Bagian 10: Malam Ke-1

86 4 0
                                    

Sepulang sekolah aku mengirimkan foto halaman buku yang sebelumnya aku baca di kelas, saat pelajaran Olin. Kukirimkan pada Oosir dan Erisha. Namun, yang merespon pesanku hanya Oosir. Pesannya singkat namun penuh arti, "Datanglah ke mari nanti malam." Balasan pesan dari Oosir membuatku bersemangat, dengan cepat segera menuju rumahnya.

Senja di kota Muren menciptakan palet warna oranye yang memancar di langit. Aku melangkah keluar dari pintu apartemen Bell, menghirup udara senja yang segar. Langkahku melangkah hati-hati di atas trotoar, suara langkah sepatu menyatu dengan gemuruh langit yang mulai meredup.

Di hutan, aroma tanah basah dan dedaunan hijau menggema di hidungku. Suara gemercik air sungai kecil di sebelah kananku menambah nuansa alam yang kurasakan. Aku memperhatikan setiap detail di sekitarku, menyusuri jalur tanah yang meliuk dan mengarah ke rumah Oosir.

Dalam hutan yang gelap, sinar senja masih menerangi langkahku. Ranting-ranting pohon menyentuh kulitku, memberikan sensasi kasar di ujung jari. Deburan angin lembut berbisik di telingaku, menciptakan alunan melodi alam yang menemani perjalanan hati-hati ini.

Hingga akhirnya, rumah Oosir tampak di antara pepohonan. Langkahku memasuki pekarangan rumah, dan aroma kue kering hangat menyambutku begitu pintu terbuka.

Pintu rumah Oosir terbuka perlahan dengan suara. Oosir menyambutku dengan senyuman hangat, dan aku memasuki rumahnya yang bermandikan cahaya lampu temaram. Suara langkahku di lantai kayu menghasilkan serangkaian ritme di dalam ruangan.

Langit di luar mulai berganti warna menjadi gelap, menandakan perjalanan yang cukup panjang dari apartemen Bell ke sini. Aroma kue kering yang hangat menguar di udara, memberikan nuansa kehangatan di dalam rumah Oosir.

"Selamat datang, Ume. Bagaimana perjalanannya?" tanya Oosir ramah.

"Baik. Bagaimana dengan foto yang aku kirim? Apakah kau menemukan informasi dari halaman buku tersebut?" tanyaku tak sabar menunggu jawaban.

Oosir mengangguk, dan senyumnya semakin melebar. "Iya, Ume. Aku menelusuri informasi dari halaman buku yang kau kirim. Ternyata, Tn. Tunar dan Tn. Taga yang disebutkan dalam buku itu adalah dua tokoh militer yang terlibat dalam aksi pembelotan."

Langkah kami melanjutkan di dalam rumah. Cahaya lampu di sekitar ruangan menghadirkan nuansa hangat dan rasa penasaran semakin terasa di udara.

"Namun, kita masih harus berhati-hati dalam mengungkapkan informasi ini, Ume," ujar Oosir.

"Ya! Ayahku adalah seorang militer, berarti benar. Buku itu menceritakan ayahku!" ucapku menyimpulkan kesimpulan atas seluruh data yang berhubungan dengan ayah.

Oosir mengangguk setuju, "Tampaknya begitu, Ume. Kita memiliki petunjuk yang lebih jelas sekarang. Tapi ingat, ini hanya awal dari perjalanan panjang kita untuk menemukan keberadaan ayahmu."

Dalam kegelapan, ruangan itu penuh dengan ketegangan dan harapan. Cahaya lampu menyinari wajah kami yang penuh dengan semangat.

Kemudian kami mulai menyusun rencana apa saja yang akan kita lakukan lakukan malam ini. Namun, aku baru ingat tentang Erisha dan Dr. Eric, seharusnya saat ini mereka berada di rumah Oosir, jika mereka ada di sini, bisa saja mereka membantuku kami malam ini. Oosir bilang Erisha dan Dr. Eric sudah pulang ke rumahnya. Namun, apa boleh buat?

