Episode 37-Di Rumah Makan Rihana

292 15 2
                                    

Apa yang Rihana khawatirkan mengenai bekas operasi di perutnya, garis-garis untuk bermunculan pasca kehamilannya, serta kemungkinan Gillian akan menjamahnya, pada akhirnya memang hanya menjadi sebuah kekhawatiran yang sangat sia-sia. Pasalnya, tadi malam, selain masih tidur bertiga bersamaan Arion, sikap Gillian juga cenderung lebih pendiam. Pria itu sama sekali tidak berbuat usil layaknya sebelumnya. Pakaian cantik yang Rihana kenakan pun sepertinya sama sekali tak Gillian lirik.

Di sepanjang perjalanan menuju warung yang saat ini sudah menjelma menjadi sebuah rumah makan, lagi-lagi Gillian tetap tenang. Ironisnya, mengapa Rihana yang saat ini merasa aneh sekaligus heran pada ketenangan sang suami, padahal selama ini ia selalu mendambakan hal tersebut? Melihat Gillian yang lebih banyak diam, meski sesekali tetap berbicara dan tersenyum, tetap saja sikap Gillian terlihat sangat berubah.

Rihana menghela napas, detik berikutnya, ia melirik Arion yang tengah bermain ponsel di tempat duduk belakang dari mobil itu. Lalu, sesaat setelah memastikan fokus anaknya tak akan mungkin terganggu saking asyiknya menonton acara kartun, Rihana lantas berkata, "Gilli, setelah dari warung, aku harap kamu berkenan mengantarku ke makam Ibu. Sudah lama aku enggak berziarah ke sana."

"Oke," jawab Gillian begitu singkat.

Tak tahan dengan sikap sang suami yang cenderung ala-kadarnya, Rihana sampai menggigit bibirnya dengan keras. Ketika kesabaran dan rasa penasarannya sudah meningkatkan drastis, letupan amarah membuatnya tidak malu untuk sedikit berteriak. Dan berkat ulah dadakannya tersebut, Gillian serta Arion sampai tersentak.

"Hana!"

"Mama!"

Ayah dan anak itu memanggil Hana secara berbarengan. Kemudian Rihana melirik Arion sembari meringis malu.

"Maaf, Sayang. Lanjutkan saja nontonnya ya!" ucap Rihana pada Arion.

"Mama enggak boleh ngagetin orang!" omel Arion memperingatkan.

Rihana menunjukkan ekspresi penuh penyesalan. Bagaimana tidak, padahal sebelumnya ia tidak mau mengganggu keasyikan Arion, ketika anaknya itu baru ia beri izin memegang ponsel di hari minggu. Namun amarahnya malah meledak dan membuat Arion ikut kaget.

"Maafkan Mama. Enggak lagi-lagi deh! Mama janji!" Rihana membuat pose suwer di dua jari dari tangan kanannya.

"Janji ya, Ma! Janji harus ditepati!" Arion agak cemberut. Namun wajahnya terlihat begitu lucu.

Gillian menatap Rihana yang kini sudah menunduk. Istrinya tampak malu. "Ada apa, Hana?" tanyanya sembari mengembalikan kecepatan mobilnya setelah sempat ia turunkan sebentar. "Katakan padaku. Apa yang membuatku mendadak berteriak begitu?"

Rihana mengembuskan napasnya dengan kasar. "Nanti saja. Jalan dulu ke warung. Aku enggak mau mengganggu fokusmu dalam menyetir."

"O-oke. Tapi janji ya, nanti katakan padaku."

"Iya!"

Gillian tersenyum manis, menunjukkan sedikit perhatian yang begitu romantis. Selanjutnya ia kembali memfokuskan pandangannya pada arah jalan yang ia tempuh untuk ke tempat di mana rumah makan Rihana berada.

Sekitar sepuluh menit kemudian, perjalanan keluarga kecil itu pun telah sampai di tujuan utama. Rihana turun dan seketika terpana sekaligus takjub dengan penampilan tempat usahanya. Sebuah rumah makan yang tiga kali lipat lebih besar daripada warung makannya sebelum renovasi dilakukan. Meski terhitung munafik, pada akhirnya Rihana benar-benar senang. Ia sampai tersenyum masygul saat teringat upayanya untuk membenci Gillian, hanya karena Gillian merenovasi tempat usahanya tersebut.

"Mama! Warung Mama jadi besaaaar! Benar kata Papa. Papa enggak bohong! Yeeee!" celetuk Arion lalu berlari menuju area dalam bangunan rumah makan tersebut.

Pernikahan yang Gillian InginkanWhere stories live. Discover now