Mei 1999
"Aku siap," kataku, mencium Draco dan melepaskan jubah dari bahunya. Draco baru saja memasuki pintu depan.
Aku melompat-lompat sambil berharap dia setuju untuk melanjutkan hari ini.
"Halo juga," katanya dengan nada pelan.
Sebelum aku bisa menyingkirkan jubahnya ke atas, Draco menarikku kembali dan memperlambat gerakanku yang panik dengan ciuman yang membara. Aku mengendur dalam tarikannya dan menurunkan telapak kakiku sambil mendesah dalam-dalam. Kehadirannya selalu menenangkan.
Draco mengambil jubahnya dariku, mengirimnya pergi, lalu berkata, "Tidak hari ini, Cinta."
Hampir setahun telah berlalu sejak aku terbangun di sini. Tahun yang indah, tahun yang awalnya sulit, tetapi, setelah Draco memutuskan untuk menceritakan semuanya kepadaku, hal itu malah membuat kami semakin dekat satu sama lain.
Dia menepati janjinya dan terbuka padaku.
Segera setelah memutuskan untuk jujur kepadaku, dia menemuiku di kamar tidur aku suatu pagi.
Aku mendengar ketukan lembut dan menoleh untuk menemukannya berdiri di ambang pintu.
"Baiklah, apakah kamu siap?" tanyanya.
"Ya!" kataku sambil mengikat rambutku yang panjang menjadi sanggul yang berantakan dan mengenakan kardigan.
Draco tampak ragu namun menjawab, "Maukah kamu bergabung denganku di bawah?"
Draco membawaku ke sebuah kantor kosong-lebih mirip perpustakaan kecil. Rak-rak buku berjejer di dinding, dan ada sebuah meja, area duduk yang nyaman, dua kursi berlengan besar, dan sebuah sofa. Di sudut terdapat tangga spiral yang mengarah ke lantai dua, di mana terdapat rak-rak buku dan jalan setapak kecil yang mengelilingi ruangan dengan pagar besi. Di belakang meja terdapat jendela dua lantai yang menghadap ke taman.
Yang anehnya adalah rak-raknya kosong.
"Tempat apa ini?" tanyaku sambil melangkah masuk dan mengamati sekeliling dengan heran. Aku belum pernah melihat kantor yang lebih indah dari ini.
"Ini adalah ruang belajar yang sudah lama tidak digunakan. Aku ingin kamu punya tempat sendiri jadi aku meminta para peri untuk membersihkannya untukmu."
"Terima kasih," kataku sambil melirik dengan waspada. Aku suka tempatnya, tetapi kepercayaanku pada Draco masih baru.
Menangkap keraguanku, Draco menjelaskan lebih lanjut.
"Hermione, kisah cinta kita sangat kuat, tetapi juga sangat rumit. Aku akan menceritakan semua detailnya kepadamu, tetapi itu tidak akan terjadi dalam satu hari. Itu akan memakan waktu dan aku akan menceritakannya kepadamu secara perlahan sehingga kamu memiliki kesempatan untuk mencerna semuanya."
Meski terdengar tidak menyenangkan, aku suka bahwa Draco menanggapi segala sesuatunya dengan serius dan tidak berusaha menyembunyikan apa pun lagi.
"Baiklah, aku bisa menerimanya." Aku memeluk dadaku dan menatap Draco dengan pandangan ingin tahu.
Draco mengulurkan tangannya padaku, dan saat aku menerimanya dengan hati-hati, dia menuntunku ke kursi berlengan. Kami berdua masing-masing memilih satu.
"Tidak ada buku," kataku dengan nada yang jelas.
"Tidak ada. Seperti yang kamu lihat, perpustakaan kita menyediakan semua yang kamu inginkan untuk dibaca dan banyak ruang untuk menambah bacaan. Aku membersihkan semua buku dari rak-rak ini sehingga kamu dapat membawa apa yang kamu inginkan saat kita berdiskusi. Aku bayangkan kamu akan meneliti atau merujuk ke berbagai hal saat kita melanjutkan. Kamu bisa menyimpan semua bukumu di sini."

YOU ARE READING
Don't Fear the Reaper by LongtimeLurker1111 (Terjemahan)
FanfictionDiterjemahkan oleh: Rhae & Asa Penyelaras akhir oleh: Asa Rangkuman: Hermione tidak ingat kecelakaan itu. Yang ia tahu hanyalah dirinya terbangun di Malfoy Manor dengan jiwa terikat dan menikah dengan Draco Malfoy. Karya asli dapat ditemukan di: htt...