Adegan malam inipun berlangsung di dalam laboratorium kecil yang tersembunyi di rumah Oosir. Kami duduk di sekitar meja yang penuh dengan alat-alat kimia dan peralatan eksperimen. Oosir, dengan wajah serius, menjelaskan rencana yang telah dipersiapkan.

"Bahan-bahan kimia ini cukup ampuh untuk menciptakan gangguan dan menyebabkan cedera serius," ujar Oosir sambil menunjukkan botol-botel cair berlabel kimia kompleks. Pertama, aku diberi tugas untuk mengenakan seragam medis yang telah ia siapkan.

Dalam keheningan malam, kami mencampurkan bahan-bahan dengan cermat, menciptakan campuran yang dapat mencelakai para lawan. Suasana laboratorium penuh dengan aroma kimia yang khas, menciptakan suasana tegang dan penuh perhitungan. Malam itu, rencana kami pun terus berkembang, siap untuk dijalankan pada saat yang tepat.

"Ume pakailah masker terlebih dahulu, agar tidak menghirup senyawa berbahaya," ucap Oosir memberikanku masker dan kami berdua memakainya.

Oosir bilang, Erisha lah yang membantunya dalam mendapatkan semua bahan laboratorium yang ia butuhkan. Seluruh biaya, ditanggung oleh Erisha.

Malam ini kami akan membuat gas mustard atau yang dikenal juga sebagai yperit, dikenal sebagai bahan ilegal di beberapa negara, termasuk negara kami. Memiliki rumus kimia C₄H₈Cl₂S. Rumus ini terdiri dari empat atom karbon, delapan atom hidrogen, dua atom klorin, dan satu atom sulfur.

Oosir tentu saja segera meracik gas mustard dengan mencampur bahan-bahan kimia yang dimilikinya, menjadi satu bahan kimia. Komposisi dari gas mustard yang sedang dibuat oleh Oosir antara lain, asam klorida, diklorometan, dan etilen klorida.

"Tiga bahan tersebut akan berikatan dan membentuk gas mustard," jelas Oosir.

Aku rasa, jika masker di mulutku dibuka, mungkin laboratorium dipenuhi dengan aroma kimia yang menyengat, menciptakan susana tegang. Oosir dengan hati-hati mengukur setiap bahan kimia, mencampurkannya dalam proporsi yang tepat. Cahaya lampu laboratorium mengiluminasi wajahnya, menonjolkan ekspresi serius saat ia memantau setiap langkahnya.

Aku dengan penuh perhatian, menyimak penjelasan Oosir. Gas mustard yang sedang diciptakan dihadirkan dalam wujud rumit dan berbahaya, menjadi senjata yang akan digunakan untuk melawan para militer. Seiring dengan bau kimia yang semakin kuat, semangat perlawanan di antara kami semakin berkobar.

"Cara pemakaian gas mustard, adalah dengan disemprotkan atau ditembakkan ke target. Gas mustard dapat mengarah ke seluruh tubuh target, yang dapat menyebabkan iritasi mata, pernapasan, dan kulit, yang mungkin menjadi fatal," jelas Oosir. Aku memperhatikan setiap penjelasan yang dia paparkan. "Terdengar ekstrem, padahal sebenernya gas mustard itu lebih ramah jika dibandingkan sianida atau arsenik," lanjut Oosir.

Walaupun Oosir menyampaikan penjelasannya dengan tenang, tetap saja membuatku merasa tegang. Perangkat laboratorium di sekitar kami menjadi saksi bisu dari keputusan yang sedang kami buat. Dalam keadaan yang hening, Oosir melanjutkan, "Malam ini kita akan menuju kediaman petani, Ume."

_________________________________________Copyright: Di kamar, Sabtu, 9 Desember, 2023

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

_________________________________________
Copyright: Di kamar, Sabtu, 9 Desember, 2023

Labil BermainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang