3. My Pantience has a Limit

104 5 0
                                    

Setelah menepikan mobilnya didalam sekolah, dan sopir yang mengantar mereka telah pergi, mereka berlima jalan bersamaan masuk kedalam gedung sekolah dengan Elnathan sebagai center.

Banyak para murid disana yang terpesona melihat ketampanan serta kecantikan dari keluarga Mikaelson ini. Semua yang melihat keluarga Mikaelson memasuki perkarangan sekolah, mereka langsung berhenti, memberikan akses serta pujian yang tak sengaja terlontar dari mulut mereka ketika para Mikaelson lewat.

"Wuaah visual mereka benar-benar luar biasa."

"Aku kira ketampanan serta kecantikan mereka hanya dari filter, ternyata aslinya jauh lebih cantik dan tampan daripada foto."

"Akhirnya aku bisa satu sekolah dengan Mikaelson family."

"Jadi Elnathan ini enak ya, setiap hari bisa melihat kecantikkan keluarga Mikaelsom."

"Aku yakin kalau Elnathan ini diperlakukan seperti pangeran dirumahnya."

"Stock cewe cantik dan cowo tampan disekolah ini bertambah lagi guys!"

"Akhirnya... aku bisa melihat Mikaelson Family secara lengkap."

"Bisa tidak ya kalau aku menjadi menantu Mikaelson dari keempat wanita cantik ini?"

"Ya Tuhan, jodohkan lah aku dengan Alana Mikaelson, kalo tidak bisa? Sama Biona Mikaelson juga gapapa, kalo tidak bisa juga? Ciara Mikaelson juga tidak apa-apa. Kalo tidak bisa juga? Sama Diara Mikaelson aja, Tuhan. Kalo tidak bisa juga? Izinkanlah aku jadi babu mereka."

"Gimana sih cara bikin anak ala tante Wilona sama om Carlo? Anaknya tidak ada yang produk gagal."

"Pantas saja mereka tampan dan cantik. Kalian gak lihat di foto alumni? Tante Wilona dan om Carlo juga sama seperti mereka!"

"Aku tidak heran kenapa keluarga mereka disebut keluarga berlian."

Dan masih banyak lagi lontaran pujian, disetiap mereka melangkahkan kakinya menuju kelas mereka masing-masing.

"Kalian bosan gak sih dengernya?" Seru Elnathan, yang langsung diangguki oleh keempat saudaranya.

Saudaranya saling angguk, lalu mereka mulai menyebar dan masuk kedalam kelas masing-masing. Alana dan Biona yang memasuki kelas 12, Ciara kelas 11, Diara kelas 10, serta Elnathan yang memasuki kelas 9 yang berada digedung sebelah gedungnya tapi masih satu sekolahan.
---

"Bagaimana, Carlo? Apakah kau setuju dengan tawaranku?" Tanya seorang wanita dengan pongahnya, seraya menaikan kedua alisnya, serta menampilkan seriangannya diwajahnya, menatap pria yang saat ini sedang menatapnya dengan tatapan datar.

Carlo langsung menghelakan nafasnya kasar, mencengkram buku-buku jarinya, namun tak berniat meluapkan emosinya saat ini, didepan manusia ular dihadapannya. Ah tidak, perempuan setengah ular, dan juga setengah kancil ini.

"Bukankah sudah aku katakan, bahwa aku tidak akan pernah berniat melakukan itu? Pergilah dari ruanganku." Usir Carlo, yang sudah muak mendengar serta melihat wanita bermarga Yogantara ini, serta semua bualan yang wanita ini keluarkan.

Wanita itu terkekeh mendengar kalimat pengusiran yang keluar dari mulut pria yang sedang duduk di kursi kebangaannya, di sertai meja yang berplakat presiden direktur di atasnya.

"Kenapa tidak mau? Kenapa kau masih keras kepala? Padahal tawaranku sangat mudah. Kau tidak harus menceraikan istrimu, asalkan kau selalu ada disaat aku membutuhkan. Kenapa itu sangat sulit untukmu?" Tanya perempuan itu, yang sedari tadi sudah menampilkan seringaian liciknya.

Carlo langsung menaikan salah satu alisnya, menatap perempuan yang ada dihadapannya dengan pandangan remeh. "Kau siapa? Untuk apa aku selalu ada untuk dirimu disaat kau membutuhkan diriku? Kau ini bukan Wilona Mikaelson, . Jadi, jangan harap aku akan menyetujui ide gila milikmu imi. Pergilah!" Usirnya sekali lagi, yang masih mencoba sabar dan memandang gender wanita yang ada di hadapannya.

Perempuan itu menggeram, begitu ia melihat sikap keras kepala yang di miliki pria bermarga Mikaelson ini, yang terus menolak tawarannya. Akhirnya ia melemparkan sebuah berkas diatas meja pria itu, tepat dihadapannya.

Carlo sempat mengerutkan dahinya sejenak penuh keheranan, sebelum akhirnya ia memutuskan untuk membuka berkas yang di berikan wanita ini.

