Chapter 01: Novaria

108 16 0
                                    

Asap.

Hasil pembakaran tersebut melayang ke atas di saat butirannya yang lain dipiaskan matahari. Api belum padam dan dibiarkan menyala dibusaran bandar kota, diantara patung besar berwarna putih gading. Barisan-barisan muda mudi berdiri rapi dan sejajar disana, lengkap dengan atribut pakaian formal berwarna putih dan ungu gelap.

Hari itu adalah hari Paskal. Hari peringatan nasional. Penghormatan kepada Yang Mulia Novaria Paskal, sang pendiri benua Novaria dengan segala pemerintahannya.

Biasanya pemuda pemudi terbaik dari benua Novaria berkumpul untuk menyan disana.

Kali itu, tugas pembakar dupa ditunjukan kepada ramaja laki-laki 14 tahun yang berdiri memimpin barisan terdepan. Posisi badan tagak dan percaya diri, maju membakar menyan dan dupa.

Iringan doa dan nyanyian requem disuarakan. Terlihat khusyuk dan menghayati.

Anak laki-laki itu melepas dupa, dan memukul bebas ke atas membuat dentuman keras.

Meski sangat kusyuk, seorang anak perempuan di antara tingginya gedung menahan tawa.

Teropong masih belum dilepaskan, bibirnya tersenyum geli menyaksikan dari atas atap gedung pencakar langit.

"Suatu kehormatan bagi semua orang yang dapat menghadiri acara paskal ini, ini hari peringatan nasional," Anak laki-laki seumuran dibelakang anak perempuan itu menopang wajah sambil memakan permen batang. Ia mendengus, "Semuanya kelihatan bangga dan senang sekali."

"Terkecuali kita." Salah seorang anak menyahut. Ia tidak menonton seperti dua anak lain tetapi tiduran di lantai atap. "Apa kita ke sana dan ikut merayakan saja dari pada bermalas-malasan disini?" Tanyanya tak niat.

Anak perempuan melepas teropong dan satu yang lain menoleh dengan delikan. "Ngapain? Bakar menyan? Buang-buang waktu."

"Sebar saja kelopak mawar digedung pusat."

Anak perempuan satu-satunya meloloskan tawa kecil. "Kita akan dikejar massa jika ketahuan. Bukankah lebih baik untuk diam dan tenang hari ini, Rob?"

Rob atau yang dikenal Robin mengendikan bahu. "Aku memang tidak apa-apa. Tapi wajah kalian berdua kusut sekali. Kau maupun Shin seperti meminta hiburan."

Anak laki-laki yang bernama Shin membuang batang lidi permen ke bawah jalanan dibawah, tidak memperdulikan merusak lingkungan sama sekali.

Anak perempuan disebelahnya memukul pelan bahu Shin. "Kalau begitu kau menetap disini. Biar kami yang ke sana dan bersenang-senang." Katanya beranjak santai.

Shin memutar matanya malas, mengusir kedua anak lain.

Rob menyabut rangkulan berutal anak perempuan, membuat Shin tersenyum pasrah melihat tampang licik yang mencuat kentara.

"Robin. Jangan lupa Luca tidak boleh ketahuan. Tidak boleh."

Anak perempuan itu memasang wajah kesal dengan bibir mencebik. "Kenapa selalu aku?."

Robin membuka pintu. "Makanya kalem-an, Lu!"

Luca berdecak, melambai pada Shin sebelum akhinya turun kebawah bersama Robin.

Shin menatap kepergian dua anak nakal itu. Dengan ide konyol untuk merusak acara peringatan kusyuk tanah Novaria ini, pastilah kedua anak itu akan dihukum berat. Tapi Shin tidak mempersalahkan atau pun menghalangi. Mungkin lebih baik hari ini dilaksanakan dengan hiruk pikuk gembira dibandingkan kesunyian dalam renung.

Lagi pula, dirinya sudah muak.

.

.

.

The Birth of Chosen Warriors, The RavensWhere stories live. Discover now