23. Twenty three [Where is he going?]

28 4 0
                                    

Happy reading 💕



Dentuman musik yang begitu keras langsung terdengar oleh seorang pemuda yang baru saja memasuki karangan itu. Lampu disko serta alunan musik begitu nyaring terdengar di telinga.

Kaki jenjang itu kembali memasuki club setelah sekian lamanya tidak ke sini. Banyak sekali emosi yang menumpuk di benak Vino, yang ia harap bisa tenang dengan minum. Sebelum itu Vino menonaktifkan handphonenya. Ia benar-benar tidak ingin di ganggu oleh siapapun. Keberadaannya pun sama sekali tidak ada yang mengetahuinya, sekalipun teman-temannya.

"Woi bro!" seru seseorang yang duduk anteng di salah satu kursi. Ah, sudah lama Vino tidak bertemu orang itu.

Vino hanya menanggapi dengan wajah datar serta senyum miring yang terukir di wajahnya, lalu bertos dengan orang di depannya.

"Tumben lo kesini," ucap Ray. Ray Gavanres Zeus, kenalan Vino. Sifatnya tidak jauh beda seperti Vino, playboy. Namun Ray bukan pemuda baik-baik. Vino tahu itu, mereka hanya saling kenal. Vino pun tidak terlalu dekat. Ia hanya mengandalkan Ray ketika ia ke club saja.

"Gue tebak masalah lo banyak," ucap Ray karena Vino yang hanya diam. Tangannya menyodorkan sebungkus rokok untuk Vino.

"Cih, tau apa lo?"

"Emang lo pernah kesini pas ngga ada masalah?"

Vino hanya diam dengan sebatang rokok di tangannya. Benar juga kata pemuda itu, Vino tidak pernah kesini jika tidak ada masalah.

"Gue punya rekomendasi cewek buat lo, dia cantik," ucap Ray yang baru saja tiba setelah mengambil dua botol wine. Ray tahu Vino tidak pernah meminum minuman selain wine. Maka dari itu, Ray menyiapkan wine untuk temannya yang sudah sangat lama tidak menginjak kaki di sini.

"Lo tau sendiri gue jijik megang cewek di sini," sahut Vino. Memang bukan itu tujuan Vino, pemuda itu kesini hanya untuk minum. Seharusnya Ray tahu itu.

"Rugi kesini minum doang."

"Karena cuma itu tujuan gue."

"Kali-kali," sahut Ray.

Sudah biasa, Vino sudah sering di bujuk oleh Ray, agar pemuda itu bermain gadis. Namun Vino sama sekali tidak niat, ia tahu batasan.

Vino maupun Ray sama-sama terdiam. Ray juga tidak bersuara lagi, ia tahu itu hanya sia-sia karena Vino tidak mungkin nurut dengan ucapannya. Sedangkan Vino sibuk menghabiskan wine, sesekali menyulut rokok. Perpaduan yang wow.

Jangan salah, satu botol wine bisa saja habis oleh Vino. Bahkan tidak jarang dua bungkus rokok habis dalam hitungan jam oleh pemuda itu.

☆☆☆

Remang-remang cahaya matahari masuk melalui celah jendela di kamar Vino. Pemuda itu masih terlelap dengan baju yang semalam ia kenakan. Bahkan sepatunya pun masih setia terpasang di kaki Vino.

Pukul 10.39, itu artinya Vino tidak sekolah lagi. Bahkan pikiran Vino sama sekali tidak memikirkan sekolah meskipun sudah menginjak kelas XII. Sudahlah ia akan urus nanti.

Perlahan pemilik mata elang itu membuka matanya. Vino meringis pelan, baru saja bangun kepalanya sudah sangat sakit. Ini sungguh sial!

Vino mendudukkan tubuhnya di kasur, menyandarkan punggungnya di menyangga kasur. Jaket kebanggaan Gabores masih melekat dengan jeans yang robek di bagian lututnya. Serta sepatu yang setia terpasang di kedua kakinya.

VINOZELA [Unrequited revenge]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang