115. Midnight Call #5

181 18 1
                                    

nas's notes: untuk notes kali ini tolong dibaca, ya, supaya tidak tertinggal.

jadi untuk part ini, aku akan membuka kesempatan untuk membuka lapak pertanyaan dan akan aku jawab di laman selanjutnya. pertanyaannya bisa soal cerita ini, hubungan antar karakter, sampai rencana masa depan dari cerita ini. aku tunggu semua pertanyaan kalian sampai weekend (18/11/2023-19/11/2023) ini yaaa! supaya bisa aku rekap di bonus part yang akan dirilis setelah ini.

namun, jujur saja, selain aku merasa bahwa ceritaku sepi atau kurang menarik, aku lebih takut bahwa cerita ini tidak selesai sebelum waktunya. sejak awal aku menulis the great chances ini, aku selalu menargetkan bahwa cerita ini akan selesai sebelum tanggal 25 Desember 2023. aku hanya mengharapkan yang terbaik semoga apapun yang terjadi di rl-ku dan apa yang kutulis tetap berjalan dengan lancar.

anyway, untuk link tellonym bisa cek link eksternal di part ini atau link yang tertaut di twitterku (at) gemeinschweft yaaah!

terima kasih semuanya dan selamat membaca <3

.

.

.

Percakapan telepon pukul 10 malam di Jakarta dan 4 sore di Munich antara Fabian Hafiyyan dengan Sabine Amari.

SA: Fabian.

FH: Ya, Bunda?

SA: Kamu dimana? Ayah ibuku dimana?

FH: Aku sama kakek nenek lagi di rumah. Baru saja aku pulang setelah mengantar mereka dari toko kue kesukaan mereka di Jakarta Selatan.

SA: Apa sebaiknya Bunda menyusul kamu ke Jakarta, ya?

FH: Tidak usah, Bunda.

SA: Jadi Bunda tidak boleh mengunjungi orang tua Bunda sendiri?

FH: Serius, Bunda, tidak usah.

SA: Baiklah, apa yang akan kamu lakukan besok?

FH: Aku akan makan malam di rumahnya Rayan. Ada Sura juga, kok.

SA: Bentar, ini Rayan teman kuliah kamu di UGM yang anaknya baik banget, namun ibunya problematik itu, 'kah?

FH: Bunda.

SA: Bi, Bunda hanya punya anak satu dan Bunda ingin tahu siapa saja teman-teman dari anaknya Bunda. Bunda selalu mempercayai Bundanya Sura dan Mutti-nya Benedikt serta keluarga mereka, namun tidak dengan ibunya Rayan.

FH: Aku mengerti, Bunda. Namun, ayahnya yang mengundangku.

SA: Ah, kalau begitu titipkan salam untuk Rayan dan ayahnya, ya.

FH: Baik, Bunda.

SA: Alright. Bunda tutup dulu, ya. Tschüss!

FH: Tschüss!

.

.

.

Percakapan telepon pukul 11 malam di Jakarta dan 5 sore di Munich antara Fabian Hafiyyan dengan dr. Andrian Hafiyyan.

FH: Ayah?

AH: Hai, Bi. Ada apa? Bagaimana Jakarta?

FH: Jakarta baik, kok, Yah. Jadi, aku menelepon ayah karena ada yang ingin aku tanyakan.

AH: Ya, silahkan, Bi.

FH: Apa yang paling Ayah takutkan sebelum Ayah menikah dengan bunda?

AH: Sebentar, coba Ayah ingat-ingat dahulu.

(jeda sebentar)

AH: Ayah takut bundamu akan meninggalkan ayah.

AH: Sebenarnya ayah mendapatkan bunda dari hasil meminta pada ayahku. Aku meminta pada ayahku agar aku dijodohkan dengan bunda—yang saat itu karier sebagai supermodel-nya naik dan berusaha untuk menjadi insinyur seperti yang ia inginkan. Ayah sangat menyukai bunda sejak lama dan ayah juga tahu bahwa bundamu itu bertunangan dengan kekasihnya, Alexander Kanakaris. Selain itu, yang ayah takutkan adalah ibu tiriku akan memperlakukan bundamu dengan tidak baik. Ibu tiriku memang bukan selingkukan ayahku karena mereka menikah setelah ibu kandungku meninggal, namun ibu tiriku benar-benar membatasiku dan membuatku tidak nyaman. Beliau juga kerap membuatku tidak percaya diri dengan perkataannya. Akhirnya ayah mencoba untuk berteman dengan bundamu dan mencari banyak hal tentangnya, namun karena satu hal dan lainnya, bundamu berpisah dengan Alexander dan Alexander kecelakaan. Setelah kecelakaan memang tampaknya tidak apa-apa, namun di usianya sekarang beliau harus sering ke Munich untuk kontrol.

FH: Pantas saja aku menemuinya di Munich!

AH: Ya, aku tahu Alexander akan mencarimu. Pada akhirnya, ayah semakin berusaha untuk mendekati bundamu dan bundamu mau menikah dengan ayah. Bundamu memang didukung oleh ayahku, namun tidak dengan ibu tiriku. Beliau selalu semena-mena, bahkan saat bundamu mengandung dirimu dan melarang bundamu untuk memiliki anak lagi. Ayah tahu bundamu akan dicela saat melahirkanmu dan Ayah harus mencari cara, jadi Ayah meminta Ingrid untuk datang dan membolehkan bundamu menghubungi Alexander.

AH: Ayah tahu bahwa sejak awal ayah menyukai bundamu dan gegabah karena membawa bundamu ke keluargaku dengan macan di dalamnya. Ayah hanya memikirkan diri ayah sendiri. Terutama bundamu datang juga karena Ayah yang tidak ingin melanjutkan usaha keluarga—sehingga bundamu harus melepaskan cita-cita dan dunianya. Ayah baru sadar saat ayah melihat sendiri dan bertanya—tentu saja setelah menyingkirkan perasaan egois pada diri Ayah, lalu Ayah meminta pengampunan pada bundamu.

FH: Ayah, aku baru tahu semua itu.

AH: Apa yang membuatmu bertanya, Bi?

FH: Aku egois, ya, Yah?

AH: Kenapa kamu berpikir seperti itu?

FH: Aku belum pernah menanyakan apa yang paling Sura inginkan dan rencana masa depannya saat nanti ia menikah denganku. Padahal dahulu ia menanyakannya padaku dan meyakinkan aku bahwa aku bisa menjadi dokter bedah anak, Yah.

FH: Sejujurnya, aku tidak tahu apa yang paling ia inginkan. Mungkin sebenarnya Sura masih ingin menjadi seperti ayahnya atau melanjutkan usaha keluarganya di Inggris. Aku takut berbuat gegabah dan bertindak bodoh, Yah, karena aku merasa ada 'dirimu' dalam hubunganku dengan Sura.

TBC

nas's notes (bagian bawah): yeah, begitulah. ayo dipersilahkan berhubung hari ini aku update banyak, boleh minta tolong tanggapannya? mungkin besok aku akan update lagi :") terima kasih yaaah!!

The Great Chances [COMPLETE]Where stories live. Discover now