Chapter 43 : Buddies

31 5 2
                                    

"Hai, Ratu Es. Lama tak bertemu. Aku merindukanmu." Ucap Run dengan senyum semringah. Entah mengejek atau terlalu senang akhirnya bertemu dengan Ten.

Run duduk berhadapan dengan Ten. Mengenakan seragam putih yang sama seperti yang dikenakan Ten saat ini.

"Run ?" Ten sedikit terkejut dengan kehadiran temannya tersebut.

"Ten, kau harus segera kembali ke tubuhmu."

"Tubuhku ?" Ten terlihat bingung. "Apa maksudmu Run ?"

Sepertinya Ten tak sadar. Kalau tubuhnya tengah di ambil alih oleh dewi es Morana. Run lalu menjelaskan semua tentang perang semester yang menjadi kacau karena perbuatan Neru. Dan juga tentang kenyataan bahwa Ten adalah seorang 'Twelve'.

Setelah mendengar semuanya. Ternyata Ten tak begitu terkejut. Raut wajahnya berubah menjadi sendu. Sedikit menundukan pandangan. Mungkin dia berpikir semua ini kesalahannya.

"Jadi begitu." Ucap Ten. "Pantas saja aku merasa aneh berada di tempat serba putih ini. Siapa sangka ini adalah alam bawah sadarku." Matanya memutar memperhatikan sekitar.

"Kau jauh lebih mudah diajak bicara sekarang ? Terakhir kali kita bertemu. Kau mengusirku dari rumahmu. Padahal aku berniat menolongmu."

Ucapan Run membuat Ten sedikit mengingat kejadian malam saat Neru menemuinya. Ten jadi memikirkan perkataannya waktu itu. Sedikit menyesali berkata kasar kepada Run.

Run lalu berdiri. Berbalik badan memunggungi Ten. "Ayo Ten. Sudah tidak ada waktu lagi. Kau harus segera sadar dan kembali ketubuhmu. Apa kau tak ingin lagi ? merasakan angin musim dan aroma bunga." Ajak Run sedikit membujuk.

Namun Ten tak beranjak dari tempat duduknya. Membuat Run kembali menoleh kepada Ten.

"Ten ?" Run sedikit kebingungan.

"Aku tidak mau pergi."

Perkataan Ten membuat Run terkejut.

"Apa maksudmu 'tidak mau pergi' ?"

Ten memberi jeda pada jawabannya. Menganggkat tangan setinggi dada. Mengalihkan pandangan pada telapak tangannya.

"Dunia ini tak berubah sama sekali."

Run memutuskan mendengarkan perkataan Ten. Mencoba mengerti Ten lebih dalam lagi.

"Setelah Perang dunia Sakamichi berakhir. Badai yang merampas segalanya telah berlalu. Tanah ini menjadi tenang kembali. Seolah tak ada yang pernah terjadi.

Mereka bilang. Terlahir sebagai Godgraces adalah berkah dari dewa. Menjadi manusia terpilih dan mendapatkan kekuatan istimewa sejak lahir adalah hal yang didambakan oleh banyak orang. Sungguh kebahagian sendiri menjadi seorang Godgraces. Tapi kenapa yang kurasakan sedikit berbeda dengan yang mereka rasakan. Aku tak pernah menganggap kekuatan Godgraces milikku ini adalah anugrah. Bagiku, kekuatan ini hanyalah kutukan yang menyiksa hidupku selama ini." Perkataan Ten dari lubuk hatinya.

Begitulah yang dirasakan Ten. Semenjak kelahirannya saja dia sudah membuat desa yang terkenal makmur mengalami krisis. Setelahnya Ten juga kehilangan kedua orang tuanya dan penduduk desa. Pertemuan dan perpisahan yang menyakitkan dengan Tecchi juga dikarenakan kekuatan ini. Andai saja dari awal dia terlahir normal. Mungkin kehidupan Ten tidak akan seperti sekarang. Beberapa kali mengalami pahitnya ditinggal orang-orang yang disayanginya.

Run jadi ikut sedih mendengar perkataan Ten. "Ten, aku tau penderitaa.,"

"Kau tidak tau Run!!" Ten memotong bicara Run. "Terkadang aku iri kepadamu. Kau selalu bisa tertawa menjalani hari-harimu. Berpikir bahwa orang disekitarmu bisa ikut bahagia bersamamu. Kau tidak akan pernah paham apa yang kurasakan Run. Kesendirian yang selama ini kurasakan."

Sakamichi War : Nobody's FaultTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang