Chapter 29. Cara menjalani liburan (3)

18 7 0
                                    

Seusai menutuni kereta yang ditumpangi, Shin nyaris tak bisa bisa memasang senyum lagi. Baru beberapa saat setelah kaki menepak stasiun ia melihat dua orang yang menghilang alias kabur pagi hari tadi.

Masih pakaian yang sama namun dengan aura berbeda.

"Dari mana saja kalian?" Zora mengintrogasi.

"Zora," kata Gen sedikit takut, "kami bersenang-senang."

"Persis." sambung Luca semangat kemudian bersiap pergi lagi.

Shin memegangi kepalanya yang sedikit sakit. "Lain kali beritahu dulu sebelum pergi. Kami pikir kalian diculik atau mati dilindas truk pertanian," walau kesal, Shin tidak bisa terlalu marah pada dua orang itu. Sebagai gantinya ia merangkul Gen dan menggandeng tangan Luca dengan erat.

Zora memandang itu dengan rasa puas sedangkan Gen memerotes. "Kau pikir kami peliharaan sampai tidak boleh berkeliaran,"

"Iya." Shin mengeratkan rangkulan. "Apa harus kubeli harness (tali anjing) untukmu?"

Tidak berkomentar, Luca memainkan tangan Shin yang memakai jam tangan. "Wow.... Siapa yang memilih ini?"

"Aku." Naya berucap bangga.

"Aku juga mau beli satu," anak perempuan itu jadi tersenyum riang mengangkat tangannya yang digenggam ke udara, "nanti kita couple-an."

"Kita semua pake barang yang sama? Maaf, saya tidak mau," tolak Naya.

Luca berdecak. Shin meringis dan menarik dua orang dalam jarahannya. Pergi bersenang-senang.

"Ada rumah makan disana, biasanya wisatawan ke sana saat liburan, menu terbaiknya stew daging sapi," jelas Rin mengarahkan Shin pada suatu restoran yang ramai pengunjung.

Naya menaikan alis penasaran. "Tapi sangat mengecewakan kalau masakan Johnson lebih enak," Johnson adalah koki terbaik di wilayah kekuasaan Galian dan diseret paksa untuk bekerja dikastil. Selain mengurus makanan kastil Johnson juga mengelola toko kuenya sendiri di pusat kota.

"Kita juga harus mengunjungi toko Johnson," ucap Gen yang paling sering menghasut Johnson untuk berkarya bermasa menciptakan menu baru.

Zora mencebik dengan ragu, jarang sekali ia bisa percaya pada anak laki-laki yang satu ini. "Jangan harap kita datang hanya untuk menyantap namun tidak membayar,"

"Kau pikir aku apa!" Gen mendelik lalu dibalas senyum pasrah oleh Zora.

Rin yang sudah terbiasa akan pertikaian menarik Robin yang berjalan dibelakang dengan penuh kemalasan.

"Setelah makan kita pergi ke tempat pakaian. Aku tidak nyaman terus-menerus memakai pakaian ala prajurit pelatihan," Naya berkacak pinggang.

Pakaian adalah prioritas. Kedatangan mereka di Kyrgia adalah kedatangan tanpa persiapan di semua pakaian mereka tertinggal dalam kapal. Semua pakaian mereka didapatkan lengkap dalam kamar asrama. Baju khas bewarna coklat dan hijau tua menjadi baju harian mereka. Terkadang pakaian mereka bertujuh tertukar. Karenanya, Naya butuh pakaian baru yang berbeda.

"Aku juga butuh kacamata," kata Shin baru teringat.

"Untuk misi?" tanya Rin dan diangguki laki-laki itu.

Memasuki restoran cantik dan harum yang dimaksudkan Rin, ke tujuhnya terdiam seribu bahasa. Semua tatapan tertuju pada mereka.

Robin mendecih dalam hati, memangnya mereka apa sampai dilihat begitu. Mereka bukan binatang kebun binatang atau suatu karya bidang kesenian.

Zora yang mengerti kondisi teman-temannya mendorong kecil punggung anak-anak untuk segera pergi ke tempat kosong dipojokkan.

Pelayan tersenyum menyambut mengarahkan mereka ke tempat yang luas dan sedikit terpencil dibelakang. Tanpa reservasi pun mereka bisa mendapatkan tempat senyaman ini.

The Birth of Chosen Warriors, The RavensWhere stories live. Discover now