Part 21

343 19 0
                                    

"Gue beneran nggak lagi mimpi, 'kan?"

"Gue beneran ada di rumah ini?" Lelaki itu terus saja bertanya pada dirinya sendiri. Terlalu larut dengan pemikirannya yang masih terasa aneh.

Dulu, Athala sangat ingin tinggal bersama dengan sang ibu. Namun baginya, itu seperti mimpi yang akan sangat sulit ia gapai.

Ketika orang yang sedang tertidur itu kembali bangun, maka semua mimpi yang seolah bisa di gapai seakan hilang begitu saja.

Tetapi ternyata dugaannya salah besar, karena sekarang, dirinya sudah berhasil mewujudkan mimpi itu walaupun harus dengan cara bertukar peran. Athalarik bilang, ini demi kebaikannya. Adiknya itu cukup tau bagaimana besarnya rasa gengsi Athalla. Tidak akan mungkin bisa menemui ibunya begitu saja, setelah apa yang semua ia lakukan. Terlalu buruk, bahkan Athalla seringkali mengacuhkannya akibat kesalahpahaman yang sudah mendarah daging.

Kedua mata Athalla masih sanggup terjaga, padahal hari sudah semakin memperlihatkan kegelapannya, semakin terlihat hitam pekat seiring dengan arah jarum jam yang tidak berhenti berdetak.

Bukan karena tidak ingin tidur, namun dirinya masih belum bisa membiasakan keberadaannya di tempat ini.

Berada dalam kamar adiknya yang terlihat sangat rapi, seharusnya Athalla bisa tidur dengan nyaman. Namun, lelaki itu tidak bisa. Dirinya merindukan kamarnya yang berantakan tidak terurus. Hanya itu, satu-satunya tempat yang membuat Athalla merasa tenang. Tidak ada yang lain, sekalipun ayahnya sendiri.

Kamar berantakan itu seolah menjadi saksi kunci kehidupan Athalla selama ini, bagaimana lelaki itu menghadapi dunia yang tidak pernah adil terhadap dirinya. Athalla sering terisak di tempat itu, tidak ada orang lain yang mengetahuinya. Hanya kamar itu, kamar berantakan yang bahkan Erik sendiri menyebutnya sebagai gudang. Lebih dari itu, Athalla tidak memperdulikannya. Ruangan itu, akan selalu menjadi tempat favorit Athalla sampai kapanpun.

"Woy, lo kencing, ya?!" ucap lelaki tersebut tidak sengaja melempar hewan lucu yang sedari tadi berada duduk di pangkuannya.

Entah kenapa kucing itu tidak ingin jauh-jauh dengan dirinya, padahal lelaki itu tidak terlalu menyukai hewan berbulu. Terasa menggelikan.

Moza, yang tidak lain adalah kucing kesayangan adiknya kini hanya bisa meringkukkan tubuhnya di kasur sana, terlihat menggemaskan memang. Juga wajahnya yang memelas membuat siapa saja merasa iba, namun tidak dengan Athalla. Lelaki itu sedikit kesal, pasalnya kucing itu berhasil membasahi bajunya, bukan tidak sengaja menumpahkan air, namun dengan air kencingnya.

"Baju gue!"

Athalla terus saja menggerutu dengan musibah yang baru saja ia dapatkan, mimpi apa dia semalam hingga saat ini dirinya terkena air kencing Moza-kucing adiknya.

"Lo kalau mau kencing yang bener aja lo! Ngapain kencingin baju gue, sih?!" ucap Athalla dengan menatap Moza, tatapannya sedikit tajam membuat kucing itu terlihat mundur. Memisahkan sedikit jarak, kucing itu tau jika majikannya ini sedang marah.

Meow

"Apa lo melotot kayak gitu, berani lo sama gue? Gue nggak takut sama lo, ya!"

Sungguh! Athalla merasa semakin kesal kala kucing itu terus menatapnya sembari mengeong, entah karena menyuruh Athalla untuk berhenti marah, atau mungkin kucing itu ingin memarahinya balik. Athalla tidak cukup pintar untuk mengetahui bahasa kucing, pun dengan dirinya yang tidak menyukai kucing.

Meow

"Lo sekali-sekali harus di sekolahin dah, nggak ada sopan santunnya banget jadi kucing!"

Athalla terus saja tidak berhenti menggerutu, kedua manik matanya menatap kucing yang masih setia meringkuk di kasur sana. Sesekali, lelaki itu menatap bajunya yang kini sudah basah. Benar-benar menyebalkan, padahal dirinya tidak ingin mandi malam. Menyentuh air barang sedikitpun, sungguh, Athalla tidak ingin melakukannya.

Semua Belum Usai [END]Onde histórias criam vida. Descubra agora