39

1.6K 253 23
                                    

"Kak Aran," Ratu berseru sembari berlari kecil menghampiri Aran yang terlihat sedang mengelap mobil setelah mencucinya di halaman depan panti, "Fotonya udah selesai di edit, bagus bagus banget," dengan penuh semangat Ratu menunjukkan salinan foto yang di ambilnya kemarin.

Sebelum menerima ponsel Ratu Aran lebih dulu mengusap tanganya yang sedikit kotor dengan bajunya, "Iya bagus banget, cantik," senyuman Aran terlukis, ia tak berkedip memandangi foto dirinya dan Shani yang di ambil secara diam-diam saat acara pernikahan Onil dan Indah, "Makasih ya Ratu, berkat kamu aku jadi punya foto bagus bareng Shani," Aran kembali menjelajahi foto di ponsel ratu, dan kali ini pilihan Aran jatuh pada foto terakhir, dengan pose Aran berdiri di belakang Shani menghadap kamera sedangkan Shani memalingkan wajah ke samping, tampak begitu cantik dengan gaun yang di kenakan serta tatanan rambut yang tergerai sedikit bergelombang bagian bawahnya.

Ratu turut tersenyum senang melihat Aran puas dengan hasil fotonya, untung saja ia membawa kamera saat kesini sehingga mempermudah idenya yang ingin menjadi foto grafer diam-diam, "Sama-sama Kak Aran, lain kali ajak aku lagi kalau kalian mau jalan biar aku jadi grafernya," Ratu menerima kembali ponselnya setelah Aran puas melihat melihat, "Oh ya salinan fotonya udah aku kirim ke email Kak Aran."

"Sekali lagi makasih ya, maaf juga banyak merepoti kamu, nanti kalau ada waktu aku mau trantir kamu."

"Santai aja kak, tapi boleh deh traktir, aku kabari ya kalau luang,"

Dari jarak kurang lebih 1.000 meter sepasag mata mengintai dengan tatapan meruncing, bagai busur panah yang siap lepas untuk tertancap pada targetnya.  Terlihat tidak suka melihat kedekatan Aran bersama Ratu namun enggan untuk mengakuinya, lebih memilih meperhatikan diam-diam kemudian mengoceh tidak jelas dan marah-matah pada siapapun yang di temuinya.

"Tajem bener tuh mata, panas neng?" Azizi atau yang akran di sapa Zee bersiul, melirik Cicinya yang masih bersendekap dada tanpa sedikitpun melepas pandangan yang ada di halaman rumah, sengaja Zee ingin menggoda Cicinya, "Mau aku bantu pisahin mereka gak?"

"Kalau kamu yang aku kuat pisah sama Fiony gimana?" Shani beralih menatap adiknya.

Zee langsung berdiri tegak, terlihat tidak terima, "Maksud Cici apa ngomong gitu? Mau jadi PHO?"

"Gak susah juga buat Fiony ninggalin kamu, boca tengil yang sok tau," Shani menyentil kening adiknya, tersenyum sinis sebelum berlalu meninggalkan Zee beserta pemandangan jelek yang sempat di lihatnya tadi.

Zee mengusap kening bekas sentilan dengan ekspresi menahan kesal memandang punggung Cicinya yang kian menjauh, "Bilang aja kali emang cemburu, dasar manusia gak punya hati," teriak Zee yang ternyata terdengar sampai ke telinga Mamanya yang entah sejak kapan sudah berdiri di belakangnya.

"Ini bukan di rumah kita Zee, jangan teriak teriak ya, gak enak ganggu yang lainya." ucap Veranda menegur halus.

"Maaf Ma, lagian itu anak mama ngeselin banget, masa mau jadi PHO di hubungan aku sama Fio, ya aku gak terma lah."

"Anak Mama yang mana, kamu juga anak Mama kan?"

"Ci Shani lah, emang siapa lagi anak Mama yang paling ngeselin kalau gak Ci Shani, udah ngeselin, egois, keras kepala, crewet, galak, manja, gak bisa masak lagi,"

"Hus, gak boleh Zee ngomong kayak begitu, Cicimu lagi hamil loh, perasaanya lagi sensitif dia."

Zee mencibir, "Hamil gak hamil sama aja tuh tingkahnya,"

Veranda tersenyum tipis seraya menggelengkan kepala takjub melihat tingkah anak bungsunya, "Ternyata kamu juga sama ya crewetnya, udah sana bantuin kak Aran nyuci mobil, sore nanti kita udah pulang,"

WHY SHOULD LOVE [END]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt