Bab 9 : Panas dan Dingin [TW]

499 44 1
                                        

⚠️ TW ⚠️

Berisi kekerasan dan pemerkosaan dalam rumah tangga.

***

Rasa takut menjalar ke dadaku dalam bentuk pecahan yang menyakitkan saat aku menerjang ke arah tumpukan batu datar yang aku gunakan sebagai meja samping tempat tidur. Aku menggenggam tongkatku dan menyadari dengan ngeri bahwa tali penyelamat kayuku telah hilang.

"Tidak!" Aku menangis dengan erangan parau. Aku mengepalkan tanganku dan membenturkannya ke batu, memejamkan mata karena aku takut untuk memastikan bahwa dia ada di sini.

Gua itu berkedip-kedip dengan cahaya menakutkan dari nyala api bluebellku. Api itu adalah satu-satunya sumber cahaya yang dapat menahan kelembapan di udara dan aman untuk menyala saat kita tidur.

Saat aku menarik napas dalam-dalam dan mengumpulkan keberanian, aku memejamkan mata. Bayangan sosok gelap Draco yang mengancam muncul di kursi dekat sudut. Draco duduk kembali, tidak peduli dengan rasa takutku, dan aku melihat tangannya yang berat bertumpu pada lengan kursi. Kakinya dibentangkan lebar-lebar selagi dia mengetukkan jarinya pada tongkatnya. Aku merasakan kemarahan dan keserakahannya melalui ikatan itu—kombinasi yang ampuh.

"Sudah lama tidak bertemu, Sayang," suara Draco yang tampak tenang terdengar melalui gua yang lembap.

Aku membuka selimut dan melompat menuju pintu tapi Draco terlalu cepat. Dia bangkit dari tempat duduknya dan menemuiku di tengah ruangan, sambil mengepalkan bagian belakang rambutku. Akar rambut ikalku terancam robek dari kulit kepalaku, dan mataku berair sebagai responsnya. Draco memiringkan kepalaku ke arahnya, dan aku meraih mahkotaku untuk melepaskan ketegangan cengkeramannya.

"Ahhh!" aku berteriak.

"Uh uh, aku tidak bisa membiarkanmu kabur lagi," Draco mendengkur. "Aku baru saja sampai."

Kulitku merinding saat dia berbicara, dan kegelisahanku menyebabkan otot-ototku membeku.

"Tuan?" panggil sebuah suara dari mulut gua.

Kami tidak sendirian?

Draco berbalik ke arah penyihir itu dan menyalak, "Kami baik-baik saja. Tetaplah di posmu. Istriku sangat senang bertemu denganku." Draco berbalik ke arahku dan memiringkan kepalaku lebih jauh sehingga aku menatap matanya. "Bukan begitu?"

Dia kesal, tapi aku membalasnya dengan membentaknya. Draco memperingatkanku untuk tidak pernah lari darinya lagi. Aku tahu itu sia-sia—dia akan menyusulku pada akhirnya, atau aku akan menyerah dan merangkak kembali ke arahnya, tapi sekarang aku melihat betapa besar pengaruh pelarianku terhadap dirinya.

Kami saling menatap dalam diam saat jutaan momen tak terucapkan berlalu di antara kami sebelum Draco berkata, "Sekarang, berbaringlah. Ayo bicara."

Aku terjatuh kembali ke kasur tipis tempat Draco membaringkanku, menyadari bahwa dia melumpuhkanku dengan mantra tanpa tongkat dan tanpa kata-kata untuk menekankan kekuatan sihirnya.

Draco melepaskan bajunya, lalu berjalan ke arahku. Aku merasakan jantungku berdebar kencang saat mataku yang lebar menelusuri setiap langkah kaki. Ketika Draco mencapai tempat tidurku, dia berjongkok setinggi mataku, menatapku dengan sikap merendahkan yang dingin.

Kemarahan Draco mereda saat dia mulai menertawakannya. Dia bertindak seolah-olah aku bukan tawanannya—dia bukan sipirku, tapi sebaliknya, kami adalah sepasang kekasih yang pernah kukenal sebagai kami. Masalahnya adalah kami berdua tahu kebenarannya sekarang.

"Berat badanmu turun," Draco memiringkan kepalanya dan bersenandung sambil melingkarkan jari-jarinya yang panjang dan kokoh di lengan atasku dan meremasnya. "Aku sangat mengkhawatirkanmu."

Don't Fear the Reaper by LongtimeLurker1111 (Terjemahan)Where stories live. Discover now