"Bagaimana reaksi istrimu, setelah dia tau bahwa sekolah yang ia bangun selama beberapa tahun belakangan ini, kau gadaikan tanpa sepengetahuan darinya, demi perusahaan milikmu yang sudah diambang kebangkrutan?" Ujar Wanita itu, yang tidak ada hentinya menatap pria di hadapannya  dengan tatapan pongah.

Carlo langsung menggenggam kertas yang ada dihadapannya itu dengan kuat. Sementara sang wanita tersenyum puas, ketika melihat dia seperti ini.

"Tik tok tik tok. Waktu kamu tidak banyak, Tuan Mikaelson. Aku akan memberikan waktu selama 3 hari untukmu memikirkan tawaranku. Kalau sampai hari ketiga kau belum mengiyakan tawaranku? Aku akan mengirimkan berkas ini serta seluruh data perusahaanmu yang sedang diambang kebangkrutan. Atau yang lebih parahnya lagi, aku akan mencabut saham seluruh sahamku dari perusahaanmu." Ujar sang wanita, mendekat kearah pria yang ia maksud, lalu mengelus pundaknya.

"Kau tau, aku ini tidak suka kalau punya-ku direbut seseorang, bukan? Maka dari itu aku akan mengambil dirimu kembali, Carlo Mikaelson." Bisik wanita itu tepat didepan telinganya, lalu pergi dari ruangan miliknya.

Setelah perempuan itu keluar, Carlo langsung mengusap wajahnya frustasi, mengacak rambutnya secara asal. Ia benar-benar bingung harus bertindak seperti apa saat ini?!

Bagaimana bisa sertifikat sekolah yang ia gadaikan ke bank, ada ditangan seorang wanita yang merupakan mantan kekasihnya, sewaktu ia kuliah dulu, dan sampai sekarang dia tak pernah jerah untuk mendapatkan dirinya kembali?

"Rosaline Yogantara!" Geram Carlo, begitu memanggil nama sang mantan, yang baru saja berani menantang serta mengancam dirinya, dalam mengambil sebuah keputusan.

Rosaline Yogantara, wanita yang merupakan mantan Carlo dulu. Wanita yang pernah mengisi hatinya ketika semasa kuliah, namun pada akhirnya ia putuskan dan lebih memilih seorang Wilona Sagara, yang saat ini marganya telah berubah menjadi Mikaelson, mengikuti dirinya.

"Aku harus bagaimana?" Tanya Carlo, dengan tatapan kosong penuh kebingungan.

Tidak mungkin kalau ia diam saja. Ia tau siapa itu Rosaline, wanita yang tak pernah main-main akan ucapannya. Kalau misalkan dia memberitahu tentang keadaan perusahaannya saat ini kepada istrinya? Ia tidak bisa membayangkan itu.

Selama ini ia menutupi semuanya sendiri, ia tidak mau istri dan anaknya khawatir mengenai kondisi keuangan yang seharusnya menjadi beban dan tanggung jawabnya.

Ya, istri dan anaknya tidak mengetahui kalau perusahaannya diambang kebangkrutan. Hanya saham dari perusahaan mantannya lah yang menjadi penompang perusahaannya masih berdiri hingga saat ini. Kalau sampai benar-benar mantannya mencabut sahamnya dari perusahaan miliknya? Ia pastikan perusahaannya harus tutup.

Kalau perusahaannya tutup? Ia harus membiayai keluarganya dengan apa? Sekolah sudah ia gadaikan. Dapat darimana uang untuk mereka makan dan memenuhi kebutuhan sehari-hari kalau perusahaannya tutup? Uang untuk membayar sekolah kelima anaknya. Apalagi anak pertamanya yang sebentar lagi lulus dari sekolah dan anak bungsunya lulus dari Junior Highschoolnya.

Pinjaman? Semua pinjaman di bank sudah ia pakai, sampai ia bingung harus mengembalikan pinjaman dan bunganya itu pakai apa?

Perusahaannya tidak berjalan lancar, proyek yang ia bangun tidak berjalan lancar dan harus diberhentikan karena perusahaan lain sudah membuat proyek yang ia buat, sebelum ia merealisasikan proyek itu. Penjualannya juga menurun serta banyaknya saham serta investor asing yang mencabut sahamnya dari perusahaannya.

Apalagi pengeluaran kehidupan sehari-harinya yang tidak bisa dibilang murah. Anaknya yang selalu membeli barang dengan harga fantastis atau yang lebih parah membeli tanpa melihat harga.

Carlo sendiri tidak bisa menahan sang anak untuk melakukan itu, kalau ia tahan? Istrinya akan curiga. Pasalnya dirinya itu orang yang tidak perhitungan dengan uang.

Apalagi ia sudah berjanji kepada kedua orang tua istrinya serta orang tuanya yang telah meninggal, bahwa ia akan memenuhi segala kebutuhan keluarganya, baik piskis, maupun material.

*drtdrt* ponselnya bergetar ditengah acara bergelutnya.

Carlo pun membuka ponsel itu dan melihat dial name tertera.

From : Rosaline
Aku orangnya sabar. Tapi kesabaranku ada batasnya.

HAPPY FAMILY? - JENRINA, JAEMINJEONG, HAESELLE, RENNINGWhere stories live. Discover now