Pelangi Sesaat

24 5 0
                                    

Daun berguguran berserakan dijalanan, musim kemarau sudah lama terjadi beberapa bulan yang lalu, musim dimana semua tumbuhan, dedaunan dan bunga mengalami kekeringan. Apalagi dedaunan kering akan jatuh memenuhi setiap jalanan membuat petugas kebersihan setiap hari harus menyapu dedaunan tersebut agar tak berserakan disetiap jalanan.

Menghembuskan nafasnya dengan kasar, "Ma, aku tidak bisa mengirimkan uang saat ini." ucapnya pada seseorang disebrang telponnya.

Lalu dengan wajah kesalnya perempuan berambut coklat bergelombang sebahu mematikan ponselnya secara sepihak tidak mempedulikan orang yang menelponnya ini.

Perempuan cantik ini melangkahkan kakinya meninggalkan tempat yang sudah beberapa menit ia berdiri ditempat itu. Melangkahkan kakinya kearah sebrang sana, lebih tepatnya ke minimarket yang terlihat dari luar hanya ada beberapa orang yang belanja diminimarket tersebut.

Namun ketika ingin menyebrang jalan terdengar satu suara kamera membuat Javanica khawatir. Dan benar saja ada wartawan berlari mendekatinya, lagi dan lagi ia terjebak oleh wartawan yang tak ada lelahnya mengejar dirinya. Padahal berita dirinya putus dengan Aliandra sudah berlalu beberapa bulan yang lalu. Namun berita tersebut masih terus diberitakan dimana-mana, para wartawan tiada hentinya ingin mewawancarai dirinya untuk mencari informasi tentang alasan dirinya putus dengan Aliandra.

Javanica sudah lemas duluan dirinya sungguh takut untuk berada dikerumunan banyak orang, terkadang Javanica tak mengerti dengan dirinya sendiri. Kenapa dirinya harus takut berhadapan dengan orang lain yang statusnya sama-sama manusia biasa seperti dirinya.

Apalagi Javanica selalu teringat tentang dirinya yang beberapa bulan lalu dikerumunin banyak orang dan kamera membuatnya trauma. Javanica menggeleng kepalanya berusaha menenangkan dirinya sendiri namun jantungnya terus berdegup kencang, ah ingin sekali Javanica berteriak kepada mereka untuk berhenti mengejar dirinya namun suaranya tak bisa diajak kompromi. Sikap diamnya sikap introvertnya membuatnya benci pada dirinya sendiri.

"Tenang Javanica." gumamnya berusaha menenangkan dirinya sendiri sampai sebuah tangan menutup kedua matanya Javanica membuat Javanica tersentak kaget namun itu tak berlangsung lama karna seseorang itu berbicara seakan menyuruhnya untuk tidak mendengar kalimat yang dilontarkan oleh beberapa wartawan yang terus berusaha mendapatkan jawabannya.

"Maaf" ujar seseorang itu sebelum merangkul bahu Javanica, lagi dan lagi Javanica tersentak kaget. Apalagi seseorang itu berusaha membawa dirinya untuk keluar dari kerumunan para wartawan.

Saat dirasa sudah aman, seseorang itu melepaskan tangannya yang menutupi kedua mata Javanica. Membuat Javanica bisa melihat kembali, tunggu dulu didalam mobil? Lalu pandangan Javanica ia alihkan kesamping kirinya, terkejut kembali melihat bagaimana para wartawan dengan bruntalnya mengetuk kaca mobil dengan terus menerus memanggil namanya.

"Abaikan mereka Vani." ucap seseorang yang menyelamatkannya dari kerumunan para wartawan gila itu.

Javanica yang mendengar suara seseorang mulai menolehkan kepalanya kekanan lalu menatap shock pada seseorang itu.

"Kenapa?" tanya Seseorang itu dengan mengerutkan dahinya melihat bagaimana Javanica kaget dan sedikit takut padanya.

"Satya."

Disebuah Cafe didaerah pinggiran kota Jakarta, Cafe yang cukup terkenal dikalangan para remaja. Cafe ini patut dikujungi, desain cafe yang terletak di sebuah gang sempit ini sangat unik dan bikin betah berlama-lama.

Jiwa MonasritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang