yang ia temui ini.

Game Over Where stories live. Discover now